Pengalaman di dunia media sering kali memberikan pelajaran berharga yang tak hanya berguna dalam pekerjaan, tapi juga karakter dan sudut pandang seseorang.
Callistasia Wijaya, mantan jurnalis Jakarta Post dan BBC Indonesia berbagi cerita bagaimana kemampuan komunikasi dan adaptasi selama lima tahun bekerja di media membantu membangun kariernya saat ini di Belanda.
Callista memutuskan tinggal di negeri tulip usai menyelesaikan pendidikan master hukum di Maastrict University, Belanda pada 2022.
Tak lagi menjadi jurnalis, ia kini aktif sebagai Project Coordinator di Springer Nature Group, sebuah perusahaan penerbitan akademis di Belanda yang fokus pada penelitian, kesehatan, dan pendidikan.
Callistasia Wijaya Berbagi Pengalaman di Dunia Media
RadVoice Indonesia telah melakukan wawancara dengan Callista terkait pengalamannya di dunia media membantu pekerjaannya saat ini. Berikut selengkapnya.
Sejak kapan Anda mulai tertarik menjadi jurnalis?
“Dari SMA itu sebenernya udah mulai. Dari umur 16 atau 17 tahun, saya ikut program Kompas Muda, semacam program magang untuk anak-anak SMA. Waktu itu juga aktif di klub jurnalis.
“Awalnya karena memang suka menulis aja sih, bukan pengen jadi jurnalis. Terus kuliah hukum, kayaknya masih punya opsi untuk jadi jurnalis.
“Setelah itu saya kerja di Jakarta Post lanjut ke BBC Indonesia. Kayaknya 5 tahun jadi jurnalis. Setelah itu career break karena S2. Sekarang pindah profesi di publishing untuk scientific publication gitu.”
Baca juga: 3 Tips Menulis Artikel Layaknya Jurnalis
Skill apa yang menurut Anda berguna sejak magang sampai terakhir bekerja di dunia media?
“Communication skill, karena di pekerjaan sekarang saya harus dealing with many people. Itu sudah terlatih sejak menjadi jurnalis.
“Kan kita, as a journalist, harus berkomunikasi dengan banyak orang. Apalagi sebagai jurnalis kan random banget kayak hari ini Anda bisa ngomong atau wawancara pejabat, besoknya sama pedagang.
“Jadi bener-bener diverse group of people, dan saya merasa sangat terlatih, how to talk with people, like to start a conversation.
![dunia media callistasia](https://radvoice.id/wp-content/uploads/2025/02/8fb095c7-67df-4447-8c3e-9db84475fae1-1024x682.jpg)
(Semua foto oleh Callista)
“Terus ya how to deal with, apa ya kadang kalau kita ngomong sama orang yang introvert gitu kan susah. Jadi saya lebih terlatih juga.
“Kedua, adaptability kali ya. Sebagai jurnalis kita kayak harus belajar banyak gitu, apalagi di awal-awal. Saya jadi bisa navigate dengan lebih mudah, dengan lingkungan yang baru.
“Sama harus achieve. Deadline besok harus beres, kita pasti kayak ‘oke gue akan selesaikan’. Kita jadi bisa manage waktu dengan baik, time management. Dulu di media deadline jam 8-9 malam, jadi sebelum itu harus selesai. Itu melatih saya juga sekarang.”
Dengan pengalaman di dunia media selama lima tahun, apa makna the art of communication bagi Anda?
“Mostly listening. Anda harus jadi pendengar yang baik, memahami apa yang mereka sampaikan. You cannot be a good writer, without being a good listener.
“Jadi Anda harus dengar dan paham apa yang orang itu katakan, dan simplify. Apalagi zaman covid dulu kita harus nulis yang agak scientific itu kan susah ya. Tanpa background science, tapi Anda harus bisa men-translate untuk orang-orang umum.
“Dulu pemred di Jakarta Post pernah bilang, writing is not to impress, but to express. Jadi itu yang paling penting, Anda nggak perlu impress orang dengan bahasa yang susah-susah, tapi harus membuat orang mengerti.
Baca juga: 5 Contoh Artikel Opini yang Layak Tayang di Media
![](https://radvoice.id/wp-content/uploads/2025/02/d56be466-9684-4d66-97a8-82cb2718c8ae-1024x768.jpg)
di sebuah perusahaan penerbitan akademis.
“Untuk listening ini, ketika orang lain ngomong, berusaha selalu mendengarkan. Anda memang mendengarkan untuk memahami apa yang orang sampaikan. Jadi listen to understand.”
“Anda juga harus menyesuaikan ngomong sama siapa. Ketika ngobrol sama profesor tentu beda ketika ngobrol sama orang biasa.
“Jadi bagaimana Anda bisa menyesuaikan pertanyaan dengan orang-orang itu. So, it’s important to do research.
“Orang itu background-nya apa, jadi Anda bisa membuat percakapan lebih nyambung.”
Bagaimana cara good communications skill ini membawa impact ke dunia profesional hari ini, apalagi Anda bekerja di Belanda yang punya culture berbeda?
“So far yang membantu itu karena saya punya lumayan banyak teman di sini. Komunikasi itu sebenarnya kan 10 persen words, 90 persen gesture.
“Saya punya network yang oke, support system yang oke, karena bisa komunikasi sama orang. Beberapa pengalaman saya di sini juga karena punya communication skill yang baik”
“Anda harus bisa mem-branding diri karena itu butuh communication skill. Dari kehidupan sehari-hari itu membantu saya punya support system di negara yang baru. Kedua, membantu juga di dunia pekerjaan.”
Lalu, menurut Anda apa yang menentukan kualitas dari sebuah pesan?
“Kalau jurnalis bisa untuk tidak menggunakan kata yang berbunga-bunga. Jadi, bisa langsung menuliskan, what’s the point?
“Kalau di newspaper, poin penting itu kan harus ditulis at the top, jadi memastikan tulisan itu clear. Kemudian memastikan poinnya itu apa di bagian awal tulisan.
![dunia media callistasia](https://radvoice.id/wp-content/uploads/2025/02/03c676e4-6bc9-42b7-8d9d-af8747288e41-1024x1024.jpg)
“Anda tidak membuat orang menunggu untuk sampai sampai ke tengah atau ke akhir. Jadi to the point dan engaging. Dari title atau intro udah harus bisa engage.”
“Kita bisa pakai prinsip storytelling. Misalnya dengan introduce the person, who is the person, semaca introduksi persona. Make it a good story, jadi orang tertarik kayak baca novel.”
Baca juga: 5+ Tips Menulis Feature yang Menyentuh Hati Pembaca
Tulisan apa yang paling Anda banggakan dan proses di baliknya selama berkarier di dunia media?
“Mungkin yang memorable ketika di BBC, karena kalau di sana meliput itu well-prepared banget dan multiplatform. Jadi radionya iya, videonya iya, tulisannya iya.
“Mungkin ya pas saya meliput ke NTT, ke Komodo Island menarik juga, karena tanpa pengalaman di TV, tapi harus buat video. Di situ saya belajar how to make a good video.”
“Saya planning, what’s the angle, who to interview, what’s the issue. Jadi berkesan dan harus research banget banget. Planning-nya pun enggak cuma sehari dua hari, jadi benar-benar well planned.”
Jadi, pelajaran apa yang bisa Anda ambil selama bekerja di dunia media?
“Sebagai jurnalis sangat membantu saya sekarang, dan yang tidak saya sangka bahkan bagaimana skills itu sangat transferable ke pekerjaan sekarang.
“Sangat banyak pelajaran hidup juga as a journalist yang sangat membantu saya.”
Kesimpulan
Pengalaman selama lima tahun bekerja di dunia media, membuat Callista terbiasa menghadapi tantangan, beradaptasi dengan cepat, dan mengasah keterampilan komunikasinya.
Ia juga menekankan pentingnya kemampuan untuk mendengarkan agar memahami dan mampu menjelaskan berbagai hal yang rumit menjadi lebih sederhana.
Callista menyadari, semua pelajaran berharga saat menjadi jurnalis di Indonesia menjadi bekal penting untuk membangun kariernya di bidang profesional saat ini.
Wawancara dengan Callistasia Wijaya dilakukan pada Jumat, 17 Januari 2025. Wawancara ini telah diedit agar lebih ringkas.