Pahami 5 Etika Wawancara Narasumber Secara Tertulis

etika wawancara narasumber

Etika wawancara narasumber di media tak hanya dilakukan saat bertemu langsung atau tatap muka. 

Dalam praktik jurnalistik masa kini, terutama di media online, wawancara kerap dilakukan secara tertulis melalui berbagai platform seperti WhatsApp maupun aplikasi pesan lainnya. 

Cara ini menjadi pilihan banyak jurnalis media online karena dianggap lebih praktis dan efisien, terutama ketika narasumber memiliki keterbatasan waktu atau lokasi. 

Meski tanpa bertemu langsung, etika wawancara narasumber secara tertulis juga tetap harus dijaga demi menjaga akurasi dan profesionalitas.

RadVoice Indonesia akan menjelaskan lebih lanjut tentang etika wawancara narasumber secara tertulis. Berikut ulasannya.  

Bagaimana Etika Wawancara Narasumber Secara Tertulis?

Sebelum menjelaskan bagaimana etika wawancara narasumber secara tertulis, ada baiknya Anda memahami terlebih dulu jenis wawancara tertulis.

Wawancara tertulis adalah jenis wawancara yang dilakukan dengan cara korespondensi antara jurnalis dan narasumber melalui platform tertentu.

Cara ini dinilai efektif karena jurnalis biasanya telah mengantongi nomor ponsel, surat, maupun kontak lain yang memudahkan untuk menghubungi narasumber. 

Baca juga: 3 Alasan Perlu Menyiapkan Daftar Pertanyaan Wawancara Narasumber

etika wawancara narasumber
Jurnalis dapat menghubungi langsung narasumber melalui chat WhatsApp atau surel untuk mengajukan pertanyaa. (Foto oleh Freepik)

Mengutip Liputan6, keuntungan dari wawancara ini adalah informasi yang diberikan narasumber tak terbantahkan karena memiliki bukti kuat yang dituliskan oleh narasumber sendiri. 

Namun kelemahannya, wawancara jenis ini berpotensi membuat informasi tidak jelas. 

Jurnalis kerap terbentur pada keterbatasan medium tulisan karena tidak dapat meminta penjelasan langsung dari narasumber. 

Selain itu, tak semua narasumber bersedia untuk menjawab pertanyaan wawancara secara tertulis. 

Terkadang ada narasumber yang hanya menjawab singkat pertanyaan wawancara tanpa memberikan konteks lebih lanjut. Hal ini yang sering kali menimbulkan kebingungan bagi jurnalis. 

Apa Saja Etika Wawancara Narasumber Secara Tertulis?

Jika wawancara tertulis menjadi satu-satunya cara untuk mendapatkan informasi, ada hal-hal yang perlu diikuti.

Berikut beberapa etika wawancara narasumber yang wajib diperhatikan jurnalis agar informasi yang diberikan lebih maksimal. 

Minta Izin dan Jelaskan Tujuan Wawancara

Sampaikan izin dan tujuan Anda mewawancarai narasumber yang bersangkutan. Pastikan narasumber mengetahui bahwa wawancara ini adalah untuk kepentingan publikasi. 

Perkenalkan diri Anda, jelaskan asal media, kemudian sampaikan topik yang ingin dibahas.

Tunggu sampai narasumber menyatakan bersedia untuk menjawab pertanyaan. Hindari mengutip jawaban tanpa persetujuan narasumber.

Baca juga: Panduan Etika dalam Doorstop untuk Jurnalis

Gunakan Bahasa yang Jelas dan Sopan

Perkenalkan diri dan sampaikan pertanyaan yang ingin diajukan dengan bahasa yang mudah dipahami.

Hindari singkatan atau istilah yang membingungkan. Bersikaplah ramah tapi tetap profesional saat menghubungi narasumber.

etika wawancara narasumber
Salah satu etika wawancara narasumber secara tertulis yang penting adalah memperkenalkan diri dan sampaikan pertanyaan yang ingin diajukan dengan bahasa yang mudah dipahami. (Foto oleh Freepik)

Contohnya sebagai berikut:

Selamat pagi, Pak Arif. Perkenalkan, saya Ani, jurnalis media XYZ. Mohon izin menghubungi Bapak untuk keperluan wawancara. Saya sedang menyusun artikel tentang dampak kebijakan tabungan perumahan rakyat untuk pekerja muda, dan saya lihat Bapak sempat membahas persoalan ini di akun X. Apakah Bapak bersedia menjawab beberapa pertanyaan melalui chat? 

Jangan Mengirim Pesan Berulang

Tak jarang jurnalis harus menunggu lama respons dari narasumber, terutama jika yang bersangkutan merupakan pejabat publik. 

Namun hindari mengirim pesan berulang ke narasumber, apalagi memaksa mereka untuk segera menjawab. 

Selain tak profesional, sikap ini dapat membuat narasumber merasa terganggu dan enggan menjawab pertanyaan Anda di kemudian hari. 

Sabar dan jaga komunikasi dengan baik agar wawancara dapat berjalan lancar. Jika Anda terdesak deadline, Anda dapat mencari alternatif narasumber lain yang relevan dan cepat merespons.

Buat Pertanyaan Sejelas Mungkin

Dalam wawancara tertulis, risiko miskomunikasi lebih tinggi ketimbang tatap muka.

Sampaikan pertanyaan dengan jelas agar narasumber tidak salah mengartikan maksud pertanyaan yang Anda sampaikan.

Miskomunikasi semacam ini sangat mungkin dialami jurnalis ketika salah mengartikan jawaban narasumber. 

Baca juga: Tips Wawancara Menarik dan Berimbang dari Jurnalis Tempo Francisca Christy

etika wawancara narasumber
Etika wawancara narasumber yang tak kalah penting adalah menyampaikan pertanyaan dengan jelas. (Foto oleh Freepik)

Salah satunya pernah dialami jurnalis Nadia Jovita Injilia Riso, yang salah mengartikan jawaban tertulis narasumber yang dikirim kepada reporter.   

Pada sesi perbincangan dengan RadVoice, Nadia menjelaskan bahwa kesalahan bermula dari tiga pertanyaan yang diajukan secara tertulis oleh reporter, sedangkan narasumber hanya menjawab secara singkat tanpa merujuk dengan jelas pertanyaan mana yang dijawab. 

Jika tak diverifikasi ulang kepada narasumber, jawaban tersebut bisa menimbulkan kesalahpahaman pada penulisan artikel. 

Akibatnya, informasi yang dibagikan pun kurang akurat atau bahkan salah konteks.

Hargai Narasumber yang Menolak Menjawab

Apabila narasumber menolak untuk menjawab sebagian atau bahkan seluruh pertanyaan, Anda harus menghormati keputusannya. Jangan memaksa atau menekan narasumber. 

Jika informasi dari narasumber yang bersangkutan sangat dibutuhkan untuk pemberitaan, Anda dapat memberi keterangan dalam artikel bahwa narasumber tersebut menolak menjawab. 

Pastikan juga narasumber mengetahui bahwa jawaban akan dikutip sesuai yang ditulis. Hal ini untuk menghindari jawaban-jawaban yang berpotensi menimbulkan kontroversi. 

Kesimpulan

Wawancara narasumber secara tertulis telah banyak dilakukan oleh jurnalis, khususnya media online. 

Meski tanpa tatap muka, etika wawancara narasumber tertulis tetap harus dijaga agar hasilnya tetap akurat dan profesional.

Mulai dari minta izin dengan jelas, menggunakan bahasa yang sopan dan mudah dipahami, tidak mengirim pesan berulang kali, hingga memverifikasi jawaban narasumber. 

Jurnalis juga wajib menghargai keputusan narasumber yang menolak menjawab.

Dengan menerapkan etika wawancara narasumber ini, hasil wawancara tertulis tetap menghasilkan informasi yang lengkap dan komprehensif.

Let's Amplify Your Voice Together

Tell us about your project, and we will get back to you within one business day.

Contact Us!
Contact Us!
RadVoice Indonesia
Hello
Can we help you?