Sebagai jurnalis Tempo, Francisca Christy, terbiasa melakukan wawancara dengan berbagai narasumber untuk kepentingan pemberitaan.
Kemampuan Chica, sapaannya, semakin terasah untuk menggali cerita menarik dari narasumber, mulai dari tokoh masyarakat hingga sumber yang sulit dijangkau selama sembilan tahun berkarier di Tempo.
Bagaimana Chica melakukan wawancara hingga mendapatkan informasi yang akurat tapi tetap menarik dan berimbang?
Tips Wawancara Menarik dan Berimbang dari Jurnalis Tempo Francisca Christy
RadVoice Indonesia mewawancarai Chica untuk mengetahui tips wawancara menarik dan berimbang ala jurnalis Tempo.
Apa prinsip utama Anda melakukan wawancara agar hasilnya menarik tapi tetap berimbang?
“Untuk memperoleh informasi yang dalam, menarik, dan berimbang, wartawan perlu memetakan narasumber terlebih dulu. Pemetaan penting agar wartawan mendapat jawaban yang relevan serta memperoleh informasi yang detail, akurat, tepat, dan tepercaya.
“Sebelum melakukan wawancara dengan narasumber kunci, wartawan dapat melakukan pra-wawancara dengan narasumber tersebut atau narasumber lain yang mengetahui sepak terjak narasumber kunci.
“Pra-wawancara biasanya dilakukan untuk mengetahui informasi latar yang dapat dipakai wartawan untuk mengelaborasi jawaban narasumber atau untuk mengetahui sikap narasumber terhadap satu isu.
“Untuk wawancara dengan narasumber yang terlibat skandal, biasanya wartawan harus melayangkan pertanyaan konfirmasi atas temuan-temuannya. Wawancara ini memberikan ruang keberimbangan bagi narasumber untuk menyampaikan hak jawabnya.”
Apakah ada teknik khusus untuk mendapatkan jawaban yang lebih mendalam dari narasumber?
“Di Tempo, setiap wartawan perlu melakukan riset sebelum wawancara untuk memperkaya background informasi sebelum proses wawancara berlangsung.
“Background informasi adalah amunisi yang dapat digunakan wartawan untuk mengelaborasi jawaban yang diberikan narasumber. Dengan begitu, pertanyaan yang diajukan bisa berkembang sesuai dengan jawaban narasumber atau tidak textbook.
“Melalui riset pula, wartawan dapat mengukur kedalaman informasi dari narasumber dan mendapat data akurat sebagai bekal mengajukan pertanyaan.
“Riset bisa dilakukan dengan berbagai cara. Seperti mengumpulkan artikel-artikel yang berhubungan dengan narasumber, dari buku atau referensi lain yang memuat informasi tentang narasumber atau isu yang sedang didalami wartawan, atau dari wawancara dengan narasumber lain untuk mendapatkan informasi dari narasumber yang hendak kita wawancara.
“Riset juga bisa dilakukan dengan membaca hasil wawancara narasumber tersebut dengan wartawan lain. Ini berguna untuk mengetahui karakter dan gaya narasumber dalam menjawab pertanyaan.
“Dari situ, wartawan dapat menyesuaikan style narasumber sehingga lebih rileks dan hasil wawancaranya kaya informasi.”
Apa saja kesulitan yang sering Anda hadapi saat mencoba menggali informasi?
“Pertama, durasi waktu wawancara yang pendek akan membatasi wartawan dalam menyampaikan pertanyaan. Jika narasumber hanya memiliki waktu yang singkat untuk wawancara, maksimalkan dengan mengajukan pertanyaan kunci, seperti mengkonfirmasi keterlibatan narasumber dengan skandal atau masalah.
“Bila narasumber memiliki waktu yang longgar, wartawan bisa memulai pertanyaan dengan hal-hal yang ringan. Misalnya pertanyaan seputar kebiasaan narasumber. Pertanyaan-pertanyaan ini bisa membangun suasana nyaman bagi narasumber, juga membentuk kepercayaan narasumber terhadap si pewawancara.
“Kedua, kesulitan sering dialami wartawan manakala narasumber memiliki karakter menjawab pertanyaan pendek-pendek. Dalam kondisi seperti ini, wartawan harus menyusun pertanyaan sebanyak mungkin untuk memperoleh informasi yang ia butuhkan untuk menulis suatu berita.
“Tantangan lain adalah narasumber membantah semua temuan awal wartawan. Maka, perlu mengumpulkan data dan informasi sebanyak-banyaknya sebagai data pembanding jika narasumber membantah informasi atau temuan yang kita dapatkan sebelumnya.
“Suasana ketika wawancara juga menjadi tantangan lain bagi wartawan saat melakukan interview. Dalam interview doorstep (wawancara cegat), wartawan tidak memiliki keleluasaan bergerak untuk berinteraksi dengan narasumber. Biasanya di situasi ini wartawan harus mengajukan pertanyaan yang singkat, padat, dan jelas agar maksudnya dapat segera ditangkap oleh narasumber.”
Menurut Anda, apa yang membuat wawancara menjadi menarik bagi pembaca?
“Wawancara menjadi menarik jika pertanyaan yang diajukan wartawan kepada narasumber belum ditulis atau diterbitkan oleh media lain. Jawaban yang segar dengan informasi-informasi baru dari narasumber akan menarik para pembaca untuk membaca hasilnya sampai habis.
“Untuk memperoleh jawaban yang baru, wartawan perlu menyusun pertanyaan beberapa waktu sebelum wawancara berlangsung. Masukan dari atasan atau anggota tim biasanya akan mempertebal perspektif sehingga pertanyaan-pertanyaan yang diajukan bisa lebih variatif.”
Dalam situasi narasumber sulit diwawancarai atau menolak berkomentar, langkah apa yang biasanya Anda lakukan?
“Wartawan tidak bisa memaksa narasumber menjawab pertanyaan-pertanyaan yang mereka ajukan. Jika pertanyaan yang diajukan bersifat konfirmasi atas satu kasus, wartawan bisa memberikan bridging atau memberi pemahaman bahwa jawaban dari narasumber tersebut penting untuk memenuhi unsur keberimbangan.
“Namun jika pertanyaan yang diajukan bukan konfirmasi atau pertanyaan-pertanyaan yang sifatnya untuk menggali informasi, wartawan dapat memberi opsi kepada narasumber untuk mengalihkan wawancara kepada orang lain atau merekomendasikan orang lain, seperti orang kepercayaannya untuk memberikan jawaban yang dibutuhkan oleh wartawan.”
Apa pengalaman Anda yang paling berkesan dalam melakukan wawancara?
“Satu yang saya ingat adalah ketika berhasil kembali mewawancarai Luhut Binsar Pandjaitan, kini Ketua Dewan Ekonomi Nasional.
“Luhut, mantan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, cukup resisten menerima wawancara dengan Tempo. Setelah Majalah Tempo menerbitkan investigasi dugaan kepemilikan perusahaan cangkang di Republik Seychelles, Afrika Timur, dalam Panama Papers pada April 2016, Luhut tak pernah mau melakukan wawancara dengan Tempo.
“Pada Agustus 2024, dua bulan menjelang Luhut lengser dari jabatan menterinya, ia menerima wawancara saya. Kami membahas banyak hal seputar pekerjaannya sebagai menteri di era Joko Widodo, politik, dan kemarahannya terhadap Tempo.
“Berjalan sekitar dua jam, wawancara berjalan santai. Perlu proses panjang untuk kembali melakukan wawancara dengan Luhut setelah delapan tahun. Banyak pelajaran yang dipetik dari proses panjang itu.
“Menulis kebenaran barangkali akan berdampak pahit bagi hubungan wartawan dengan narasumber tertentu. Tapi pada saatnya, tidak pernah ada relasi yang benar-benar terputus antara narasumber dan wartawan.”
Kesimpulan
Tips wawancara menarik dan berimbang menurut Chica ada pada persiapan yang matang hingga kepekaan memahami narasumber.
Persiapan dapat dilakukan dengan melakukan pra-wawancara untuk mengetahui informasi latar dari narasumber.
Selain itu, perlu riset dengan mengumpulkan pemberitaan mengenai narasumber maupun mewawancarai pihak lain untuk mengetahui lebih dalam karakter narasumber yang dituju.
Wawancara dengan Francisca Christy dilakukan pada Jumat, 8 November 2024. Percakapan ini telah diedit agar lebih ringkas.