Saham, sebuah istilah ekonomi yang dulu terasa asing di telinga saya. Sebagai orang awam, pemahaman saya hanya tertuju pada isu-isu yang lebih populer, seperti politik.
Ketika pertama kali terjun ke dunia jurnalisme di Kumparan, saya tak pernah membayangkan akan menulis berita saham, sektor ekonomi yang cukup kompleks dan teknis.
Menjalani profesi jurnalis pasar modal, saya ditugaskan untuk menulis berita saham selama jam perdagangan: mulai dari meliput Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), pembukaan pasar, hingga saham-saham spesifik yang menarik untuk dibahas.
Menghadapi beratnya menulis berita saham, saya sempat merasa kewalahan. Sering kali saya bertanya-tanya, “Ini sebenarnya tentang apa, sih? Apa pentingnya buat pembaca?”
Namun, seiring waktu mendalami dunia pasar modal, perlahan pandangan saya mulai berubah.
Perjalanan karier meliput saham perlahan membuka cakrawala untuk memahami laporan keuangan perusahaan, serta peran penting emiten-emiten dalam perekonomian nasional.
Baca juga: Perjalanan Saya dalam Meliput APBN: Dari Apatis Jadi Peduli
Tantangan Menjadi Jurnalis Pasar Modal
1. Rumitnya Terminologi Laporan Keuangan yang Kompleks
Investor biasanya membaca berita laporan keuangan perusahaan sebagai pertimbangan dalam membeli saham.
Kendati demikian, dokumen ini sering kali dipenuhi dengan istilah akuntansi dan angka-angka kompleks.
Tak jarang, laporan keuangan juga bisa mencapai ratusan halaman. Menyaring data finansial dan menentukan angka mana yang penting dan relevan bagi pembaca bisa menjadi tantangan tersendiri.
Apalagi, karena menyangkut data keuangan resmi dan bisa berdampak ke persepsi pasar, saya sempat khawatir takut salah menyampaikan angka dalam berita.
Mengatasi ketakutan tersebut, saya terus belajar dengan senior jurnalis pasar modal dan editor redaksi.

Saya (berkerudung pink di posisi tengah) meliput prediksi IHSG saat pemilu dalam acara Mirae Asset Sekuritas Indonesia.
2. Menjaga Akurasi Angka dan Data
Saya menjadi lebih teliti saat membaca data, terutama angka-angka penting dalam laporan keuangan seperti pendapatan dan laba bersih.
Satu angka yang keliru bisa mengubah makna dalam berita. Misalnya, menulis laba bersih naik 15%, padahal yang dimaksud sebenarnya adalah laba tahun berjalan.
Kesalahan semacam ini bisa merugikan pembaca maupun perusahaan yang diberitakan.
3. Memahami Regulasi Pasar Modal
Pasar saham diatur oleh banyak regulasi yang cukup ketat oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan lembaga lainnya.
Jurnalis perlu memahami aturan-aturan ini agar tidak keliru dalam menulis seperti keterbukaan informasi, larangan insider trading, atau batasan saat masa IPO.
Selain kemampuan menulis, jurnalis pasar modal juga dituntut untuk memiliki pemahaman dasar soal regulasi dan etika pelaporan keuangan.

PT Merdeka Battery Materials Tbk (MBMA) melantai di Bursa Efek Indonesia. (Foto oleh Ghinaa Rahmatika)
Perubahan Perspektif Sebagai Jurnalis Pasar Modal
Awalnya, dunia pasar modal terasa asing dan membingungkan bagi saya. Istilah-istilah teknis dan tekanan untuk menulis dengan akurat dan cepat membuat saya sering merasa kewalahan.
Namun, saya tak sungkan untuk meminta arahan menulis oleh editor di redaksi maupun senior jurnalis pasar modal. Perlahan-lahan, saya mulai memahami meski naik-turunnya proses belajar tetap saya alami.
Salah satu titik krusial dalam perjalanan ini ketika saya menulis berita mengenai nilai transaksi saham.
Saat itu, saya keliru menuliskan nilainya hanya “triliunan rupiah”, padahal seharusnya “ribuan triliun rupiah”.
Saya ditegur oleh seorang senior jurnalis dari media ekonomi lain, dan akhirnya meminta editor untuk mengoreksi judul tulisan saya. Pengalaman itu mengajarkan pentingnya ketelitian dalam menyampaikan data.
Interaksi saya dengan para analis saham dan direksi OJK maupun BEI juga memperluas sudut pandang dalam memahami tiap sektor saham. Setiap hari, saya mengikuti riset sekuritas untuk memahami sentimen-sentimen yang memengaruhi pasar.
Saya tidak hanya fokus melaporkan angka, tapi juga mencoba menangkap makna di balik data tersebut agar informasi yang disampaikan bisa dipahami oleh publik.
Jurnalis Pasar Modal: Belajar, Gagal, lalu Mengerti
Saya masih terus belajar, dan sering merasa belum tahu banyak soal peliputan saham.
Meskipun belum sepenuhnya mengerti, saya kini mulai memahami dinamika pasar modal seperti pergerakan IHSG dan laporan keuangan.
Hampir tiga tahun menjadi jurnalis pasar modal bukanlah perjalanan yang mulus. Ada banyak batu terjal yang saya hadapi.
Bingung menerjemahkan laporan keuangan ke dalam bentuk berita, gugup ketika bertanya kepada direksi emiten, menghabiskan waktu berjam-jam hanya untuk menulis pergerakan IHSG harian, hingga harus sabar menunggu jawaban para analis yang sibuk.
Dari semua itu, menjadi jurnalis pasar modal membawa perspektif baru bagi saya.
IHSG bukan sekadar grafik naik dan turun, melainkan cerminan kondisi ekonomi dan harapan investor terhadap masa depan.
Saya menyadari bahwa tugas jurnalis pasar modal bukan sekadar menyajikan data, tapi juga menerjemahkannya agar publik bisa mengerti.
Ada dinamika sentimen dalam dan luar negeri yang memengaruhi pergerakan pasar, dan tugas saya adalah menjelaskan semua itu dengan bahasa yang mudah dipahami.
Pada akhirnya, saya percaya tidak ada yang terlalu rumit untuk dipelajari, asalkan kita terus berusaha dan selalu memenuhi rasa penasaran untuk mendalami isu tertentu yang sedang kita geluti.