Reputasi seseorang tak lagi hanya dibangun lewat prestasi di kantor atau rekomendasi dari atasan.
Personal branding di era digital kini bisa dilihat langsung hanya lewat sebuah pencarian nama Anda di Google.
Bagi para profesional muda, baik content creator, jurnalis, penasihat keuangan, dan lainnya, personal branding bukan sekadar pilihan. Ini telah menjadi kebutuhan strategis dalam membangun kepercayaan, kredibilitas, dan peluang.
Sebagai contoh, content creator Suhay Salim menjadi salah satu pengulas rekomendasi skincare dan makeup tepercaya di sosial media Indonesia karena kontennya yang konsisten selama sekitar sepuluh tahun.
Ini menunjukkan bahwa membangun personal branding di era digital menjadi penting untuk profesional muda.

Namun, personal branding kerap disalahpahami. Banyak yang mengira harus jadi influencer, punya ribuan followers, atau tampil “jualan diri” setiap hari di media sosial.
Padahal, membangun citra diri yang kuat bisa dimulai dari langkah-langkah sederhana dan otentik.
Radvoice Indonesia akan membantu Anda memahami cara membangun personal branding yang otentik dan relevan di era digital.
Baca juga: 6 Jenis Konten LinkedIn untuk Perkuat Personal Branding Anda
Langkah untuk Membangun Personal Branding di Era Digital
1. Kenali Diri Sebelum Menyusun Strategi
Personal branding bukan dimulai dari platform, tapi dari purpose.
Sebelum menentukan akan aktif di LinkedIn atau membangun personal website maupun di sosial media seperti TikTok dan Instagram, tanyakan dulu ke diri sendiri:
- Nilai: Apa nilai yang ingin Anda wakili?
- Keahlian: Apa keahlian utama yang ingin Anda bawa ke ruang profesional?
- Ciri khas: Hal apa yang ingin orang ingat ketika mendengar nama Anda?
Proses ini bisa dilakukan lewat refleksi pribadi, tes kepribadian profesional (seperti MBTI), atau sekadar diskusi jujur dengan orang terdekat.
Semakin mengenali diri sendiri, semakin kuat fondasi brand pribadi yang Anda bangun.
Salah satu contohnya yaitu dari cara dibangunnya akun edukasi saham Ellen May, baik di YouTube maupun Instagram.
Dia mengulas mengenai saham dari garis besar Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), hingga emiten tertentu yang sedang ramai dibahas.
2. Bangun Eksistensi yang Konsisten di Platform Digital
Setelah tahu siapa Anda, sekarang saatnya mengatur bagaimana orang lain melihat Anda.
Di dunia digital, tampilan online Anda sebaiknya mencerminkan nilai yang ingin ditunjukkan.
Salah satu akun Instagram yang konsisten membangun keberadaannya yaitu biasalahanakmuda (BAMS).
Setiap hari Sabtu, mereka membuat topik Kajian Bams pada Instagram Story-nya, mengulas arsitektur rumah selebritas hingga fasilitas umum di berbagai kota dan negara.

Optimalkan LinkedIn
Gunakan foto profesional, headline yang informatif (bukan sekadar jabatan), dan ringkasan yang bercerita.
Pakailah kata kunci yang relevan dengan bidang agar profil Anda mudah ditemukan oleh rekruter atau kolaborator.
Pertimbangkan Website atau Portfolio Digital
Keberadan situs web atau portfolio digital penting, apalagi jika Anda bekerja di bidang kreatif, teknologi, komunikasi, atau freelance.
Website sederhana dengan informasi tentang Anda, proyek, dan testimoni bisa jadi alat bantu profesional yang kuat.
Konsistensi Visual dan Narasi
Gunakan nada yang sama di seluruh kanal.
Apakah Anda ingin tampil sebagai orang yang hangat dan suportif, atau analitis dan fokus pada solusi? Pilih gaya visual dan bahasa yang sesuai dengan karakter tersebut.
Mulai dari Konten Kecil dan Bermakna
Konten adalah cara Anda menunjukkan nilai, bukan hanya menginformasikan posisi.
Anda tidak harus menjadi penulis ulung atau punya studio konten. Mulailah dari yang sederhana:
Bagikan Insight dari Pengalaman Kerja Sehari-hari
Apa pelajaran penting dari proyek terakhir Anda? Apa tantangan unik yang Anda hadapi, dan bagaimana cara menyelesaikannya?
Pilih Satu atau Dua Topik Utama yang Konsisten
Ini bisa berupa bidang keahlian (seperti marketing digital, HR, atau analisis data) atau nilai personal (seperti inklusivitas, kepemimpinan kolaboratif, dan lainnya).
Sebagai contoh, pada akun Instagram kreator Guff Perdana, kontennya konsisten hanya pada pembahasan karakter zodiak dan merangkai percakapan dengan diri sendiri.
Gunakan Storytelling
Cerita jauh lebih kuat dari sekadar daftar pencapaian. Orang akan lebih mengingat narasi dibanding angka.
Baca juga: Membangun Personal Branding di LinkedIn dengan Septia Rahma Khairunnisa

4. Bangun Jaringan, Bukan Sekadar “Koneksi”
Salah satu kekuatan utama dari personal branding yang solid adalah trust network, di mana orang-orang percaya dan bersedia membuka jalan untuk Anda.
Ikuti Forum, Webinar, dan Komunitas yang Terkait dengan Bidang Anda
Ini memperluas wawasan sekaligus memperlihatkan komitmen untuk berkembang.
Terlibat Aktif di Media Sosial Profesional
Bukan sekadar “like”, tapi beri komentar bermakna, berdiskusi, dan bahkan berbagi pemikiran Anda sendiri.
Reach Out secara Pribadi
Jika Anda mengagumi seseorang di bidang yang diminati, jangan ragu mengirim pesan sopan via LinkedIn. Banyak kolaborasi hebat dimulai dari percakapan yang tulus.
5. Jaga Reputasi Digital dengan Etika dan Otentisitas
Personal branding yang kuat tidak hanya soal terlihat hebat, tapi juga terlihat benar.
Ini menyangkut konsistensi, etika, dan cara Anda merespons kritik atau perbedaan pendapat.
Jangan Ikut Tren untuk Viral
Apa yang relevan untuk orang lain belum tentu sesuai dengan brand Anda.
Tanggapi Interaksi dengan Profesionalisme
Baik itu komentar negatif, pujian, atau pertanyaan, jawablah dengan kepala dingin dan empati.
Rutin Google Nama Anda
Lihat apa yang muncul dan pastikan itu mencerminkan versi terbaik dari diri Anda. Bersihkan jejak digital yang tidak relevan atau bisa disalahartikan.
Kesimpulan
Personal branding merupakan proses yang dibentuk selama berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun, dan bukan sesuatu yang bisa selesai dalam semalam.
Ini proses panjang yang tumbuh bersama pengalaman dan perjalanan karier.
Yang penting, Anda melangkah secara sadar. Tidak hanya bekerja keras, tapi juga memastikan kerja keras Anda bisa terlihat dan dipahami oleh orang lain dengan cara yang tepat.
Di era digital, kepercayaan dibangun bukan hanya dari CV, tapi juga dari narasi yang Anda bangun secara konsisten.