Saat pertama kali terjun ke dunia jurnalisme, saya tidak pernah membayangkan bahwa suatu hari saya akan meliput APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara), topik yang begitu kompleks.
Saya masih ingat obrolan dengan beberapa rekan wartawan ekonomi yang jauh lebih senior. Salah satu dari mereka pernah bercanda, “Kalau baru mulai meliput APBN, siap-siap aja pusing lihat nol banyak, angka triliunan, yang rasanya tidak ada hubungan sama kita. Tapi, kalau udah paham, kamu bakal sadar seberapa besar dampaknya ke hidup kita.”
Waktu itu, saya hanya tertawa, tidak terlalu memikirkannya. Tapi, sekarang, setelah benar-benar terjun, saya baru memahami maksudnya.
Perjalanan karier meliput APBN membawa saya pada tantangan baru yang mengubah cara saya melihat ekonomi negara.
“APBN? Bagaimana Cara Menulisnya?”
Kalimat pertanyaan tersebut muncul di dalam pikiran saya saat pertama kali ditugaskan redaktur untuk meliput konferensi pers tentang APBN.
Waktu itu, saya sempat berbicara dengan seorang teman wartawan dari media cetak. Dengan wajah kebingungan, saya mendekatinya dan mengeluh, “Kok susah banget, ya, liputan ini? Pusing.”
Dia hanya tertawa kecil dan menjawab, “Biasa, awal-awal meliput APBN pasti gitu. Coba dengerin saja dulu, lama-lama mengerti.”
Tapi, bukannya makin paham, saya justru semakin bingung saat mendengar istilah defisit fiskal, penerimaan perpajakan, dan belanja negara berseliweran sepanjang konferensi pers.
Rasanya, seperti mendengarkan kuliah ekonomi tingkat lanjut tanpa pernah ikut kelas dasarnya. Saya sampai mencatat semua istilah yang saya dengar dengan harapan dapat mencari tahu artinya nanti.
Seperti halnya ketika saya bersama tim Republika mendapat kesempatan melakukan wawancara eksklusif dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani.
Momen itu diabadikan dalam sebuah foto bersama, yang sampai sekarang masih saya ingat dengan jelas. Ketika itu, rasanya seperti benar-benar duduk di kelas perkuliahan ekonomi.
Beliau menjelaskan berbagai aspek APBN dengan cara yang tegas. Bahkan, sesekali beliau menyelipkan “kuliah kehidupan” yang membuat saya berpikir lebih dalam tentang kebijakan fiskal dan dampaknya bagi masyarakat.
Tantangan yang Saya Hadapi
Buat saya, meliput APBN itu seperti bahasa asing yang penuh dengan angka-angka dan istilah-istilah yang sulit dimengerti.
Yang saya tahu, ya, itu adalah anggaran negara. Tapi apa yang ada di dalamnya, bagaimana penyusunannya, dan bagaimana dampaknya bagi masyarakat? Semua itu masih gelap banget buat saya.
Tapi, ketika ditugaskan meliput APBN, saya tahu ini adalah tantangan yang tidak bisa saya tolak. Meskipun saya merasa belum siap, saya tahu ini adalah kesempatan yang bagus buat berkembang dan belajar sesuatu yang baru.
Dan dari situlah perjalanan saya memahami APBN benar-benar dimulai.
1. Bertemu dengan Ribuan Angka
Hal pertama yang membuat saya pusing adalah betapa banyaknya angka yang harus saya pahami, belum lagi diceritakan dalam bentuk berita.
Dari yang cuma baca laporan, tiba-tiba saya harus menganalisis tabel anggaran yang penuh dengan data tentang alokasi dana untuk berbagai sektor, dari pendidikan, kesehatan, sampai infrastruktur.
Saya harus memahami cara baca tersebut itu, apa makna di balik setiap angka, dan apa saja dampaknya ke masyarakat yang menjadi pembaca target tulisan saya.
2. Mencari Tahu Proses Pengambilan Keputusan
Selain soal angka, saya juga perlu tahu bagaimana proses di balik pengambilan keputusan anggaran itu.
Mengapa pemerintah mengalokasikan dana ke sektor tertentu? Siapa saja yang terlibat dalam menentukan anggaran?
Semua pertanyaan ini menuntut saya untuk memahami lebih dalam tentang politik dan ekonomi di level makro.
3. Mengerti Dampak Makroekonomi
Sebelumnya, saya menulis tentang hal-hal yang lebih kecil dan riil, seperti dampaknya terhadap orang atau perusahaan. Tapi, meliput APBN itu lebih besar dari itu semua.
Saya jadi sadar bahwa kebijakan anggaran dapat mempengaruhi berbagai aspek ekonomi negara, seperti inflasi, pengangguran, dan tingkat pertumbuhan ekonomi. Itu adalah perspektif yang jauh lebih luas dan kompleks dari yang saya bayangkan.
Perubahan Perspektif Saya
Setelah beberapa bulan (iya, butuh bulanan karena se-kompleks itu, setidaknya bagi saya yang tidak ada background ekonomi) berusaha memahami dan meliput APBN, cara pandang saya tentang ekonomi negara mulai berubah.
Dulu, saya hanya melihat ekonomi dalam lingkup yang sempit, seperti yang sering kita dengar di berita sehari-hari. Tapi sekarang saya mulai melihat betapa rumit dan penuh tantangan kebijakan anggaran itu.
Meliput APBN bukan hanya tentang mengolah angka-angka di kertas yang dihitung tanpa tujuan. Namun, di balik itu semua, ada banyak keputusan yang sering kali sangat dipengaruhi oleh politik, prioritas yang dipilih pemerintah, dan realitas ekonomi yang sulit diterima.
Kadang, kebijakan anggaran tidak selalu terasa langsung berdampak pada kehidupan masyarakat, atau bahkan lebih sering meleset dari harapan.
Pemerintah mungkin mengalokasikan dana untuk infrastruktur, misalnya, tetapi seringkali ada masalah dalam hal pelaksanaan atau distribusi yang membuat hasilnya tidak maksimal.
Yang menarik, meski APBN adalah cermin dari visi pemerintah, kenyataannya tidak semua rencana besar yang ada dalam anggaran bisa terwujud dengan baik. Banyak hal yang terhambat oleh birokrasi, kurangnya transparansi, atau bahkan masalah dalam perencanaan dan pengawasan.
Hal ini memberi saya perspektif yang lebih realistis. Meski ada niat baik, sering kali pelaksanaannya jauh lebih kompleks dan penuh dengan tantangan yang kadang terabaikan dalam laporan-laporan indah yang kita baca.
Dari “Tidak Tahu”, Jadi “Paham”
Meski perjalanan saya dalam meliput APBN tidak selalu mulus, saya merasa bangga dengan apa yang sudah saya capai.
Dulu, saya bahkan tidak tahu apa itu APBN, terlebih istilah-istilah seperti rasio utang, pendapatan negara, defisit, dan kebijakan fiskal atau moneter. Banyak jargon ekonomi makro yang membuat saya harus googling atau bertanya terlebih dahulu untuk memahaminya.
Saya masih ingat, suatu hari, teman sesama jurnalis pernah bilang, “Ini uang negara, uang rakyat Kalau bukan kita yang kawal, siapa lagi?”
Jawaban itu membuat saya tersadar, meliput APBN tidak hanya soal angka, tetapi juga soal transparansi dan akuntabilitas. Masyarakat, termasuk saya, berhak mengetahui bagaimana pemerintah mengelola anggaran dan apakah belanja negara benar-benar digunakan untuk kepentingan publik.
Sekarang, walaupun belum bisa dibilang fasih, setidaknya saya sudah lebih memahami tentang tabel APBN.
Saya belajar bahwa tidak ada yang terlalu rumit untuk dipelajari selama kita mau berusaha dan selalu ingin tahu.