Seni Mendengar dalam PR: Pelajaran dari Mindful Parenting ala Shandy Jessica

mindful parenting shandy jessica

Mindful parenting kerap kali hanya dianggap sebagai pola asuh, padahal esensinya lebih dari itu. Mulai dari belajar hadir, menahan reaksi otomatis, hingga memilih untuk mendengarkan. 

Prinsip serupa ternyata dapat diterapkan dalam dunia public relations, di mana komunikasi yang baik dimulai dengan benar-benar mendengarkan dan memahami, bukan sekadar menjawab. 

Shandy Jessica, parent educator yang kini berdomisili di Yogyakarta, mengajak orangtua untuk membangun hubungan yang lebih terbuka dan bermakna dengan anak. 

Sejak dua tahun terakhir, Shandy rutin memfasilitasi sesi 1-on-1 mentoring offline dan online, hingga menjadi fasilitator dalam tema terkait parenting.

Baca juga: Mengapa Public Speaking bagi PR Bukan Pilihan tapi Kebutuhan Menurut Praktisi Citta Nandini

mindful parenting shandy jessica
Shandy saat menjadi pembicara di acara podcast Raditya Dika. (Semua foto oleh Shandy Jessica)

Ketika hadir penuh dalam pengasuhan, komunikasi pun diyakini menjadi lebih bermakna. 

Prinsip ini juga relevan bagi PR, di mana mendengarkan menjadi dasar komunikasi yang efektif dalam menjalin relasi. 

RadVoice Indonesia telah berbincang dengan Shandy membahas tentang mindful parenting dan relevansinya dengan dunia PR. Berikut selengkapnya. 

Mindful Parenting ala Shandy Jessica

Pada prinsipnya, mindful parenting adalah cara mengasuh dengan kesadaran dan kehadiran penuh. Bukan mengontrol, tapi untuk terkoneksi. 

Shandy mengatakan, fokus mindful parenting bukan pada reaksi cepat, tapi respons yang berasal dari empati dan kehadiran orangtua yang otentik. Dengan demikian, interaksi dengan anak menjadi lebih bermakna. 

“Jika bicara pola komunikasi, orangtua umumnya merespons anak secara otomatis dan sering dengan nada mengoreksi atau mendesak. Mindful parenting ‘menggeser’ fokus dari kontrol ke koneksi, dari reaksi cepat menuju respons yang sadar,” katanya. 

Dalam mindful parenting, intensi mendengar bukan sekadar menjawab tapi untuk memahami. 

“Akan sangat berbeda antara keduanya, bukan?” ucap Shandy. 

mindful parenting shandy jessica
Shandy saat memberikan materi dalam pertemuan online.

Orangtua yang tumbuh dalam didikan sulit mendengar tanpa menghakimi, berpotensi  untuk mengulang pola yang sama ke anaknya. 

Di sinilah butuh upaya lebih untuk mencari cara agar pulih dari trauma generasional. 

“Belajar mengendalikan ego, belajar melihat anak sebagai pribadi yang utuh tanpa menyepelekan, dan belajar bahwa mendengarkan adalah salah satu wujud cinta paling nyata untuk anak,” tuturnya. 

Belajar Mendengar dari Mindful Parenting dalam PR

Menurut Shandy, mindfulness pada dasarnya dapat diterapkan di semua bidang kehidupan, termasuk dalam PR. 

“Kuncinya adalah hadir penuh, tidak reaktif, dan dapat mengelola komunikasi yang empatik agar terbangun trust dari klien,” jelasnya. 

Kehadiran penuh ini juga bukan berarti sekadar hadir secara fisik, tapi benar-benar menyimak tanpa menyela. 

Baca juga: Ancaman bagi PR di Era Deepfake AI

Dalam konteks PR, ini berarti memahami kebutuhan klien sepenuhnya sebelum menyusun strategi komunikasi yang relevan.

Pendekatan mindful parenting juga mengajarkan praktik empati seperti mendengar dengan intensi memahami dan merespons dengan sadar, bukan reaktif. 

Orangtua dilatih tidak buru-buru menghakimi anak, justru memahami perasaan dan kebutuhan di balik perilakunya. 

“Sejala dengan PR, empati dalam menyimak suara publik atau konsumen bukan hanya untuk menyiapkan jawaban tandingan, tapi memahami konteks dan isinya lalu merespons dengan sikap empatik,” ucap Shandy. 

Dengan sikap yang tidak reaktif, praktisi PR dapat merespons suatu krisis dengan tenang dan lebih terarah. 

Tantangan Modernitas dalam Praktik Mindful Parenting

Tantangan utama dalam praktik ini adalah modernitas di tengah dunia yang bergerak semakin cepat. 

Shandy menilai, banyak orang merasa harus semakin cepat dan produktif tanpa memahami cara berhenti atau mengerem dari tuntutan tersebut. 

mindful parenting shandy jessica
Shandy saat sesi mentoring bersama orangtua dan anak.

Jika dikaitkan dengan pengasuhan, semakin banyak anak yang hidup dalam keterburu-buruan atau disebut dengan istilah hurried child syndrome oleh psikolog Davis Elkind.

“Tantangan lainnya, tidak jarang juga orangtua yang sudah paham pentingnya berjeda dan hadir dalam pengasuhan, tidak berdaya mengubah pola yang sudah telanjur mengakar. Peran mentor harapannya sedikit banyak dapat membantu,” katanya. 

Shandy merekomendasikan buku Not So Fast  karya Ann Kroeker untuk memahami bagaimana mindful parenting mengubah orangtua untuk dapat menikmati peran dan tanggung jawabnya agar bisa melihat pengasuhan sebagai berkat, bukan beban. 

Kesimpulan

Mindful parenting bukan sekadar pendekatan dalam mengasuh anak, melainkan cara untuk hadir, bersikap empati, dan kesadaran dalam setiap interaksi. 

Nilai-nilai tersebut ternyata sangat relevan diterapkan dalam dunia PR yang juga menuntut kepekaan dalam membangun relasi, mendengarkan, dan merespons dengan hati.

Praktik berjeda menjadi salah satu upaya untuk dapat mendengarkan dan memahami di tengah dunia yang serba cepat. 

Sebagai orangtua maupun praktisi PR, tetap perlu untuk selalu hadir secara utuh, mendengarkan dan memahami, hingga membangun koneksi. 

Wawancara dengan Shandy Jessica dilakukan pada Kamis, 12 Juni 2025. Percakapan ini telah diedit agar lebih ringkas.

Let's Amplify Your Voice Together

Tell us about your project, and we will get back to you within one business day.

Contact Us!
Contact Us!
RadVoice Indonesia
Hello
Can we help you?