Berkarier sebagai penulis dan jurnalis selama lebih dari 20 tahun, Feby Indirani telah menelurkan sepuluh buku dan ratusan tulisan lainnya. Mengandalkan imajinasi konsisten menjadi prinsipnya berkarya. Itu turut menjadi salah satu tips menjadi penulis sukses yang ia bagikan bulan ini kepada RadVoice Indonesia.
“Imajinasi itu, kan, sebetulnya, not necessarily tentang khayalan saja, tapi membuka cara pandang baru. Kemungkinan baru, cara baru membaca persoalan, situasi dengan sudut pandang yang baru,” ujar Feby.
“Penulis nonfiksi perlu memperlakukan realita di sekitarnya dengan cara pandang berbeda. Cara pandang yang baru,” tambahnya.
Feby kini berprofesi sebagai penulis dan jurnalis freelance penuh waktu sejak Juni 2013. Ia sebelumnya bertugas sebagai wartawan senior dan editor Bloomberg Businessweek Indonesia, peneliti PT Tempo Inti Media, dan produser berita Kompas TV.
Pengalaman Feby di berbagai media dan sektor membuatnya sosok yang tepat untuk memberikan tips menjadi penulis andal kepada sesama penulis maupun junior-juniornya.
3 Tips Menjadi Penulis Sukses
Dalam bagian pertama wawancaranya dengan RadVoice, Feby membagikan tiga tips menjadi penulis unggul menggarap berbagai tema. Berikut selengkapnya.
Tips Menjadi Penulis Sukses #1: Memiliki Imajinasi
“Mungkin untuk penulis nonfiksi, mereka berpikir: ‘Kok imajinasi?’ Imajinasi itu kerap kali identik dengan mengadakan sesuatu dari yang tidak ada atau mengkhayal. Padahal nonfiksi, apalagi termasuk di dalamnya jurnalistik, itu prinsipnya adalah berbasis pada fakta. Pada apa yang benar-benar terjadi.
“Kita sering tidak menyadari pentingnya imajinasi karena setiap orang itu sebetulnya terkungkung oleh persepsi dan sudut pandangnya masing-masing. Semua dipengaruhi oleh upbringing dia, belief, agama, norma, dan sebagainya yang sudah tertanam sejak kecil. Itu kemudian membatasi cara pandangnya.
“Misalnya: persoalan membaca data, membaca statistik. Namun, terkadang data yang sama itu bisa dibaca dengan cara yang berbeda oleh orang dengan pengetahuan yang berbeda. Kemudian, misalnya mewawancarai narasumber, datang ke tempat peristiwa.
Baca juga: 5 Tips Wawancara Narasumber untuk Artikel Profil, Wajib Diperhatikan!
“Ketika orang yang imajinasinya minim, jadi wartawan atau penulis nonfiksi yang imajinasinya minim, akan sulit buat dia untuk menemukan hal-hal yang segar. Jadi, yang terjadi adalah sering kali ada pengulangan.”
Tips Menjadi Penulis Sukses #2: Menghindari Repetisi
“Pengulangan yang dimaksud adalah dari hal-hal yang sudah ada. Penulis meniru, misalnya, dari para wartawan atau media sebelumnya yang sudah meliput.
“Tapi sebetulnya itu membosankan. Atau bisa jadi kalau media yang sudah menulis duluan atau sudah meliput duluan, sudut pandangnya sebetulnya keliru, cara pandangnya keliru. Penulis yang meniru kemudian menganggap itu sebagai kebenaran dan hanya mengulang kesalahan yang sama, jadi tidak ada kesegaran cara pandang terhadap peristiwa.
Kesulitan memikirkan ide tulisan untuk konten perusahaan Anda? Hubungi RadVoice sekarang!
“Itu kemudian membatasi perkembangan, membatasi kehidupan kita, membatasi realita dan kemampuan, membatasi kemungkinan-kemungkinan yang bisa diperbaiki di masa depan.
“Saya ambil contoh, misalnya, nih, kalau di dunia literasi itu yang paling sering diomongin, kan, minat baca di Indonesia rendah. Bolak-balik diomongin kalau minat baca di Indonesia itu rendah, lalu kemudian data yang paling sering dimunculkan adalah data UNESCO (Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa) bahwa Indonesia itu peringkat 62 dari 65. Dan sebagainya. Banyak sekali wartawan atau penulis nonfiksi kemudian hanya mengulang-ulang data tersebut. Tanpa betul-betul melihat.
“Kalau kita tanya langsung kepada mereka: apakah kamu sudah pernah melihat laporan UNESCO itu? Saya berani bertaruh kalau 90% orang belum pernah melihatnya. Sebetulnya, data itu harus dibaca secara berbeda. Di data itu, sebetulnya, kalau dari sisi perpustakaan di Indonesia itu sudah dianggap cukup bagus, jadi sebetulnya cara membaca datanya itu harusnya berbeda. Akhirnya, karena diulang-ulang terus, tidak ada kemajuan juga dari masalah minat baca ini.
“Ada cara membaca yang lain dari keadaan tentang minat baca di Indonesia. Misalnya, akses ke buku yang masih sulit karena harga kertas mahal. Selain itu, toko buku yang seringnya ada di mal, sehingga ada hambatan lebih untuk orang menjangkau toko buku itu, Harus keluar uang saat di mal, pokoknya ada barrier yang cukup banyak untuk mencapai buku. Harga buku pun mahal, apalagi di luar Jawa, karena biaya distribusi mahal.
“Mengapa, sih, minat baca itu rendah? Ya, karena akses ke bukunya susah, bukan minat bacanya yang rendah. Itu sala satu contoh bagaimana para jurnalis dan penulis nonfiksi itu sering miskin imajinasi, sehingga hanya membawa sudut pandang yang sudah ada tanpa berusaha mempertanyakan secara lebih mengakar.”
Tips Menjadi Penulis Sukses #3: Memahami Karakter
“Kalau di fiksi, karakter adalah sesuatu yang sangat krusial, ya. Karena cerita apa pun itu tergantung dari bagaimana karakter bergerak. Karakter yang berbeda dihadapkan pada peristiwa atau situasi yang berbeda pasti responsnya berbeda-beda lagi.
“Memahami karakter itu adalah suatu hal, yang menurut saya, bisa diterapkan untuk penulisan nonfiksi. Penulis nonfiksi terkadang terfokus pada topik. Fokusnya kepada what, kepada kejadian. Sementara who itu hanya menjadi semacam pelengkap. Siapa yang melakukan apa, tapi seringnya yang penting itu selalu kejadiannya.
“Mengenali karakter ini padahal sebetulnya sama saja dengan fiksi. Karena di dalam peristiwa yang diliput, selalu ada karakter-karakter yang menjadi kunci. Ketika penulis nonfiksi memahami karakternya, ia bisa memperkaya sudut pandangnya. Ia jadi memiliki cara pandang yang berbeda terhadap persoalan.
“Tidak hanya mengutip, katakanlah, ilmuwan tertentu, tapi juga meluangkan waktu lebih untuk kemudian memahami para ilmuwan ini. Mengapa mereka bisa sampai kepada kesimpulan seperti itu? Karena teori apa pun itu tidak terlepas dari apa yang terjadi, konteks situasi pada saat para ilmuwan itu hidup dan mengalami hal-hal.
“Jadi, mengetahui background dari semua itu, memahami karakter itu menjadi sangat menarik. Kita kemudian bisa sampai pada kesimpulan: ‘Oh, begini jalan pikirnya dia.’ Memahami karakter dengan baik, barangkali untuk menulis biografi, menjadi penting.”
Baca juga: Selama Menulis Biografi, Inilah Proses yang Sylvie Tanaga Jalani
Wawancara dengan Feby Indirani dilakukan pada Kamis, 11 Juli 2024 dan Sabtu, 13 Juli 2024. Percakapan ini telah diedit agar lebih ringkas.