Dalam dunia startup, hubungan media memainkan peran penting dalam membangun citra, menarik investor, dan memberikan informasi kepada publik.
RadVoice Indonesia berbicara dengan Putra Muskita, seorang wartawan bisnis dan teknologi.
Putra saat ini bekerja sebagai jurnalis dan editor lepas untuk Tech in Asia, media teknologi berbasis di Singapura dan Indonesia. Ia juga menulis untuk The Jakarta Post dan mengerjakan beberapa proyek pribadi.
Sebelum menjadi jurnalis lepas, Putra menghabiskan sekitar 5,5 tahun sebagai wartawan dan editor purnawaktu Tech in Asia di Singapura dan Jakarta. Ia sempat bergabung dengan tim komunikasi regional di Grab.
Setelah berkarya di dua bidang, Putra Muskita menyadari bahwa ada hal-hal yang dapat startup lakukan untuk menjalin hubungan media yang lebih erat.
Putra Muskita Membagikan Tips Hubungan Media untuk Startup
Dalam wawancara ini, Putra Muskita membagikan pandangannya tentang apa yang harus diperhatikan oleh agensi PR, startup, dan praktisi komunikasi dalam membina hubungan media, serta tantangan yang sering dihadapi dalam proses tersebut.
Menurut Anda, apa tren teknologi paling menarik di Indonesia dari kacamata sebagai jurnalis?
“Saya bergabung dengan Tech in Asia pada saat industri teknologi di Indonesia lagi booming, yaitu ketika perusahaan seperti Gojek dan Tokopedia pertama kali menjadi unicorn (istilah startup dengan nilai valuasi di atas 1 miliar dolar Amerika).
“Saya cukup beruntung bisa menjadi saksi dari dekat saat itu, sampai akhirnya mereka IPO.
“Sekarang, industri ini sudah sangat berubah. Performa perusahaan-perusahaan ini setelah IPO tidak sesuai dengan ekspektasi banyak pihak, terutama dari segi profitabilitas atau kinerja harga saham.
“Selain itu, investor dan venture capital (lembaga penyertaan modal) juga sudah mengubah pendekatan mereka.
“Dulu, valuasi dan investasi didasarkan pada hipotesis, tetapi sekarang dengan semakin matangnya industri, hipotesis tersebut sudah bisa terbukti, entah benar atau salah.
“Yang menarik sekarang adalah tuntutan terhadap profitabilitas. Perusahaan yang dulu fokus pada pertumbuhan kini harus berpikir tentang cara mencapai profitabilitas, yang memaksa mereka untuk melakukan banyak perubahan, seperti pengurangan karyawan atau bahkan menjual lini bisnis.”
Apa yang menjadi perhatian Anda saat meliput isu-isu teknologi di Indonesia?
“Indonesia unik karena kita adalah pasar terbesar di Asia Tenggara. Investor menganggap kalau sebuah startup bisa menang di Indonesia, mereka bisa menang di ASEAN.
“Namun, memenangkan Indonesia itu tidak mudah. Banyak orang hanya mengenal Jakarta atau Bali, tetapi jika kita melihat daerah-daerah lainnya, ada banyak perbedaan dan kesenjangan yang mencolok.
“Sekarang, semua perhatian tertuju pada profitabilitas. Pertanyaannya bukan lagi soal berapa banyak pengguna atau GMV yang didapat, tetapi apakah bisnis ini bisa bertahan tanpa subsidi?
“Di masa resesi seperti sekarang, startup dituntut untuk mengurangi biaya, termasuk subsidi. Di sisi lain, konsumen Indonesia yang sudah terbiasa dengan diskon menjadi lebih sensitif terhadap harga. Startup yang bisa bertahan dalam kondisi ini akan menjadi yang terdepan.”
Ketika PR agency mengirimkan press release tentang klien mereka di sektor teknologi, apa yang biasanya Anda perhatikan?
“Industri teknologi berkembang dengan sangat cepat. Hal yang mungkin newsworthy bulan ini, bisa saja tidak relevan lagi bulan depan.
“Dulu, GMV adalah metrik penting yang banyak diberitakan, tapi sekarang mungkin relevansinya sudah menurun. Jadi, PR agency harus selalu up-to-date.
“PR juga harus tahu bahwa tidak semua berita relevan untuk semua media. Misalnya, berita tentang startup yang bekerja sama dengan kementerian mungkin menarik bagi media umum, tetapi untuk media seperti Tech in Asia, itu mungkin tidak terlalu penting.
“Yang paling penting bagi jurnalis adalah data. Angka-angka dan fakta konkret sangat membantu dalam membuat cerita lebih kuat.”
Apa saja yang harus diperhatikan oleh PR agency maupun praktisi komunikasi ketika ingin menjalin hubungan media dengan jurnalis teknologi?
“Ada beberapa tim PR yang melakukan pekerjaannya dengan sangat baik, dan salah satu hal yang mereka lakukan adalah terlibat aktif dalam diskusi.
“Di Indonesia, banyak PR atau founder yang agak waspada terhadap media, mungkin karena takut berhadapan dengan clickbait.
“Namun, di media seperti Tech in Asia, kesempatan untuk berbicara on background atau off the record sering kali tidak dimanfaatkan dengan baik.
“Berbicara secara on background atau off the record memungkinkan founder dan PR untuk memberikan wawasan lebih dalam tanpa rasa takut bahwa semua yang mereka katakan akan langsung dipublikasikan. Ini bisa membantu jurnalis menulis cerita yang lebih seimbang dan mendalam.”
Apa saja don’ts oleh startup ketika mereka ingin memperkuat hubungan media?
“Banyak founder pertama kali terlalu terikat emosional dengan startup mereka, karena itu adalah ‘bayi’ mereka.
“Ini membuat mereka sulit menerima kritikan atau berita negatif, bahkan yang berdasarkan fakta sekalipun.
“Hal ini terutama terjadi ketika mereka belum pernah berinteraksi dengan media sebelumnya dan tidak terbiasa dengan praktik jurnalistik yang umum, seperti pertanyaan sensitif.
“Di sinilah pentingnya peran PR untuk menjembatani founder dan media, membantu founder memahami bahwa media tidak selalu bertindak untuk menyerang, tetapi untuk mencari kebenaran.”
Lalu, apa do’s-nya?
“Founder startup harus membangun hubungan dengan media sejak dini dan secara proaktif.
“Jurnalis sering mendapat ide cerita dari berbagai sumber, dan jika terjadi sesuatu yang negatif, sangat membantu jika jurnalis sudah memiliki kontak langsung dengan startup.
“Ketika jurnalis menulis berita negatif, mereka ingin cerita tersebut seimbang.
“Untuk itu, mereka butuh partisipasi dari startup yang terlibat. Jadi, menjalin hubungan yang baik dengan media dari awal sangat penting.”
Kesimpulan
Hubungan antara startup, PR agency, dan media sangat penting dalam membentuk citra perusahaan dan melaporkan berita dengan berimbang.
Menurut Putra Muskita, para pendiri startup perlu lebih terbuka terhadap kritik dan memahami dinamika media, sementara PR agency harus selalu relevan dan proaktif dalam berkomunikasi dengan jurnalis.
Kolaborasi yang baik antara semua pihak akan menciptakan lingkungan yang kondusif guna menghasilkan liputan yang informatif.
Wawancara dengan Putra Muskita dilakukan pada Kamis, 26 September 2024. Percakapan ini telah diedit agar lebih ringkas.