Memahami kode etik jurnalistik adalah sebuah keharusan bagi para praktisi humas, mengingat adanya hubungan erat antara pelaku profesi tersebut dan media massa.
Beberapa tugas humas sekilas mirip dengan wartawan, walaupun keduanya ditujukan kepada audiens yang berbeda.
Salah satunya, misalnya, humas melakukan wawancara dengan klien untuk press release-nya. Di sisi lain, wartawan mewawancarai narasumber dan menyajikan beberapa poin pembicaraan tersebut sebagai berita.
Memahami kode etik jurnalistik akan membantu setiap praktisi humas untuk menjalankan tanggung jawabnya secara lebih profesional dan etis.
Sebelum membahas pentingnya kode etik jurnalistik bagi para pelaku humas, wajib untuk terlebih dahulu memahami apa yang terkandung di dalamnya.
Dilansir dari laman Dewan Pers, sebuah lembaga independen Indonesia yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, kode etik jurnalistik adalah panduan berisi aturan dalam melakukan kerja-kerja jurnalistik.
Berikut sebelas kode etik jurnalistik seperti dilansir dari Tempo.co:
Kode etik jurnalistik menjadi jaminan keamanan bagi para jurnalis dalam melakukan tugasnya, sekaligus memiliki batas-batas yang harus dipatuhi.
Jika batas-batas itu dilanggar maka akan ada sanksi yang diberlakukan.
Menurut Dewan Pers, walaupun Dewan Pers yang melakukan penilaian akhir atas terbuktinya suatu pelanggaran, sanksi tersebut dikenakan oleh organisasi wartawan dan/atau perusahaan pers.
Layaknya profesi-profesi lainnya, kode etik jurnalistik merupakan fondasi sebuah industri yang wajib ditaati para pihak yang berkepentingan, termasuk para praktisi humas.
RadVoice Indonesia merangkum tiga alasan pentingnya para pelaku humas untuk memahami kode etik jurnalistik. Berikut selengkapnya.
Setidaknya, terdapat dua pasal di dalam kode etik jurnalistik yang menyebutkan prinsip di atas dengan cukup tegas.
Jurnalis, atau dalam hal ini pelaku humas, memiliki kemudahan akses terhadap banyak berita. Hanya informasi yang terbukti kebenarannya dan berasal dari sumber kredibel yang sewajibnya dibagikan kepada publik.
Informasi berimbang berarti informasi yang memiliki sudut pandang lengkap, sedangkan akurat berarti informasi yang ditampilkan berasal dari sumber yang tepercaya. Dengan bersikap netral dan tanpa prasangka, jurnalis bisa membantu publik untuk membentuk opini sendiri.
Menurut Society of Professional Journalists (SPJ), apabila memungkinkan, jurnalis juga sebaiknya menyediakan akses kepada sumber informasi, agar publik bisa menelusuri secara mandiri.
Humas juga perlu mengusung kode etik jurnalistik demi menghasilkan informasi yang bermanfaat dan mematuhi standar etis yang ada.
Informasi yang disampaikan ke publik haruslah informasi yang berkaitan dengan kepentingan umum, perlu diketahui, dan memiliki dampak secara luas. Kode etik jurnalistik mengatur dengan tegas soal ini.
Tidak kalah penting, lebih baik lagi bagi humas untuk mengutamakan pemilihan dan pembahasan topik yang memprioritaskan kebutuhan masyarakat, bukan berita-berita sensasional.
Menurut Yellowbrick, dengan berfokus pada isu-isu yang menyangkut kepentingan umum, jurnalis turut berkontribusi membentuk masyarakat dengan kemampuan literasi yang baik. Humas juga memiliki peranan serupa dalam menyusun siaran pers yang dapat menginspirasi publik.
Kesulitan menulis press release dan memuatnya di media? RadVoice siap membantu Anda!
Pada praktiknya, jurnalis kadang ditawarkan sejumlah uang atau imbalan lainnya guna memberitakan sudut pandang atau topik tertentu.
Kode etik jurnalistik bisa menjadi tameng yang cukup kuat bagi jurnalis untuk menolak tawaran tersebut.
Profesi yang bersih juga berarti berita yang ditampilkan merupakan hasil tulisan sendiri. Menampilkan berita hasil karya orang lain membahayakan rekan satu profesi. Menampilkan berita hasil plagiasi juga termasuk ke dalam pelanggaran kode etik jurnalistik.
Memahami kode etik jurnalistik penting dilakukan agar setiap pelaku industri dapat menjalankan profesi dan bagiannya dengan berintegritas. Berikut tiga alasannya.
Apakah Anda memiliki pandangan lain terkait pentingnya para pelaku humas menguasai kode etik jurnalistik?