Jurnalisme terus berkembang, mengikuti perubahan cara publik mengonsumsi berita. Seperti yang dibahas oleh Nieman Lab, kita sudah memasuki era “dimensional storytelling,” di mana berita tidak lagi sekadar teks di layar, tetapi juga pengalaman interaktif yang bisa dieksplorasi dari berbagai sudut.
Pendekatan ini membuka peluang baru bagi jurnalis untuk menyampaikan informasi dengan cara yang lebih mendalam dan engaging.
Storytelling dalam jurnalisme bukan hanya soal menyusun kata-kata, tetapi tentang bagaimana menyampaikan fakta dengan narasi yang menggugah.
Berita yang baik tidak hanya memberi tahu apa yang terjadi, tetapi juga membuat pembaca merasakan, memahami, dan terhubung dengan cerita di dalamnya.
RadVoice Indonesia akan membahas lebih dalam bagaimana storytelling dalam jurnalisme, apa yang membedakannya dari pendekatan lain, serta bagaimana jurnalis dapat mengaplikasikannya.
Apa Itu Storytelling dalam Jurnalisme?
Jika Anda pernah menonton Inventing Anna, Anda pasti tahu bagaimana serial ini mengemas kisah nyata dengan cara yang membuat penonton terus terpaku.
Inti ceritanya adalah liputan investigasi yang dilakukan oleh jurnalis New York Magazine. Namun, alih-alih hanya menyajikan fakta mentah, serial ini menghidupkan cerita dengan alur yang kuat, karakter yang mendalam, dan detail yang menggugah emosi.
Begitulah cara kerja storytelling dalam jurnalisme. Pendekatan ini bukan sekadar melaporkan kejadian, tetapi membangun pengalaman bagi pembaca.
Storytelling dalam jurnalisme mengubah berita dari sekadar informasi menjadi kisah yang bisa dirasakan.

Pendekatan ini menggabungkan fakta dengan elemen naratif, seperti alur, karakter, dan konflik, sehingga berita lebih mudah dipahami dan lebih melekat di benak audiens.
Fokusnya bukan hanya pada “apa” yang terjadi, tetapi juga “bagaimana” dan “mengapa” hal itu terjadi.
Baca juga: 5 Elemen Penting untuk Membuat Konten Storytelling Memikat
Perbedaan Storytelling dalam Jurnalisme dengan Pendekatan Lain
Tidak semua berita ditulis dengan pendekatan storytelling. Berikut beberapa perbedaannya dengan jenis jurnalisme lain:
Berita Hard News vs. Storytelling
Hard news berfokus pada penyajian fakta dengan cepat dan ringkas.
Storytelling, sebaliknya, menggali lebih dalam dengan menyajikan konteks, latar belakang, dan perspektif yang lebih kaya.
Feature vs. Storytelling
Feature journalism berfokus pada detail dan deskripsi untuk memperindah tulisan.
Sementara itu, storytelling menekankan pada alur cerita dan emosi, membuat pembaca merasa lebih terhubung dengan berita.
Baca juga: 5+ Tips Menulis Feature yang Menyentuh Hati Pembaca
Investigasi vs. Storytelling
Investigasi mengutamakan bukti dan fakta yang kuat.
Storytelling dalam investigasi tetap berbasis bukti, tetapi memadukannya dengan narasi yang lebih menggugah agar cerita lebih mudah dicerna oleh audiens.

Bagaimana Jurnalis Mengaplikasikan Storytelling dalam Tulisan?
Storytelling dalam jurnalisme bukan hanya tentang gaya penulisan, tetapi juga bagaimana jurnalis menyusun berita agar lebih menarik dan bermakna bagi pembaca.
Berikut beberapa cara yang dapat diterapkan:
Mulai dengan Hook yang Kuat
Pembaca memiliki rentang perhatian yang semakin pendek, sehingga penting bagi jurnalis untuk menarik perhatian sejak awal. Hook yang kuat bisa berupa:
- Kutipan menarik dari narasumber utama.
- Adegan dramatis yang langsung membawa pembaca ke inti cerita.
- Pertanyaan yang memicu rasa ingin tahu atau keterlibatan emosional.
Misalnya, artikel investigasi The New York Times sering kali dimulai dengan adegan yang membuat pembaca merasa seolah berada di tempat kejadian sebelum akhirnya mengupas fakta lebih dalam.
Baca juga: 5 Contoh Lead Berita yang Menarik Perhatian Pembaca
Menggunakan Struktur Naratif
Berbeda dengan laporan hard news yang langsung menyampaikan inti informasi, storytelling memanfaatkan struktur naratif untuk membangun keterlibatan.
Struktur ini bisa berupa setup (memperkenalkan situasi, latar, dan tokoh utama dalam berita), konflik (tantangan atau permasalahan yang muncul) dan solusi atau konsekuensi dari peristiwa yang diberitakan.
Pendekatan ini sering digunakan dalam laporan feature atau investigasi yang ingin membawa pembaca melalui perjalanan cerita sebelum menyampaikan kesimpulan.
Fokus pada Karakter
Salah satu elemen penting dalam storytelling adalah karakter. Alih-alih hanya menyajikan angka dan data, jurnalis bisa memperkenalkan sosok nyata yang mengalami atau terlibat dalam peristiwa tersebut.
Wawancara mendalam dan deskripsi yang menggambarkan emosi serta lingkungan karakter akan membuat cerita lebih hidup dan mudah dihubungkan dengan pembaca.

Memanfaatkan Multimedia
Kombinasikan teks dengan elemen visual, audio, dan elemen interaktif lainnya. Mengutip dari Yellow Brick, fitur-fitur ini akan meningkatkan keterlibatan pembaca.
Misalnya, laporan interaktif The Guardian yang kerap menggabungkan narasi teks dengan visualisasi data dan video wawancara untuk memberikan dampak yang lebih kuat.
Kesimpulan
Saat ini, cara publik mengonsumsi berita sudah mengalami perubahan besar. Pembaca tidak lagi hanya mencari fakta, tetapi juga ingin terhubung dengan cerita di baliknya.
Storytelling dalam jurnalisme menjawab kebutuhan ini dengan menyajikan berita layaknya kisah yang menarik, menggugah emosi, dan lebih mudah dipahami.
Dibandingkan hard news yang hanya menyampaikan fakta, storytelling menggali konteks lebih dalam, membangun karakter, dan menyusun narasi yang membuat pembaca terus mengikuti alurnya.
Jurnalis dapat menerapkannya dengan hook yang kuat, struktur naratif, fokus pada karakter, dan penggunaan multimedia. Pendekatan ini membuat berita lebih bermakna dan mudah diingat oleh pembaca.