Kehadiran artificial intelligence (AI) seperti ChatGPT dan DeepSeek mulai mengubah jawaban narasumber dalam proses wawancara dengan jurnalis.
Faktanya, terdapat narasumber yang memilih untuk menjawab pertanyaan jurnalis menggunakan mesin kecerdasan buatan tersebut.
Sementara bagi jurnalis, jawaban narasumber bukan sekadar esensi atau gaya bahasa. Ini merupakan unsur penting dalam proses peliputan.
Pencarian informasi, sudut pandang, hingga cara berpikir narasumber terbaca dari jawaban yang diberikan. Apabila AI mengambil alih proses tersebut, bagaimana jurnalis menyikapinya?
RadVoice Indonesia membahas tentang penggunaan AI oleh narasumber. Berikut selengkapnya.
Jawaban Narasumber dari AI
Sejumlah narasumber kini memilih menjawab pertanyaan media dengan bantuan kecerdasan buatan.
Terdapat narasumber yang terang-terangan mengakui menggunakan mesin canggih tersebut. Namun ada pula yang diam-diam hingga jurnalis harus teliti memverifikasi kembali jawaban narasumber.

Hal ini dapat menimbulkan dilema bagi jurnalis. Apa saja?
Hilangnya Sentuhan Manusia
Sering kali pola jawaban narasumber yang menggunakan AI mudah terbaca karena sifat jawaban kecerdasan buat yang cenderung kaku, umum, dan berisiko salah.
Mengutip Zapier, model seperti GPT dilatih menggunakan kumpulan data teks dari internet yang sangat besar. Model ini tidak memahami konteks seperti manusia karena hanya memproses data yang telah diberikan.
Informasi yang diterima tidak diverifikasi kembali sehingga kerap memunculkan kesalahan.
Sementara kekuatan wawancara media terletak pada jawaban narasumber yang spontan, hingga intonasi yang menggambarkan bagaimana suasana hati narasumber. Hal ini tidak tergambar dalam jawaban yang diberikan oleh AI.
Keaslian Jawaban Narasumber
Jawaban narasumber akan selalu dikutip dengan mencantumkan namanya dalam pemberitaan atau disebut atribusi.
Selain menjaga akurasi dan transparansi, penulisan narasumber juga membuat pembaca memahami konteks berita dengan lebih baik.

Misalnya, pernyataan dari seorang ahli terkait isu tertentu memiliki bobot pengetahuan yang berbeda, dibandingkan pernyataan yang sekadar muncul di media sosial.
Namun jika jawaban berasal dari AI, apakah masih pantas untuk tetap mencantumkan nama narasumber?
Verifikasi Jawaban
Verifikasi menjadi salah satu tugas penting yang harus dilakukan oleh media.
Apabila jawaban narasumber berasal dari AI, bagaimana jurnalis memastikan bahwa pernyataan tersebut benar-benar mewakili jawaban narasumber yang sesungguhnya?
Lalu, apakah media masih bisa menuliskan jawabannya sebagai bentuk kutipan langsung?
Bagaimana Etika Jawaban Narasumber Berbasis AI?
Hingga kini, belum ada aturan pasti tentang bagaimana menyikapi jawaban narasumber berbasis AI.
Jurnalis cenderung menuliskan jawaban dan menerimanya sebagai pernyataan resmi dari narasumber.
Pada awal 2025, Dewan Pers telah menerbitkan Peraturan Dewan Pers Nomor 1 Tahun 2025 tentang Pedoman Penggunaan Kecerdasan Buatan dalam Karya Jurnalistik.
Akan tetapi, peraturan ini tidak menjelaskan lebih lanjut soal ketentuan narasumber yang menjawab dengan AI.

Mengutip Tempo, peraturan ini menyatakan bahwa karya jurnalistik yang dihasilkan AI harus tetap berpedoman pada Kode Etik Jurnalistik (KEJ).
Penggunaan AI dalam jurnalistik wajib di bawah kendali manusia dari awal hingga akhir proses.
Media juga diperbolehkan memberikan keterangan dan menyebutkan aplikasi AI yang digunakan dalam karya jurnalistik.
Selain itu, media juga wajib untuk tetap memverifikasi berbagai informasi termasuk gambar, suara, dan video yang diperoleh melalui AI dengan mengonfirmasi kembali kepada pihak yang berkompeten.
Tantangan Jurnalis di Era AI
Tak dapat dipungkiri, keberadaan AI memang membantu menyusun jawaban dengan cepat dan jelas.
Biarpun begitu, proses wawancara jurnalis dengan narasumber tentu bukan hanya soal berbagi informasi, tapi juga proses menggali, mendengarkan, dan mengamati sentuhan manusia dari narasumber.
Ketika jawaban tersebut kemudian digantikan mesin, jurnalis harus lebih teliti.
Apakah media perlu membuat aturan baru, misalnya dengan menentukan kapan wawancara dianggap valid, bagaimana menilai keaslian jawaban, dan apakah perlu menuliskan keterangan bahwa jawaban tersebut bersumber dari AI?
Kenyataan ini tentu menjadi tantangan baru bagi para jurnalis di era AI.
Kesimpulan
Jawaban narasumber yang dibantu AI menjadi tantangan nyata bagi dunia jurnalistik.
Hilangnya sentuhan manusiawi, keaslian jawaban, hingga pentingnya verifikasi menjadi tantangan bagi jurnalis di era AI.
Meski AI dapat membantu menjawab dengan kalimat yang jelas, tetap hanya sentuhan manusia yang dapat memberi konteks dan emosi.
Penting bagi media untuk mulai menyusun aturan yang jelas terkait penggunaan AI dalam proses peliputan, termasuk ketika narasumber menjawab dengan bantuan kecerdasan buatan.