Cerita visual lewat foto dan video sering kali menjadi penguat dalam sebuah konten demi menyampaikan sebuah pesan agar lebih efektif.
Salah satunya dilakukan Della Yulia Paramita, desainer kreatif Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN), yang kerap membagikan potret kehidupan masyarakat di kawasan konservasi.
Berbekal pengalaman di bidang visual konten digital di penerbit Kepustakaan Populer Gramedia (KPG) sejak 2015 hingga 2022, Della terbiasa mengolah narasi menjadi karya visual yang menarik dan mudah dipahami publik.
Ia juga aktif sebagai freelancer di bidang creative design yang membuat perspektifnya semakin luas dalam mengerjakan berbagai proyek.
RadVoice Indonesia telah berbincang dengan Della tentang pengalamannya membuat cerita visual di YKAN. Berikut selengkapnya.
Cerita Visual lewat Konten Konservasi Alam
Untuk merancang konsep dalam konten atau kampanye YKAN, Della terbiasa mencari beragam referensi visual dari berbagai sumber.
Menurutnya, inspirasi bisa datang di mana saja dan kapan saja.
“Seperti kebanyakan pekerja kreatif, momen pencerahan sering kali datang tiba-tiba, kadang juga lama mangkir berbulan-bulan,” ujar Della.
Ketika kebuntuan tiba, Della biasanya mulai menjelajah platform visual seperti Pinterest atau Cosmos untuk mencari inspirasi.
Ia terkadang cjuga mendapat ide-ide dari film yang ditonton.
Baca juga: Menilik Jurnalisme Visual dengan Donny Fernando, Jurnalis Foto Nat Geo Indonesia

Bukan hanya dari visual yang bergerak dan komposisi warnanya, Della juga terinspirasi dari bagaimana cerita dalam film dikemas.
“Poster film khususnya menjadi salah satu bentuk visual yang sering saya amati. Saya tertarik bagaimana narasi berdurasi 1-2 jam atau lebih bisa dirangkum dalam satu gambar poster,” katanya.
Tak hanya dari media digital, menurutnya, inspirasi juga kerap hadir melalui percakapan, lanskap sehari-hari, bentuk alam, hingga elemen budaya lokal yang ditemui saat di lapangan.
“Bagi saya, referensi visual itu tidak terbatas bentuk atau medium, yang penting adalah bagaimana rasa dan pesan yang tertangkap bisa diterjemahkan kembali menjadi karya yang relevan dan bermakna,” jelasnya.
Menjaga Keaslian Cerita Visual
Salah satu kekuatan YKAN adalah kekayaan dokumentasi dan data berupa foto, video, serta hasil temuan lapangan yang sangat mendalam.
“Justru di situlah tantangannya, karena kontennya yang sangat scientific-based, bagaimana menyampaikannya agar tetap menarik secara visual tanpa menghilangkan kedalaman informasi,” ucap Della.
Langkah pertama untuk tetap menjaga keaslian dalam konten yang dibuat adalah menyesuaikan konteks dengan memahami narasi ditujukan untuk siapa, apa tujuannya, dan di mana akan ditampilkan.
Baca juga: 5 Cara Membuat Press Release Menarik Secara Visual
Della biasanya akan mulai menyusun moodboard visual berupa kumpulan ide atau referensi dari berbagai sumber yang akan dipadukan dengan aset visual di YKAN.
Ia selama ini selalu mengedepankan dokumentasi lapangan sebagai elemen utama dalam desain visual.
“Foto dan video dari lapangan punya kekuatan bercerita yang otentik dan apa adanya. Ilustrasi saya hadirkan sebagai pelengkap untuk memperkuat narasi secara halus, bukan menggantikan realitas,” tuturnya.

Meski demikian, pendekatan cerita visual ini bisa berbeda tergantung proyek yang tengah dikerjakan.
Dalam kampanye sosial Life Music, misalnya, ilustrasi justru menjadi medium utama karena basis narasinya melalui audio yang dipublikasikan melalui Spotify.
Gaya grafis ilustratif dipilih karena dianggap lebih komunikatif dan imajinatif.
“Bagi saya, estetika itu sangat kontekstual dan subjektif. Tidak selalu harus ‘indah’ dalam arti konvensional,” jelas Della.
“Ketika kita memahami dengan jelas siapa audiensnya dan apa pesan yang ingin disampaikan, kita bisa merancang pendekatan visual yang paling tepat, entah itu clean, brutalist, atau eksperimental,” tambahnya.
Dalam menyusun cerita visual, Della juga memastikan informed consent atau proses persetujuan sebelum pengambilan foto maupun video.
Terdapat consent form khusus yang berisi pernyataan persetujuan dari individu yang akan didokumentasikan, baik untuk dewasa maupun anak-anak.
Cerita Visual Berkesan di Misool Utara
Salah satu pengalaman paling membekas bagi Della saat membuat cerita visual adalah ketika mendokumentasikan praktik Sasi di Kampung Aduwei, Raja Ampat.
Sasi adalah bentuk hukum adat yang sudah berlangsung turun-temurun di wilayah timur Indonesia.
Intinya adalah larangan mengambil hasil alam, baik dari darat maupun laut secara berlebih dalam periode waktu tertentu, demi menjaga keseimbangan dan keberlanjutan sumber daya.
Umumnya, praktik ini dijalankan oleh laki-laki. D Aduwei, yang menjalankan Sasi Laut adalah para perempuan.

YKAN membekali mereka dengan keterampilan menyelam, penentuan ukuran hasil laut yang siap dipanen, hingga manajemen keuangan.
Mama-mama di kampung ini melakukan molo, yaity menyelam secara manual tanpa alat bantu, untuk mengambil teripang dan lobster.
Hasil laut yang mereka panen kemudian dikelola bersama melalui koperasi kampung dan dialokasikan untuk kesehatan, pendidikan, dan berbagai kebutuhan lainnya.
“Bagi saya, ini adalah bentuk nyata dari kearifan lokal yang sangat kuat,” kata Della.
“Perempuan di sana bukan hanya menjadi tulang punggung keluarga, tapi juga pilar konservasi laut. Mereka menjaga laut seperti menjaga rumah mereka sendiri dengan cinta, kehati-hatian, dan keberanian,” ucapnya.
Tantangan Membuat Cerita Visual
Tantangan yang kerap dihadapi selama proses menyusun cerita visual untuk YKAN adalah soal akses.
Terlebih saat musim hujan tiba, jalur di sejumlah wilayah yang belum beraspal biasanya akan sulit untuk dilalui.
Della mengingat salah satu pengalaman saat sungai di wilayah Merabu, Kalimantan Timur, yang menjadi satu-satunya jalur transportasi meluap akibat hujan deras.
Imbasnya, ketinting atau perahu kecil yang digunakan tak bisa lewat.
Baca juga: Panduan Memilih Foto dalam Press Release
“Dalam kondisi seperti ini, kami memilih berhenti dan mengikuti arahan masyarakat lokal. Bagi saya, mendengar dan menghormati pengetahuan lokal adalah hal mutlak,” ucapnya.
Tantangan lain juga sering luput disadari adalah menghadapi ego sendiri. “Kita harus tahu batas fisik dan mental sebagai bentuk tanggung jawab. Jangan sampai kehadiran kita justru menjadi beban bagi tim di lapangan,” katanya.
Kesimpulan
Sebagai desainer kreatif di YKAN, Della menyebut pentingnya menjaga keaslian cerita dengan memanfaatkan dokumentasi lapangan dan memahami konteks audiens.
Inspirasi cerita visualnya berasal dari berbagai sumber, mulai dari dari platform digital hingga budaya lokal. Ia juga menjunjung tinggi etika dokumentasi melalui informed consent.
Meski menghadapi berbagai tantangan seperti keterbatasan akses dan kondisi medan, Della tetap menekankan untuk mendengarkan masyarakat lokal dan menjaga fisik serta mental saat di lapangan.
Melalui cerita visual, Della tak hanya menyampaikan pesan, tetapi juga memperkuat nilai-nilai yang hidup di masyarakat.
Wawancara dengan Della Yulia Paramita dilakukan pada Jumat, 30 Mei 2025. Percakapan ini telah diedit agar lebih ringkas.