Selama Menulis Biografi, Inilah Proses yang Sylvie Tanaga Jalani

Penulis lepas Sylvie Tanaga membahas negosiasi dengan klien, pendekatan terhadap penulisan, dan kebiasaan membaca buku.

Penulis lepas Sylvie Tanaga selalu memegang prinsip “menjaga kedisiplinan” ketika menulis biografi tentang berbagai tokoh terkemuka Indonesia.

“Poin paling krusial adalah menjaga kedisiplinan. Tanpa kedisiplinan, kita akan mudah kehilangan stamina menulis di tengah jalan,” kata Sylvie.

Sylvie telah menerbitkan biografi dr. Lie Dharmawan (penggagas doctorSHARE/Yayasan Dokter Peduli) dan Almh. Yanti Radjagukguk (ibu Ps. Alvi Radjagukguk). Selain itu, ia juga pernah menulis untuk berbagai media seperti The News Lens International di Taiwan dan TODAY Online di Singapura.

Jadi, apakah strategi terbaik menulis biografi? Sylvie Tanaga membagikan berbagai tipsnya kepada RadVoice Indonesia.

Apakah tips-tips Anda untuk menulis biografi seorang tokoh? Apakah yang telah Anda pelajari selama ini?

“Jangan abaikan proses riset untuk memahami konteks. Kehidupan seorang manusia tak pernah muncul di ruang hampa, selalu ada konteks yang melingkupinya.

“Memahami konteks dengan baik akan menghindarkan penulis dari jebakan mengglorifikasi tokoh di luar konteksnya, sekaligus memudahkan pembaca menginterpretasinya sesuai konteks hari ini.

“Kehidupan seorang manusia tak pernah muncul di ruang hampa, selalu ada konteks yang melingkupinya,” ujar Sylvie. (Foto oleh Daniyah Az Zahra)

“Wawancara dengan narasumber bukanlah bahan tunggal untuk menulis biografi atau artikel profil.

Baca juga: 5 Tips Wawancara Narasumber untuk Artikel Profil, Wajib Diperhatikan!

“Poin berikutnya, pahami dengan baik karakter tokoh yang akan ditulis dengan baik, pahami juga target audiensnya.

“Secara pribadi, saya tidak suka menarasikan seorang tokoh dengan kiat-kiat yang bernada menggurui pembaca. Pengalaman tiap manusia berbeda.

“Tantangan penulis adalah mencari jalan terbaik agar riwayat tokoh ternarasikan dengan baik sekaligus bisa relevan dengan pembacanya, meski harus disadari pula bahwa relevansi seringkali tergantung pada interpretasi pembaca.

“Terakhir, posisikan juga diri kita sebagai pembaca. Bayangkan jika kita adalah pembaca dari buku yang kita tulis.

“Apakah isi buku tersebut menarik? Apakah relevan bagi kehidupan kita sehari-hari? Apakah gaya bahasa yang digunakan nyaman untuk dibaca? Adakah insight penting yang diperoleh? Jika kebanyakan jawabannya belum, berarti kita perlu mengkaji kembali tulisan-tulisan kita.”

Anda telah berpengalaman menulis biografi. Bagaimanakah Anda menarasikan kisah tokoh-tokoh tersebut?

“Hal terpenting sebelum menulis biografi adalah mengenali tujuan dari pembuatan biografi itu sendiri.

“Apakah biografi tersebut sekadar ingin menarasikan riwayat hidup secara kronologis? Atau ingin menarasikan sepenggal momen hidup yang paling krusial? Atau ingin menekankan pemikiran-pemikiran? Sepakati dulu tujuan penulisan buku biografi ini bersama tokoh yang bersangkutan.

“Secara pribadi, saya menganggap penting proses riset sebelum wawancara.

“Riset awal ini penting sekali dilakukan untuk memahami tanggapan awal atau top of mind masyarakat terhadap tokoh yang akan ditulis, sekaligus memahami konteks yang paling melekat pada tokoh tersebut.

“Baru setelahnya dilakukan proses wawancara sesuai kesepakatan. Selama proses wawancara, kita perlu peka dengan kondisi dan stamina orang-orang yang kita wawancara.

Baca juga: 3+ Tips Wawancara Narasumber dari Glandy Burnama

“Tahapan pra-penulisan (riset, wawancara, transkrip) ini sangat penting diperhatikan karena akan menentukan kualitas tulisan.

“Sebelum menulis, biasanya saya menyepakati terlebih dahulu kerangka besar dan poin-poin yang akan disampaikan dalam buku, gaya bahasa sesuai target audiens, dan timeline. Barulah setelahnya mulai menulis sesuai timeline.

“Jika ada poin yang belum dimengerti, saya tidak sungkan bolak-balik meminta konfirmasi sembari memperdalam riset.”

Bagaimanakah Anda mengembangkan pertanyaan-pertanyaan wawancara yang insightful selama menulis biografi?

“Ide pertanyaan tidak muncul dengan sendirinya.

“Sekali lagi, riset adalah kunci untuk menyusun daftar pertanyaan sekaligus menggali konteks yang berkaitan dengan kehidupan si tokoh.

“Sumber riset bisa berasal dari buku dan internet, bisa juga lewat diskusi pendahuluan dengan rekan-rekan kita sendiri untuk memahami hal-hal apa saja yang dirasakan penting bagi para calon pembaca. 

Sylvie Tanaga selalu melakukan riset mendalam sebelum menyusun daftar pertanyaan wawancaranya dan mewawancarai narasumbernya. (Foto oleh Sherly Tanaga)

“Selanjutnya, susunlah daftar pertanyaan dengan jenis pertanyaan-pertanyaan terbuka (bagaimana…, tolong ceritakan…).

“Kalimat pertanyaan harus sederhana dan tidak bercabang sehingga yang diwawancara mudah memahami pertanyaannya sekali dengar dan lebih leluasa mengungkapkan pendapatnya.

“Jika sudah riset sebelum wawancara, kita bisa lebih cepat melempar pertanyaan-pertanyaan konfirmasi dari jawaban-jawaban yang baru saja mereka lontarkan.”

Wawancara dengan Sylvie Tanaga dilakukan pada Rabu, 3 April 2024. Percakapan ini telah diedit agar lebih ringkas.

Contact Us!
Contact Us!
RadVoice Indonesia
Hello
Can we help you?