Hilmi Abdul Halim Berbicara tentang Independensi Jurnalis Freelance di Era Ketidakpastian

Jurnalis freelance sering bergerak sebagai satu orang kru yang menangani banyak tugas sekaligus, mulai dari mengejar narasumber, menelusuri dokumen, mengajukan pitch ke berbagai redaksi, hingga mengurus jadwal dan administrasi kerja sendiri.

Ketika kewajiban multitasking ini bertemu dengan tekanan ekonomi dan kepentingan komersial,  independensi jurnalis freelance menjadi ujian tersendiri.

Setidaknya itulah yang disampaikan Hilmi Abdul Halim, seorang wartawan yang sudah ‘berdiri sendiri’ selama lebih dari tiga tahun, kepada RadVoice Indonesia.

Dalam pengalaman Hilmi, independensi bukan sekadar kebebasan editorial.

Independensi juga terkait erat dengan kemampuan memperoleh penghasilan yang layak, keselamatan kerja, dan batas-batas etika yang harus ditegakkan oleh jurnalis lepas. 

Makna Independensi Jurnalis Freelance bagi Hilmi

Bagi Hilmi, independensi jurnalis freelance berarti mampu bekerja tanpa intervensi, intimidasi, atau tekanan yang merusak fakta.

Namun, ia menegaskan bahwa kebebasan semata tidak cukup jika seorang jurnalis tidak memperoleh penghasilan yang memadai. 

“Tanpa penghasilan yang stabil, kebebasan editorial bisa berubah jadi kemewahan,” kata mantan jurnalis Pikiran Rakyat tersebut.

Hilmi Abdul Halim Berbicara tentang Independensi Jurnalis Freelance di Era Ketidakpastian
Bagi Hilmi (memegang mic), independensi jurnalis freelance berarti kebebasan menulis yang tetap didukung penghasilan yang layak. (Foto oleh Hilmi Abdul Halim)

Baca Juga: Content Writer Freelance Astuti Pratiwi Menjawab 5+ Pertanyaan Penulisan

Ia memberikan contoh, jurnalis terpaksa menerima proyek yang berpotensi mengekang sudut pandang demi memenuhi kebutuhan hidup.

Hilmi juga menggarisbawahi aspek keselamatan: jurnalis freelance sering bekerja tanpa kontrak jelas sehingga ketika menghadapi ancaman, akses perlindungan hukum dan dukungan organisasi minim.

Kondisi ini membuat banyak jurnalis menimbang ulang untuk meliput isu sensitif bukan karena kehilangan idealisme, melainkan karena mempertimbangkan risiko bagi keselamatan diri dan keluarga.

Menurut Hilmi, di luar status pekerja lepas, profesi jurnalis belum pernah benar-benar merdeka, bahkan justru menurun dari waktu ke waktu. 

Disrupsi media digital, perubahan pola konsumsi informasi, hingga penggunaan teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligenec) di ruang redaksi membuat ruang kebebasan semakin menyempit.

“Bagi jurnalis yang terikat di satu media, maupun freelance, situasi ini semakin memperberat perjuangan menjaga idealisme di tengah tekanan ekonomi,” katanya.

Kebebasan vs Risiko Independensi Jurnalis Freelance

Secara formal, status freelance memberi keleluasaan memilih topik dan gaya penulisan. Tapi, Hilmi menyebutkan, kebebasan itu punya batas: penawaran sponsor, tekanan klien, dan tarif pasar yang ditekan kerap membentuk praktik jurnalistik yang lebih hati-hati. 

“Kebebasan praktis seringkali hanya berupa pilihan lebih kecil, di mana jurnalis tetap dikondisikan oleh kebutuhan pasar dan sumber pendapatan,” tuturnya. 

Hilmi Abdul Halim Berbicara tentang Independensi Jurnalis Freelance di Era Ketidakpastian
Hilmi menyebut kebebasan jurnalis freelance terbatas oleh tekanan pasar, sponsor, dan klien. (Foto oleh Hilmi Abdul Halim)

Dilema yang Dihadapi

Ketika tawaran berbayar datang dari pihak berkepentingan, Hilmi pernah menghadapi dilema: menerima pemasukan penting tetapi ada potensi benturan kepentingan, atau menolak demi menjaga kredibilitas. 

Pilihannya adalah memisahkan peran; proyek komersial diterima sebagai pekerjaan terpisah dan tidak diintegrasikan ke ranah jurnalistik yang dipublikasikan. 

Cara ini mempertahankan integritas, meskipun berarti melewatkan kesempatan finansial yang menggiurkan.

Tantangan Jurnalis Freelance

Masalah independensi jurnalis freelance biasanya muncul dari faktor struktural. 

Hilmi menunjuk pada minimnya regulasi yang memberi jaminan ketenagakerjaan bagi pekerja media lepas, serta tekanan disrupsi industri: pengurangan anggaran redaksi, automasi, dan meningkatnya persaingan konten yang menurunkan tarif. 

Situasi ini mendorong banyak jurnalis berbakat mencari sumber pendapatan lain, sehingga suara independen di ruang publik melemah.

framing berita demo
Ilustrasi. Independensi jurnalis freelance terancam oleh minimnya regulasi, disrupsi industri, dan persaingan yang menurunkan tarif. (Foto oleh Freepik)

Selain itu ada bentuk sensor tidak langsung: pengiklan atau sponsor yang memberi ‘imbalan’ sekaligus mengimplikasikan batasan pembahasan; atau redaksi yang menahan tajuk rencana demi relasi komersial. 

“Untuk freelance, yang tak selalu mendapat dukungan redaksi, risiko menerima tekanan semacam ini lebih besar karena mereka lebih bergantung pada tiap kontrak untuk bertahan hidup,” kata Hilmi.

Bagaimana Hilmi Menjaga Independensi Sebagai Jurnalis Freelance

Hilmi menerapkan beberapa langkah praktis untuk menjaga independensi. 

Pertama, diversifikasi pendapatan. Ia menjalankan usaha makanan sehingga tidak bergantung penuh pada honor tulisan. 

Kedua, transparansi. Ia mencantumkan keterkaitan finansial bila ada, dan bersikap terbuka kepada pembaca tentang kondisi kerja. 

Ketiga, pemisahan tegas antara pekerjaan komersial dan jurnalistik; pekerjaan yang berpotensi konflik kepentingan dilakukan di luar ranah pemberitaan.

3 Teknik Menghadapi Wawancara Media, Wajib Dipelajari!
Hilmi menjaga independensi dengan diversifikasi pendapatan, transparansi, dan memisahkan pekerjaan komersial dari jurnalistik. (Foto oleh user2846165/Freepik)

Baca Juga: Jurnalis Senior Leo Galuh Membagikan Cara Menjadi Freelancer Media Asing

Di praktiknya, Hilmi juga menjaga jaringan solidaritas dengan jurnalis lain: bertukar informasi soal klien bermasalah, berbagi standar tarif, dan saling membantu akses hukum jika menghadapi ancaman. 

“Saya percaya, solidaritas semacam ini esensial untuk memperkuat posisi tawar pekerja lepas dan memperkecil ruang bagi praktik yang merusak independensi,” ucapnya.

Kesimpulan

Hilmi Abdul Halim menekankan bahwa independensi jurnalis freelance bukan hanya soal kebebasan menulis, tetapi juga terkait penghasilan yang layak, keselamatan kerja, dan etika.

Tekanan ekonomi, kepentingan komersial, dan risiko keselamatan membuat kebebasan editorial sering terbatas, sehingga jurnalis lepas harus pandai menyeimbangkan idealisme dan kebutuhan hidup.

Untuk menjaga integritas, Hilmi memisahkan pekerjaan komersial dan jurnalistik, mendiversifikasi pendapatan, bersikap transparan, dan membangun solidaritas dengan jurnalis lain.

Langkah-langkah ini memperkuat posisi tawar, menjaga suara independen, dan membantu jurnalis bertahan di tengah tantangan industri media yang terus berubah.

Wawancara dengan Hilmi Abdul Halim dilakukan pada Kamis, 11 September 2025. Percakapan ini telah diedit agar lebih ringkas.

Let's Amplify Your Voice Together

Tell us about your project, and we will get back to you within one business day.

Contact Us!
Contact Us!
RadVoice Indonesia
Hello
Can we help you?