Menurut Eve Tedja, food writer senior berbasis di Bali, “jurnalisme kuliner di Indonesia masih sangat muda”, mengingat status industri yang “masih di usia belajar berjalan”.
Biarpun begitu, siaran pers dari berbagai PR agency dapat membantu meningkatkan kualitas jurnalisme kuliner di Indonesia. Ekosistem yang lebih baik akan tercipta dengan sendirinya.
Apalagi setelah kepulangan Bondan Winarno, salah satu wartawan makanan paling senior dan tersohor di Indonesia, reportase kuliner yang humanis dan berkualitas semakin dibutuhkan di tanah air.
“Di era digital ini, kita memiliki banyak kepentingan komersial dan tuntutan untuk terus memproduksi konten, tapi tanggung jawab jurnalistik kita juga sebaiknya diimbangi dengan humanisme dan empati,” kata Eve, yang kini menjabat sebagai associate editor media kuliner epicure.
“Potensi jurnalisme kuliner masih sangat besar dan makin dibutuhkan. Apa pun format atau bahasanya, Indonesia yang maha luas ini perlu banyak storyteller,” tambahnya.
Di bagian kedua dan terakhir wawancara dengan RadVoice Indonesia, Eve membagikan beberapa kriteria press release yang menarik perhatian food writer.
Baca juga: Rahasia Dapur Eve Tedja Menulis Artikel Makanan yang Menggugah Selera
Bagaimanakah Anda melihat masa depan jurnalisme kuliner? Apa yang PR agency dapat antisipasi ke depannya?
“Bagaimana kekayaan kuliner dan pangan Indonesia bisa lebih dikenal kalau tidak ada karya yang bercerita tentangnya?
“Lupakan aspek bercerita ‘keluar’ kalau kita yang di dalam negeri saja belum mengenal dengan akrab kekayaan kita masing-masing.
“Bayangkan betapa indahnya kalau kita punya akses terhadap karya-karya jurnalis atau content creator di seluruh daerah di Nusantara! Kita bisa saling pinjam dan belajar.
“Saya tidak ingin membedakan karya jurnalisme atau karya content creator. Pada hakikatnya, apa pun yang kita buat dan bagikan ke publik seharusnya dapat dipertanggung jawabkan. Tidak usah sampai adu jotos segala.
“Ekosistem yang sehat bisa terbangun kalau para pihak saling mendukung satu sama lain.
“Untuk PR agency, bangun hubungan yang personal dengan para pihak dan berikan material yang relevan.
“Publik juga harus bisa mengedukasi dan saling mengingatkan. Jangan sungkan untuk mengingatkan content creator atau jurnalis yang menyalahi rambu-rambu.
“Saya percaya publik kita sudah pintar, kok. Betul, masih banyak yang asal-asalan, tapi seringnya mereka yang seperti ini bersembunyi di akun anonim.”
Anda kerap mendapatkan siaran pers restoran atau brand kuliner lainnya. Press release seperti apakah yang membuat Anda dan food writer lainnya tertarik untuk menggali lebih lanjut?
“Siaran pers yang memiliki judul menarik sudah menang satu poin.
“Pastikan siaran pers jelas, ringkas, dan relevan. Selalu sertakan link untuk mengakses foto-foto atau video-video di dalamnya untuk memudahkan editor.
Baca juga: Bagaimana Alfida Febrianna Memilih Siaran Pers untuk Diterbitkan
“Yang kerap saya jumpai adalah rilis dikirim secara massal tanpa memperhatikan media penerimanya.
“Tentu ini akan otomatis masuk ke folder Junk, ya.
“Pastikan siaran pers tepat sasaran dan tawarkan kesempatan untuk interview eksklusif, misalnya. Ini akan lebih menarik perhatian para editor.”
Bagaimanakah PR agency sebaiknya mendekati Anda jika mereka ingin menawarkan konten?
“Tidak kenal maka tidak sayang. Kenalan dulu saja, bisa offline atau online.
“Saya pribadi suka bila mendapat siaran pers yang berupa rekapan.
“Misalnya: PR agency mengirimkan satu siaran pers tentang seluruh update dari klien mereka selama tiga bulan ke depan.
“Itu memudahkan editor untuk mencari berita yang diperlukan dan kesempatan untuk masuk ke editorial calendar suatu media akan menjadi lebih tinggi.”
Baca juga: PR Agency Membantu Liputan Leo Galuh Selama Memenuhi Syarat-syarat Ini
Wawancara dengan Eve Tedja dilakukan pada Minggu, 5 Mei 2024. Percakapan ini telah diedit agar lebih ringkas.