Wawancara narasumber yang sulit dan tertutup menjadi tantangan bagi jurnalis dalam melakukan pekerjaannya.
Entah karena narasumber yang singkat memberi jawaban, menghindari pertanyaan, hingga enggan berbicara sama sekali.
Butuh strategi dan pendekatan yang tepat agar proses wawancara narasumber dapat memenuhi informasi yang dibutuhkan.
3 Tips Wawancara Narasumber yang Sulit dan Tertutup
RadVoice Indonesia menjelaskan tiga tips wawancara narasumber yang sulit dan tertutup sebagai berikut.
Persiapkan dengan Matang
Tips wawancara narasumber yang pertama adalah lakukan riset mendalam tentang topik yang akan dibahas dan latar belakang narasumber.
Mulailah wawancara dengan pertanyaan ringan kepada narasumber untuk mencairkan suasana. Pertanyaan ini dapat terkait dengan kebiasaan sebelum bekerja atau kesukaan narasumber seperti makanan, lagu, atau film favoritnya.
Jurnalis juga perlu menuliskan secara rinci setiap pertanyaan yang akan diajukan kepada narasumber.
Baca juga: 3 Alasan Perlu Menyiapkan Daftar Pertanyaan Wawancara Narasumber
Mengutip The Open Notebook, salah satu taktik yang digunakan jurnalis ketika akan wawancara narasumber yang sulit adalah dengan membuat diagram alur.
Hal tersebut dilakukan dengan memulai pertanyaan dan memetakan setiap kemungkinan jawaban. Dari setiap kemungkinan jawaban itu akan membuka pertanyaan selanjutnya.
Jika di tengah wawancara kondisi “memanas” atau sumber mulai menutup diri, jurnalis dapat memberi kesempatan pada narasumber untuk menjelaskan diri mereka sendiri.
Misalnya dengan menyampaikan, “Apabila Anda tidak nyaman membicarakan topik ini, apakah Anda bersedia berbagi mengapa Anda khawatir?”
Strategi ini berguna untuk menghadapi narasumber yang gugup atau curiga hingga enggan menjawab lebih lanjut.
Fokus Pertanyaan Terbuka
Tips wawancara narasumber selanjutnya yakni gunakan pertanyaan terbuka yang mendorong narasumber memberikan jawaban lebih panjang dan mendalam.
Hindari pertanyaan dengan jawaban ‘ya’ atau ‘tidak’. Selain membatasi informasi yang diperoleh, jurnalis juga kesulitan menjelaskan konteks kepada pembaca apabila jawaban narasumber terlalu singkat.
Baca juga: Tips Wawancara Menarik dan Berimbang dari Jurnalis Tempo Francisca Christy
Pertanyaan terbuka dapat dilakukan dengan melontarkan pertanyaan seperti, “Bagaimana pengalaman Anda menghadapi situasi tersebut?” atau “Apa yang membuat kasus itu terjadi?”
Jika narasumber tetap enggan memberikan jawaban, jurnalis dapat melontarkan pertanyaan terkait pengalaman atau pandangan umum narasumber terlebih dulu, sebelum menyentuh inti permasalahan. Upaya tersebut dapat membuat narasumber lebih nyaman sehingga bersedia menjawab pertanyaan.
Jurnalis juga harus menunjukkan empati dengan mendengarkan penuh perhatian atau tidak memotong pembicaraan yang berlangsung.
Gunakan bahasa tubuh seperti senyuman atau anggukan agar suasana wawancara lebih santai dan terbuka.
Alihkan ke Narasumber Lain
Jika narasumber utama tetap menolak untuk diwawancara, jurnalis dapat mengalihkan dengan wawancara narasumber lain seperti pihak humas, kepala bagian, juru bicara, atau dirjen apabila ada di kementerian atau pemerintahan.
Keberadaan narasumber alternatif ini memastikan jurnalis tetap mendapatkan informasi yang akurat.
Sampaikan secara sopan kebutuhan untuk mendapatkan konfirmasi dari narasumber lain yang masih berkaitan. Hindari nada yang mendesak karena dapat membuat narasumber merasa tidak nyaman.
Apabila narasumber alternatif seperti humas hanya memberikan pernyataan tertulis atau press release, gunakan informasi tersebut dengan menyebutkan sumbernya.
Misalnya, ‘Menurut keterangan Humas Kementerian X, kebijakan ini masih dalam tahap evaluasi’.
Baca juga: 3 Teknik Menghadapi Wawancara Media, Wajib Dipelajari!
Dewan Pers dalam penjelasannya melalui Media Indonesia menegaskan bahwa kerja jurnalistik tak mesti terpaku pada narasumber utama yang paling dicari.
Apabila narasumber menolak atau keberatan diwawancara, jurnalis mesti mencari cara lewat jalur lain, salah satunya melalui narasumber alternatif yang disebutkan di atas.
Cara lain yang bisa ditempuh adalah dengan melakukan wawancara doorstep (wawancara cegat) ketika narasumber utama ada dalam sebuah acara. Jurnalis dapat melakukan wawancara dadakan usai acara tersebut.
Kesimpulan
Wawancara narasumber yang sulit membutuhkan strategi dan kemampuan komunikasi yang baik.
Untuk menghadapinya, penting bagi jurnalis untuk mempersiapkan dengan matang termasuk menyusun pertanyaan secara rinci.
Kemudian penting untuk melakukan wawancara dengan fokus pada pertanyaan terbuka agar narasumber bersedia menjawab lebih panjang dan komprehensif.
Jika narasumber masih enggan menjawab, maka wawancara dapat dialihkan pada narasumber lain yang terkait seperti humas atau pejabat teknis lainnya.
Apakah Anda memiliki tips wawancara narasumber lainnya?