3+ Contoh Pelanggaran Content Writer di Dunia Blog, Waspada!

3+ Contoh Pelanggaran Content Writer di Dunia Blog, Waspada!

Tahukah Anda, menjadi seorang content writer termasuk pekerjaan sulit? Hal ini didukung dengan adanya pelanggaran content writer, mulai dari yang ringan hingga serius.

Bukan dari jenis pelanggarannya saja, namun juga tanggapan dari mereka yang membaca konten yang Anda tulis pun patut menjadi perhatian.

Kali ini, RadVoice Indonesia telah mengumpulkan empat kisah nyata pelanggaran content writer di dunia blog, berdasarkan rekan content writer di perusahaan lain. 

Penasaran? Simak di bawah ini.

Apa Saja yang Menjadi Pelanggaran Bagi Content Writer?

Menjadi seorang penulis blog atau content writer tidaklah mudah.

Selain harus memiliki beberapa skill content writing, secara tidak langsung, para content writer juga harus mengetahui kode etik jurnalistik yang diterbitkan Dewan Pers.

Pada kode etik tersebut, seorang jurnalis harus bersifat profesional, akurat, dan berimbang.

Namun, semua tindakan yang bertentangan dengan hal tersebut, seperti plagiat, diskriminasi, atau menyampaikan berita bohong, maka menjadi pelanggaran.

Pada dasarnya, seorang content writer tidak bisa disamakan dengan jurnalis. Namun, pada penerapannya, kode etik tersebut berlaku bagi para content writer. 

Terlebih, jika ia menulis konten di situs perusahaan, yang dapat mencoreng nama baik perusahaan.

Kasus Pelanggaran Content Writer

Tanpa Anda sadari, semua konten yang Anda tulis di blog perusahaan Anda memiliki copyright, yang mengatasnamakan Anda dan perusahaan. 

Jika terjadi masalah pada suatu konten, maka yang bertanggung jawab adalah penulis dan perusahaan.

Jika Anda bertanya apakah bisa seseorang dipidana atas tulisan, jawabannya bisa dengan catatan tertentu. 

Sebagai bentuk nyata, RadVoice Indonesia telah mengumpulkan empat buah cerita kasus pelanggaran content writer, yang dialami oleh rekan sesama content writer. 

Untuk menjaga identitas penulis ataupun perusahaan, semua bentuk identitas disamarkan.

1. Google Translate

Kasus pelanggaran content writer yang pertama adalah penggunaan Google Translate. Cerita pertama datang dari salah satu perusahaan berita di bidang teknologi dan hiburan. 

Perusahaan tersebut mempekerjakan seorang freelancer SEO content writer dengan jumlah 5-8 artikel per hari.

Setelah lima bulan, karyawan dan supervisor SEO content writer mendapati bahwa ia menggunakan Google Translate di hampir semua artikel miliknya. 

Hal ini terungkap setelah perusahaan tersebut menambahkan plugin, yang dapat mengubah artikel bahasa Indonesia ke beberapa bahasa asing. Perusahaan tersebut kemudian melakukan content audit.

Cara pelaku melakukannya adalah dengan mengambil informasi dari situs luar negeri yang kurang populer, diterjemahkan ke bahasa Indonesia, kemudian diunggah di situs perusahaan.

Hal ini pun didukung dengan beberapa bukti dari hasil terjemahan yang terlihat “mentah”, struktur headings yang mirip, dan angka plagiat yang mencapai 80% pada artikel berbahasa Inggris.

Setelah mengetahui hal tersebut, supervisor dari karyawan freelance tersebut memberikan teguran. Ia pun harus memperbaiki seluruh artikel miliknya selama satu bulan ke belakang, dan berjanji tidak melakukannya lagi. 

2. Plagiarisme – Teguran

Pelanggaran content writer kedua datang dari perusahaan yang fokus membahas industri game

Pelaku adalah seorang mahasiswa yang telah selesai magang dari perusahaan tersebut selama tiga bulan.

Menurut rekannya, pelaku terbukti melakukan beberapa kali bentuk plagiat dari perusahaan lainnya yang bergerak di bidang yang sama. 

Plagiat yang ia lakukan berupa kesamaan struktur headings, foto judul, serta penjelasan artikel tersebut.

Bahkan, terdapat dua buah artikel yang setelah dicek, menggunakan situs cek plagiarisme memiliki tingkat kemiripan hingga 60%.

Mengetahui hal tersebut, supervisor memberikan teguran keras kepada pelaku untuk tidak mengulangi hal tersebut dan menghapus artikel dengan tingkat kemiripan yang tinggi.

3. Plagiarisme – Somasi

Cerita pelanggaran content writer ketiga datang dari perusahaan dan pelaku yang sama dengan cerita kedua. 

Perbedaannya adalah pada poin kedua diberikan teguran oleh perusahaan sendiri, sedangkan poin ini dilayangkan oleh perusahaan lain.

Perusahaan lain menemukan kalau beberapa artikel miliknya diplagiat oleh perusahaan pelaku. 

Mereka tidak melihat dari sisi konten, namun dari sisi SEO yang membuat artikelnya di-take down oleh Google.

Maka dari itu, munculah somasi yang diberikan kepada perusahaan pelaku, padahal pelaku sudah tidak bekerja di sana. 

Hasilnya adalah artikel yang di-take down oleh perusahaan tersebut dan ada juga yang diparafrase.

4. Disinformasi – Jalur Hukum

Cerita pelanggaran content writer terakhir ini berasal perusahaan berita. Pelaku merupakan pegawai dari perusahaan tersebut. 

Pada suatu waktu, ia menulis sebuah berita, namun ia menuliskan informasi yang keliru tentang suatu hal.

Pihak yang tersinggung atas berita tersebut melayangkan gugatan dan ingin menyelesaikannya melalui jalur hukum. 

Setelah beberapa hari, pelaku dan pihak tersebut sepakat berdamai dengan perusahaan membayar ganti rugi dan melakukan take down terhadap artikel tersebut.

Kesimpulan

Dari empat kisah nyata pelanggaran content writer di atas, perlu menjadi perhatian bahwa terdapat beberapa tindakan yang dapat memicu permasalahan, seperti:

  1. Terjemahan
  2. Plagiarisme
  3. Menyampaikan berita bohong, keliru (disinformasi)

Semua tindakan tersebut dinyatakan salah karena tidak menunjukkan kreativitas, kejujuran, empati, dan berita yang akurat. 

Tindakan tersebut juga bukan hanya berdampak pada pelaku, namun juga pada perusahaan.

Jadi, jangan sampai Anda atau perusahaan Anda melakukan tindakan tersebut, ya.

Contact Us!
Contact Us!
RadVoice Indonesia
Hello
Can we help you?