Meliput isu perempuan dan minoritas membutuhkan ketelitian dan kesadaran yang mendalam terhadap berbagai tantangan yang dihadapi kelompok-kelompok ini.
Konde.co, sebuah media yang mengusung perspektif perempuan dan minoritas, berbagi beberapa kiat dalam mengelola konten serta memberikan pandangan yang lebih inklusif dan adil.
Nurul Nur Azizah, Managing Editor Konde.co, berbagi cerita kepada RadVoice Indonesia bagaimana ia menjaga kualitas konten sambil tetap menjaga perspektif feminis yang kuat.
Peran Redaksi dalam Mengawal Konten Isu Perempuan dan Minoritas
Meliput isu perempuan dan minoritas bukan hanya soal topik yang diangkat, tapi juga tentang cara mengemasnya.
Sebagai redaktur senior, Nurul menjelaskan bahwa proses pengelolaan konten di Konde.co melibatkan koordinasi intensif dengan tim editor, reporter, penulis eksternal, dan pekerja magang.
Tim Konde.co menyusun panduan penulisan feminisme yang selama ini dijalankan secara internal, menyelenggarakan pelatihan internal, hingga mengadakan evaluasi rutin terhadap semua produk jurnalistik.
“Ini penting untuk memastikan semua konten tetap pada frekuensi yang sama, yakni memperjuangkan isu perempuan dan minoritas,” kata Nurul.

Redaksi juga aktif memantau penggunaan kata-kata agar tetap inklusif dan tidak bias. Nurul memberikan contoh, pemilihan kata “pekerja seks” alih-alih “PSK”, atau “orang dengan disabilitas” daripada istilah “cacat”.
Menurut Nurul, perubahan semacam ini bukan hanya soal istilah, melainkan bagian dari upaya untuk membongkar bahasa yang diskriminatif.
Baca juga: 3 Tips Menulis Konten Sensitif Gender, Hindari Kalimat Seksis!
Tantangan Menulis dengan Perspektif Perempuan
Meliput isu perempuan dan minoritas membutuhkan kepekaan dalam memilih kata.
Menurut Nurul, tantangan terbesar dalam menyunting konten adalah memastikan narasi tidak menyudutkan kelompok rentan.
“Kesalahan umum yang sering terjadi adalah ketika penulis masih menggambarkan korban tanpa agensi, seolah-olah mereka tidak punya kekuatan untuk melawan,” kata Nurul.
Hal ini berarti, penulis seringkali menggambarkan korban sebagai pihak yang pasif, tanpa menunjukkan kemampuan mereka untuk bertindak atau melawan ketidakadilan yang dialami.
Selain itu, Nurul menambahkan, masih banyak penulis yang tanpa sadar memperkuat stereotip gender. Misalnya, menganggap kerja domestik sebagai beban eksklusif perempuan.
Untuk mengatasi hal ini, Konde.co mewajibkan sesi orientasi dan pelatihan perspektif feminis bagi semua penulisnya. Mereka juga didorong untuk memperluas jaringan dan belajar dari aktivis serta komunitas yang punya nilai serupa.
Baca juga: Kiprah Betty Herlina Menyuarakan Kesetaraan Lewat Bincang Perempuan
Dalam penyelarasan bahasa, Nurul berperan dalam memastikan tulisan yang akan dimuat sudah jelas, lugas, dan mengalir dengan baik.
Dikarenakan mayoritas pembaca Konde.co adalah generasi milenial dan gen Z, Nurul juga terus memastikan agar gaya bahasanya terus relevan dengan kebutuhan anak muda. Namun, pastinya tetap bisa diterima juga untuk berbagai generasi lainnya.

Tantangan lainnya adalah memastikan semua penulis konten memiliki perspektif yang sama dalam isu perempuan dan minoritas.
“Peran Managing Editor di sini, menjaga frekuensi ini tetap terpancar pada garis perjuangan sesuai nilai yang kami perjuangkan. Mulai dari memastikan tidak ada bias-bias dalam narasi konten sampai meningkatkan kualitas penulisan konten,” ujarnya.
Baca juga: Memahami Istilah Jurnalisme Konstruktif: Dari Sensasi ke Solusi
Membumikan Konsep “The Personal is Political” dalam Meliput Isu Perempuan dan Minoritas
Menurut Nurul, inti dari menulis dengan perspektif perempuan adalah memahami bahwa “yang personal itu politis”.
Artinya, pengalaman perempuan tidak dapat dipisahkan dari sistem sosial dan politik yang, menurut Nurul, kerap didominasi oleh sistem patriarki.
“Patriarki itu membentuk cara kita berpikir dan melihat dunia. Maka, saat menulis, kita perlu mengungkap dan melawan bias-bias yang sudah tertanam dalam masyarakat,” ungkapnya.
Inilah yang menjadikan liputan Konde.co selalu relevan dan tajam dalam membaca ketimpangan sistemik yang kerap tersembunyi di balik narasi media konvensional.

Nurul mengakui, meliput isu perempuan dan minoritas bukanlah pekerjaan yang mudah.
Tantangan yang dihadapi sangat kompleks, dan sering melibatkan ketidaksetaraan, diskriminasi, dan stereotip yang sudah mendalam di masyarakat.
Selain itu, para jurnalis juga harus berhati-hati dalam pemilihan diksi dan narasi agar tidak memperburuk atau memperkuat stigma yang ada. Menurutnya, dibutuhkan kepekaan dan pemahaman mendalam untuk menyampaikan cerita secara adil dan akurat.
Namun, Nurul menyebutkan, dengan sistem kerja yang inklusif, pelatihan berkelanjutan, dan semangat kolektif yang kuat, ia dan Konde.co terus berusaha menjadi ruang aman dan progresif bagi semua suara yang selama ini terpinggirkan.
Kesimpulan
Meliput isu perempuan dan minoritas membutuhkan kepekaan, ketelitian, dan konsistensi dalam menjaga nilai-nilai inklusivitas.
Di Konde.co, peran Managing Editor seperti Nurul Nur Azizah menjadi krusial dalam memastikan setiap konten tetap berada dalam garis perjuangan feminis.
Dari penyuntingan narasi hingga pelatihan penulis, semua dilakukan demi menghadirkan jurnalisme yang adil dan memberdayakan.
Pendekatan yang memperhatikan berbagai lapisan pengalaman dan penggunaan bahasa yang inklusif menjadikan Konde.co ruang yang aman sekaligus progresif, tempat pengalaman perempuan dan minoritas bisa disuarakan dengan penuh makna.
Wawancara dengan Nurul Nur Azizah dilakukan pada Rabu, 23 April 2025. Percakapan ini telah diedit agar lebih ringkas.