Guru Besar UGM Ana Nadhya Abrar Bicara Alasan Jurnalisme Bisnis Kalah Bersaing

Di tengah persaingan konten digital yang semakin cepat, jurnalisme bisnis di Indonesia dianggap kalah bersaing dengan sektor jurnalisme lain yang lebih mudah menarik perhatian publik.

Contohnya: politik, gaya hidup, atau hiburan.

Ketertinggalan jurnalisme bisnis berasal dari berbagai faktor. Salah satunya hulu lembaga pendidikan jurnalisme yang belum cukup membekali calon wartawan dengan pemahaman ekonomi yang memadai.

Selain itu, ruang redaksi media massa pun belum sepenuhnya mendukung pendalaman isu ekonomi.

Prof. Dr. Drs. Ana Nadhya Abrar, M.E.S, guru besar ilmu komunikasi Universitas Gadjah Mada (UGM), menekankan bahwa pengembangan jurnalisme bisnis tidak bisa dibebankan hanya kepada wartawan yang bekerja di lapangan.

Mengapa Jurnalisme Bisnis Kalah Bersaing?

Prof. Abrar membagikan perspektifnya kepada RadVoice Indonesia tentang pentingnya penguatan ekosistem yang mendukung jurnalisme bisnis secara komprehensif.

Kurang Populer Dibanding Jurnalisme Politik dan Gaya Hidup

Prof. Abrar menilai jurnalisme bisnis tertinggal dari jurnalisme politik.

Salah satu penyebabnya adalah rendahnya minat baca masyarakat terhadap isu ekonomi yang dianggap kompleks dan kurang menarik.

“Idealnya tiga sektor itu sejalan: sektor politik, ekonomi, dan lingkungan. Tidak cuma politik, tidak cuma ekonomi, tidak cuma lingkungan. Itu harus sama-sama maju,” katanya.

Prof. Abrar menambahkan, ketiganya saling terhubung. “Ekonomi bisa merusak lingkungan, tapi tidak ada politik tanpa ekonomi. Karena itu, seharusnya setiap media punya desk untuk ketiganya,” jelasnya.

Sayangnya, dalam praktiknya, media cenderung lebih menyorot isu politik dan hiburan yang lebih mudah menarik perhatian publik.

Minimnya Pendidikan Jurnalisme Bisnis yang Spesifik

Jurnalisme bisnis
Prof. Dr. Drs. Ana Nadhya Abrar, M.E.S. (Foto oleh narasumber)

Masalah lainnya, kata Prof. Abrar, yaitu dunia pendidikan jurnalisme yang belum menyediakan jalur spesialisasi yang memadai.

Di banyak perguruan tinggi di Indonesia, ilmu jurnalisme masih diajarkan secara umum tanpa peminatan khusus seperti jurusan jurnalisme bisnis atau lingkungan, sebagaimana lazim di negara lain.

Dari pengalamannya mengajar, ia melihat minat mahasiswa umumnya condong menulis berita isu-isu politik.

“Waktu diberi tugas, kebanyakan mahasiswa memilih topik politik. Padahal kami sudah mendorong mereka untuk mengeksplorasi bidang jurnalisme lain seperti ekonomi dan lingkungan,” ujarnya.

Bagaimana Membangun Jurnalisme Bisnis yang Komprehensif?

Meningkatkan Kualitas Artikel Berita Bisnis

Untuk mendorong jurnalisme bisnis yang lebih relevan dan berdampak, Prof. Abrar menekankan pentingnya memperbaiki isi laporan liputan bisnis.

Isi laporan bisnis mencakup dari tiga aspek, yaitu bentuk laporan, penulisan, dan penggunaan bahasa.

Untuk mencapai kualitas berita bisnis yang lebih baik, berita sebaiknya berformat berita langsung (straight news) dan laporan mendalam (in-depth reporting).

jurnalisme bisnis

Untuk mencapai kualitas berita bisnis yang lebih baik, berita sebaiknya berformat berita langsung (straight news) dan laporan mendalam (in-depth reporting). (Foto oleh Freepik)

Kekuatan berita terletak pada kemampuan wartawannya mengungkap fakta yang lengkap di balik peristiwa atau ide bisnis yang akan disampaikan.

Dalam menulis laporan, jurnalis bisnis mengorganisasikan fakta yang diperoleh menjadi teks berita yang terstruktur yang menghasilkan makna yang tersirat.

Bahasa laporan sebaiknya menggunakan bahasa yang lugas dan menarik bagi pembaca, sehingga mereka mempunyai minat untuk membaca artikel tersebut.

“Salah satu cara agar liputan ekonomi lebih dekat dengan masyarakat melalui cerita human interest,” ujar Prof. Abrar.

Contohnya, bagaimana kebijakan fiskal berdampak pada tukang ojek, bagaimana inflasi dirasakan oleh petani, atau bagaimana pelaku UMKM menghadapi tantangan.

Baca juga: Storytelling dalam Jurnalisme: Menceritakan Fakta dengan Cara yang Berbeda

Integrasi Pendidikan Jurnalistik dengan Ilmu Ekonomi

jurnalisme bisnis
Pendidikan jurnalisme bisnis sebaiknya mengajarkan pemahaman mendalam soal ekonomi politik. (Foto oleh Freepik)

Pendidikan jurnalisme bisnis sebaiknya tidak hanya mengajarkan teknik menulis, tapi juga pemahaman mendalam soal ekonomi politik.

Prof. Abrar pernah mencoba mendorong kolaborasi lintas disiplin di kampus.

Salah satunya dengan mengajak akademisi dari bidang ekonomi untuk mengisi mata kuliah di program studinya. Namun, ajakan tersebut tidak mendapat tanggapan.

Ia juga pernah memberikan pelatihan jurnalistik di Fakultas Ekonomi. Namun, hasilnya tidak begitu signifikan.

Dalam proses belajar mengajar, Prof. Abrar menekankan pentingnya pengumpulan data dan fakta terlebih dahulu sebelum menulis.

Baca juga: Jurnalisme Adalah Seni Kemampuan Mendengarkan, Bukan Sekadar Menulis

Kesimpulan

Prof. Dr. Drs. Ana Nadhya Abrar, M.E.S, guru besar ilmu komunikasi UGM, mengakui bahwa membangun ekosistem jurnalisme bisnis yang ideal memang bukan perkara mudah.

Implementasi jurnalisme bisnis dinilai cukup kompleks, sebab media tetap bergantung pada permintaan pasar dan kepentingan iklan.

Dengan memperkuat pendidikan jurnalisme, memperbaiki kualitas artikel berita, dan menciptakan ekosistem yang mendukung, jurnalisme bisnis Indonesia bisa menjadi lebih relevan dan berdampak bagi masyarakat.

Wawancara dengan Prof. Dr. Drs. Ana Nadhya Abrar, M.E.S dilakukan pada Senin, 10 Maret 2025. Percakapan ini telah diedit agar lebih ringkas.

Let's Amplify Your Voice Together

Tell us about your project, and we will get back to you within one business day.

Contact Us!
Contact Us!
RadVoice Indonesia
Hello
Can we help you?