Sebagai salah satu metode yang terbilang baru dalam meliput berita, jurnalisme konstruktif merujuk pada pendekatan pemberitaan yang tidak hanya menyoroti permasalahan, tapi juga solusi dan perbaikan.
Istilah ini disebut-sebut muncul dari keresahan jurnalis akibat sensasionalisme dan bias negatif yang semakin meningkat dalam media pemberitaan saat ini.
Seperti apa praktik jurnalisme konstruktif? RadVoice Indonesia telah merangkum penjelasannya sebagai berikut.
Istilah Jurnalisme Konstruktif
Jurnalisme konstruktif pada dasarnya membantu tugas jurnalis untuk mengemas berita dengan nada positif, berorientasi solusi, lengkap, dan mempunyai konteks mendalam.
Jurnalisme jenis ini juga menjadi alternatif dari pilihan pemberitaan cepat seperti breaking news maupun pemberitaan mendalam seperti jurnalisme investigasi.

Komponen Jurnalisme Konstruktif
Dalam hand book yang disusun Kristina Lund Jørgensen dan Jakob Risbro dari Constructive Institute (2021) menjelaskan tiga komponen penting dalam jurnalisme konstruktif.
Pertama, jurnalisme harus bisa menawarkan solusi. Artinya, pendekatan yang tajam dan kritis akan digunakan saat mengeksplorasi permasalahan publik.
Setelah menemukan solusinya, jurnalis dapat menyerahkan hasil temuannya kepada pihak yang bertanggung untuk mengatasi permasalahan tersebut.
Misalnya, terkait permasalahan kemacetan di kota besar seperti Jakarta. Hasil laporan bisa membahas keberhasilan sistem transportasi publik di negara lain, seperti pengembangan jalur sepeda di Belanda atau subsidi transportasi umum di beberapa kota di Eropa.
Dalam jurnalisme konstruktif, laporan yang disampaikan tetap berbasis data dan fakta serta membuka wawasan tentang solusi yang diterapkan.
Baca juga: Storytelling dalam Jurnalisme: Menceritakan Fakta dengan Cara yang Berbeda
Kedua, jurnalisme fokus pada gambaran besar dan memberikan nuansa cerita. Dalam hal ini, ide dari jurnalis mesti didasarkan atas permasalahan spesifik yang memiliki konsekuensi.
Misalnya, menggambarkan bagaimana kisah seorang warga pinggiran Jakarta yang harus menghabiskan waktu tiga jam setiap hari untuk menempuh perjalanan ke tempat kerjanya.
Lalu, bisa dibandingkan dengan pengalaman warga di Belanda yang dapat menikmati jalur sepeda yang aman. Artikel ini kemudian bisa mengeksplorasi bagaimana kebijakan transportasi di berbagai negara dapat mengubah kehidupan warganya.

Ketiga, jurnalisme konstruktif berarti mampu menjadi ruang aman bagi orang-orang yang terlibat di dalamnya.
Artinya, sebagai jurnalis tidak hanya menjadi pengamat yang sekadar mendeskripsikan peristiwa tapi juga aktif menghubungkan berbagai pihak mulai dari warga, pengambil kebijakan, maupun stakeholders lainnya.
Misalnya, pemberitaan tentang kasus kekerasan seksual. Alih-alih dibuat dengan nada sensasional, jurnalisme konstruktif dapat menciptakan ruang aman dengan menggunakan bahasa yang tidak menyalahkan korban atau menghadirkan solusi dengan menyoroti komunitas atau organisasi yang membantu korban.
Tentukan Narasumber yang Tepat
Ketika mencari sumber untuk jurnalisme ini, pada dasarnya sama dengan pendekatan pemberitaan umumnya.
Namun penting untuk memasukkan pernyataan yang mewakili semua pihak dalam sebuah cerita. Pastikan bahwa itu mengarah pada solusi dan menambah nuansa pada cerita yang dibuat.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menentukan narasumber yakni:
- Kredibilitas
- Kepentingan untuk ikut terlibat
- Status, misalnya apakah berafiliasi dengan partai, pengalaman, keahlian
- Keterwakilan dari sumber, dan lainnya

Jurnalis dapat menghindari pertanyaan-pertanyaan yang menggunakan istilah provokatif, retoris, atau hanya bisa dijawab ya dan tidak kepada narasumber.
Sebaiknya, susun pertanyaan yang fokus pada solusi dengan tetap berpegang pada prinsip 5W+1H.
Penulisan dalam Jurnalisme Konstruktif
Penulisan dalam jurnalisme ini dapat disampaikan dengan model klasik piramida terbalik.
Model ini dapat memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan siapa, di mana, kapan, bagaimana, mengapa, dan apa selanjutnya.
Jurnalis dapat mengawalinya dengan detail dan fakta pokok dalam sebuah pemberitaan.
Di bagian akhir, jurnalis dapat menjelaskan langkah apa yang dapat dilakukan selanjutnya sebagai salah satu bentuk solusi.
Magdalene.co, sebuah media online Indonesia yang berfokus perempuan dengan perspektif gender, termasuk salah satu media yang mengembangkan penerapan jurnalisme konstruktif dalam pemberitaannya.
Pada praktiknya, Magdalene juga memastikan bahwa konten di dalamnya terbangun dari para pembaca sendiri.
Hal ini memastikan bahwa konten yang dibahas adalah isu penting dan relevan untuk merespons kebutuhan pembaca.

Pendekatan ini dilakukan dengan menggunakan berbagai kanal komunikasi yang ada termasuk media sosial, seperti melemparkan pertanyaan kepada followers atau pembaca.
Hasil tersebut kemudian dituangkan ke dalam konten atau tulisan jurnalistik yang diproduksi oleh Magdalene.
Kesimpulan
Jurnalisme konstruktif adalah pendekatan jurnalistik yang berfokus pada solusi, menyajikan berita dengan konteks yang lebih luas, dan menghadirkan nuansa mendalam dalam pemberitaan.
Pendekatan ini menjadi alternatif antara breaking news yang cepat dan jurnalisme investigasi yang mendalam.
Tiga komponen utama dalam jurnalisme konstruktif yakni menawarkan solusi, memberikan gambaran besar, dan menciptakan ruang aman demi menghindari pemberitaan yang berdasarkan sensasi semata.