Di era marketing modern, sebagian brand menggunakan konten eksplisit dalam digital advertising untuk menarik perhatian audiens.
Strategi ini sering dipilih karena dinilai mampu memicu rasa penasaran sekaligus meningkatkan brand awareness dengan cepat.
Keunggulan digital advertising, seperti kemampuan penargetan spesifik (targeted marketing), membuat konten eksplisit bisa lebih efektif menjangkau kelompok audiens tertentu.
Algoritma dari platform seperti Google, Facebook, dan TikTok memungkinkan brand menyesuaikan pesan sehingga konten tampil lebih relevan di mata pengguna.
Meski demikian, penggunaan konten eksplisit bukan tanpa risiko. Selain menimbulkan persoalan etika, strategi ini juga berpotensi menimbulkan kontroversi yang dapat merusak citra brand dalam jangka panjang.
Untuk itu, agar Anda lebih mudah mengenali dan memahami fenomena ini, RadVoice Indonesia akan membahas konten eksplisit dalam iklan digital secara lebih mendalam.
Strategi Penggunaan Konten Eksplisit dalam Iklan Digital
Menurut Jasmin J Makruf, Professor Manajemen di Fakultas Ekonomi dan Bisnis di Universitas Syiah Kuala, konten eksplisit yang efektif bagi audiens harus mampu menghadirkan konteks sekaligus membangkitkan emosi.
“Keberhasilan strategi digital bergantung pada kualitas, relevansi dan konsistensi konten yang disajikan,” ujar Jasmin, dalam bukunya berjudul ‘Manajemen Pemasaran Perspektif Indonesia‘.
Berikut tips untuk penggunaan konten eksplisit dalam iklan digital:
1. Pahami Jenis Iklan Digital yang Digunakan
Ada empat jenis iklan digital, yaitu Google Ads, Meta Ads, TikTok Ads, dan YouTube Ads.
Mengutip Buku Manajemen Strategi Pemasaran Perspektif Indonesia, setiap platform punya pendekatan yang bisa disesuaikan dengan strategi pemasaran brand.

Google Ads unggul menjangkau audiens melalui kata kunci pencarian, sedangkan Meta Ads kuat dalam membangun narasi visual dan komunitas yang bersegmentasi.
Selain itu, TikTok Ads efektif untuk kampanye kreatif dan viral, khususnya di kalangan audiens muda.
Iklan di platform tersebut memiliki kebijakan ketat terkait konten eksplisit.
Jika iklan melanggar aturan, bisa saja diturunkan, dibatasi jangkauannya, atau bahkan akun pengiklan terkena sanksi.
Baca Juga: Kesalahan Menulis Konten yang Wajib Dihindari Content Writer
2. Tentukan Kategori Produk Sesuai Regulasi Iklan
Konten eksplisit bisa menyampaikan pesan secara lugas dan menarik perhatian audiens, tetapi penggunaannya tidak bisa sembarangan.
Setiap platform dan negara memiliki regulasi yang berbeda mengenai jenis konten yang dibatasi atau bahkan dilarang.
Contohnya, TikTok Ads melarang iklan terkait perjudian untuk remaja, senjata api dan senjata berbahaya, alkohol, dan tembakau.
Di Indonesia, kategori iklan yang diizinkan dengan batasan yaitu akuntansi, pajak, pupuk kimia, dan pestisida. Ada juga kategori yang sama sekali tidak diperbolehkan, misalnya firma hukum, layanan legal, maupun jasa arbitrase.
Google Ads juga memiliki aturan ketat. Misalnya, iklan untuk layanan tukang kunci tidak bisa dipromosikan di Jerman, Swedia dan Belgia.

3. Sesuaikan dengan Target Audiens
Anda perlu menyesuaikan kesesuaian konten yang membangun kepercayaan konsumen kepada brand. Pasalnya, tidak semua konsumen bisa menerima konten eksplisit melalui iklan digital.
Konten eksplisit umumnya disaring atau dibatasi, terutama yang dianggap tidak pantas untuk usia tertentu.
Misalnya, iklan konten dewasa tidak bisa dipromosikan secara bebas di media sosial sehingga jangkauannya menjadi sangat terbatas.
Beberapa iklan kategori produk tertentu punya aturan pembatasan usia yang ketat.
Contohnya, iklan makanan dan minuman tinggi lemak, garam, atau gula (High Fat, Salt, and Sugar/HFSS) dibatasi penayangannya oleh TikTok dan Google di sejumlah negara.
“Iklan untuk produk HFSS harus dibatasi untuk pemirsa berusia 18 tahun ke atas di pasar negara ini: Australia, Irlandia, Selandia Baru, Norwegia, Portugal, dan Inggris Raya,” tertulis dalam aturan TikTok.
4. Uji Efektivitas Iklan
Menguji iklan Anda sebelum diluncurkan penting untuk memastikan pesan yang disampaikan dengan target audiens.
Agar pesan dalam iklan sukses disampaikan ke audiens, konten harus memiliki branding yang kuat. Konten eksplisit dalam iklan menggunakan istilah yang kuat dan jelas, tanpa frasa panjang yang melebar yang bisa membingungkan.
Baca Juga: Storytelling dalam Emotional Marketing: Strategi Komunikasi
Risiko dan Tantangan Konten Eksplisit dalam Iklan Digital
Ada beberapa risiko serta tantangan ketika Anda menulis konten eksplisit di iklan digital, di antaranya:
1. Iklan Terasa Kontroversial
Karena penyampaiannya ‘blak-blakan’, konten eksplisit di iklan digital bisa mengejutkan audiens dan memancing perhatian, meskipun berisiko memicu debat.
Contohnya, iklan konten dewasa seperti kondom bisa dianggap sensitif. Seperti produk Durex di Youtube Ads, menampilkan narasi “Untuk bersama lebih lama. Durex take the lead”.
Sebagian audiens bisa menganggap ide konten ini kreatif, namun bisa terasa tabu dan kontroversial bagi audiens lain.
2. Berpotensi Menimbulkan Reaksi Keras
Tanpa data pendukung atau penyampaian dengan empati, konten eksplisit dalam iklan digital berisiko dianggap menyerang atau meremehkan kelompok tertentu.
Contohnya, iklan Nike Jepang di YouTube yang menyoroti isu perundungan terhadap anak-anak karena perbedaan ras. Iklan tersebut menimbulkan reaksi keras bagi netizen.

Dalam video itu, seorang gadis mempertanyakan identitas publik figur dengan kalimat: “Apakah dia orang Amerika? Jepang?”, yang memicu perdebatan terkait isu rasisme.
Iklan ini berhasil menarik perhatian dengan 14,4 juta views, namun sebagian audiens bereaksi negatif hingga mengancam melakukan boikot brand tersebut.
3. Iklan Bisa Memicu Konflik
Iklan digital yang bisa memicu konflik biasanya mengandung konten eksplisit yang sensitif.
Pendekatan iklan seperti ini bisa mempengaruhi emosional audiens.
Contohnya, unggahan reels di Instagram brand hijab dan busana muslim Rabbani menyebutkan bahwa cara berbusana yang terbuka adalah penyebab terjadinya pelecehan seksual.
“Posisi wanita tidak salah jika dilihat dari sudut wanita karena setiap wanita berhak menggunakan pakaian apapun. Jadi laki-lakinya aja yang mesum. Namun jika dilihat dari sudut pandangan pria. Wanita yang berpakaian terbuka itu bodoh, tidak ada asap tidak ada api,” jelasnya lebih lanjut.
Banyak yang berkomentar bahwa narasi tersebut dapat menormalisasi pelecehan seksual dan victim blaming.
Etika Periklanan dalam Penggunaan Konten Eksplisit
Etika periklanan dalam dunia marketing penting untuk mencegah iklan yang menyesatkan dan menipu. Berikut adalah beberapa etika yang sebaiknya diperhatikan:
1. Transparansi
Transparansi menjadi fondasi hubungan antara brand dan konsumen, terutama di iklan digital.
Berikan peringatan yang jelas di iklan Anda jika iklan mengandung konten eksplisit.
Transparansi konten eksplisit bisa menjaga kepercayaan audiens dan meminimalkan potensi reaksi negatif.
2. Kejujuran
Pastikan konten eksplisit iklan disampaikan secara jujur, termasuk dalam visual yang ditampilkan.
Meskipun konten eksplisit disajikan secara blak-blakan, hindari konteks menyesatkan yang bisa merusak kepercayaan konsumen.
Contohnya brand kecantikan lokal Scarlett Whitening. Dengan bahasa yang jujur dan tajam seperti menyebut masalah kulit langsung “kulit kusam dan belang”, brand ini sukses menarik perhatian target pasar dan membangun hubungan antara masalah kulit dan produk mereka.
Ingin tahu apakah gaya konten eksplisit cocok brand Anda untuk iklan tanpa menimbulkan kontroversi? Konsultasikan bersama RadVoice dan temukan pendekatan yang tepat untuk menyuarakan pesan brand Anda!