Table of Contents
Subscribe to Insights and Updates

Membangun Personal Branding di LinkedIn dengan Septia Rahma Khairunnisa

Septia Rahma Khairunnisa membagikan beberapa tips menulis di LinkedIn.

Membangun personal branding dengan rutin menulis di LinkedIn memiliki banyak manfaat bagi para eksekutif dan pengikutnya di media sosial tersebut.

Septia Rahma Khairunnisa, penulis lepas yang saat ini berbasis di Amsterdam, Belanda, awalnya bekerja untuk sebuah agensi internasional yang membantu eksekutif-eksekutif membangun personal branding.

Sampai kepada suatu titik di mana ia terpikir untuk membangun personal branding pribadi.

“Mulailah saya coba-coba nge-post sendiri di LinkedIn. Hasilnya lumayan. Sekarang udah sempet kemarin ada yang undang juga buat podcast, terus jadi join agensi juga sekarang di Kanada dan perusahaan atau eksekutif perusahaan di seluruh dunia untuk ngebantu mereka membangun personal branding,” ujarnya.

Ilustrasi LinkedIn. (Foto oleh ijeab/Freepik)

Sebelum mengerjakan proyek-proyek penulisan untuk klien beragam sektor di berbagai negara, Septia berprofesi sebagai jurnalis TVR Parlemen, stasiun televisi dan radio di bawah DPR RI. Ia pun sempat menjadi copywriter dan content writer lepas untuk perusahaan-perusahaan di Belanda dan Kanada.

Bagaimana Cara Membangun Personal Branding di LinkedIn?

Septia membagikan kepada RadVoice Indonesia bagaimana membangun personal branding dengan menulis di LinkedIn.

Write Like You Speak

“Sebenarnya, menulis di LinkedIn itu beda dengan menulis artikel, buku, dan lain-lain. Karena itu, kan, short form dan lebih ke media sosial.

“Jadi, kalau saya biasanya nulis artikel yang bahasanya formal dan kalimatnya panjang-panjang. Begitu di LinkedIn, itu semua harus diubah lagi conversational tone atau seperti percakapan.

“Jadi, kayak gimana kita ngomong. Kuncinya itu write like you speak. Kalau pas kita menulis, terus kita bacanya, kok, kayaknya terlalu kaku? Itu berarti tulisannya enggak pas untuk di LinkedIn.

“Kuncinya itu write like you speak. Kalau pas kita menulis, terus kita bacanya, kok, kayaknya terlalu kaku? Itu berarti tulisannya enggak pas untuk di LinkedIn,” ujar Septia. (Foto oleh narasumber)

“Kalau menulis buat klien, berarti kita harus sesuaikan dengan voice dia dan jangan samakan sama kita.

“Biasanya, sebelum kita nulis post-nya itu, kan, wawancara founder atau CEO. Nah, itu kita dengerin bener-bener cara mereka ngomong, terus kata-kata spesifik yang sering mereka pakai saat mereka ngomong.

“Terus kayak flow bicara mereka gimana. Nah, itu kita bener-bener dengerin. Terus kita juga baca-baca post mereka sebelumnya. Dari situ, kita bakal dapet tone dan voice mereka. Nah, pas kita tulis untuk mereka, berarti nemang harus disesuaikan dengan apa yang sedang kita analisis dari cara mereka bicara dan sebagainya.”

Bagikan Cerita

“Cerita-cerita kita, pengalaman kita segala macem itu, jangan ragu untuk kita share di medsos.

“Tapi bukan sembarang cerita. Misalnya, saya gagal ini, terus apa. Bukan. Tapi stories yang ada lesson, ada pelajaran di balik itu.

“Konten yang kita buat itu harus entah educational, inspirational, atau entertaining. Antara tiga itu wajib. Untuk regular basis, kalau bisa tiga-tiganya bagus.

“Penting banget sebenarnya untuk share our story. Kalau perusahaan-perusahaan atau apa itu lebih seringnya, kayak, oh, perusahaan kita meraih prestasi ini. Oh, kita launching produk baru. Oh, tentang produk mereka. Tapi enggak ada value-nya.

Baca juga: 3 Jenis Artikel Feature yang Cocok untuk Perusahaan

“Dari situ, kita share cerita kita yang ada value di baliknya.

“Contohnya, saya waktu itu pernah nge-post tentang cerita melamar kuliah di Prancis.

“Saya share di situ pernah pas awal-awal saya apply kuliah, saya ditolak sama tujuh universitas.

“Ceritanya itu bagaimana saya bangkit dari kegagalan tersebut. Satu tahun setelahnya, saya diterima sama salah satu universitas terbaik di Prancis.

“Bagaimana caranya kita dari gagal terus bisa sukses? Terus pelajarannya apa? Terus apa yang bisa kita share ke orang itu?”

Dekati Audiens

Target audience saya, kan, CEO dan eksekutif perusahaan. Jadi, saya juga setiap mereka komen, saya juga ikut komen di post mereka.

“Itu juga yang ngebantu post kita, jadi lebih banyak engagement-nya. Ngebantu kita juga lebih banyak attract more eyes on us.

“Spark conversation with them. Bener-bener tertarik sama mereka.

Selain rutin membangun personal branding di LinkedIn, Septia juga melakukan engagement dengan pengguna platform tersebut. (Foto oleh narasumber)

“Dari konten kita, dari pilar kontennya juga harus jelas. Yang tadi itu saya bilang, ya, inspirational, educational, sama entertaining.

Baca juga: 3+ Langkah Membuat Content Pillar, Gampang Banget!

“Terus engagement. Jadi, jangan cuma konten saja. Tapi kita juga harus engage sama penulis lain.”

Wawancara dengan Septia Rahma Khairunnisa dilakukan pada Selasa, 2 April 2024. Percakapan ini telah diedit agar lebih ringkas.

Get the latest updates delivered right to your inbox!
Having a problem? Email Us: hello@radvoice.id