Bagi Dr. Ratih Kabinawa, adjunct research fellow di School of Social Sciences, University of Western Australia (UWA), menerbitkan opini di media massa adalah upaya untuk mengedukasi masyarakat yang turut membawa kebaikan bagi penulisnya.
Hal ini turut berlaku untuk penulis opini dari berbagai disiplin ilmu, bukan hanya bagi para pakar hubungan Taiwan-Asia Tenggara layaknya Dr. Ratih.
“Ketika tulisan dipublikasikan, ada apresiasi atas kerja keras Anda. Dengan apresiasi itu juga, artinya ada sesuatu yang positif yang dirasakan. Ini kemudian juga membuat Anda ketagihan menulis,” ujar Dr. Ratih kepada RadVoice Indonesia.
“Apresiasinya positif. Itu, kan, jadi semacam candu. Jadi, kemudian Anda mengetahui celah bagaimana mempertajam tulisan supaya bisa dipublikasikan dan bisa diapresiasi lebih lagi. Menurut saya, itu jadinya seperti proses belajar,” tambahnya.
Dr. Ratih telah menerbitkan opininya di Nikkei Asia (Jepang), Lowy Institute (Australia), Taiwan Insight (terafiliasi dengan University of Nottingham), Taipei Times, dan lainnya.
Tahun lalu, Dr. Ratih merupakan visiting research fellow di National Chengchi University, salah satu universitas negeri ternama Taiwan, dan penerima fellowship dari Kementerian Luar Negeri (MOFA) Taiwan. Ia lulus dengan gelar PhD dari UWA, menyelesaikan penelitiannya terkait peran diplomasi informal dalam kebijakan luar negeri Taiwan di Asia Tenggara.
Bagaimana Menerbitkan Opini di Media Massa?
Dr. Ratih membagikan lima tipsnya menerbitkan opini di berbagai media dengan RadVoice. Berikut selengkapnya.
Hubungkan dengan Peristiwa Terkini
“Dunia itu, kan, bergerak terus. Ada isu-isu khusus. Nah, pintar-pintarlah membaca momentum.
“Misalkan, pemilihan presiden. Biasanya, orang ingin mengetahui apa visinya presiden suatu negara. Kebetulan karena saya meneliti Taiwan, saya main di momentum.
“Misalkan, presiden Taiwan baru terpilih, apa kebijakan luar negerinya yang terkait dengan Asia Tenggara atau Indonesia? Hal ini sesuai dengan penelitian saya.
“Ketika Anda meneliti suatu negara, Anda sudah mengetahui sistem politiknya. Jadi, Anda juga sudah prepare.
“Media itu sifatnya mencari momentum. Kita harus belajar market-nya juga. Biasanya, momentum itu jaraknya satu sampai dua minggu. Selesai itu, mereka biasanya: ‘Ini sudah tidak menarik, sudah basilah, istilahnya. Kita sudah tidak bisa publish lagi.’ Jadi, mesti pinter membaca market-nya.”
Ketahui Dampak dan Implikasinya
“Dari momentum, Anda akan melihat apa dampak dan implikasinya.
“Implikasinya karena pasti orang ingin mengetahui latihan militer Tiongkok dekat Taiwan, yang sebelumnya belum pernah ada. Terus, tiba-tiba ada. Implikasinya apa? Itu yang paling mudah. Sudah tahu dampaknya apa, implikasinya apa, yang harus dilakukan apa.
“Jadi, Anda punya perspektif bagaimana, misalkan, Tiongkok tiba-tiba melakukan latihan militer. Implikasi untuk Asia Tenggara apa?”
Temukan Keahlian
“Kembali ke spesialisasi Anda. Anda punya keahlian apa? Spesialisasi apa?
“Saya melihat apa yang bisa saya sumbangkan dari perspektif saya dari Asia Tenggara.
“Saya jarang sekali, misalkan, menulis bagaimana dampak latihan militer itu ke Eropa, ke Amerika Serikat. Menulis berdasarkan spesialisasi, itu ide akan mengalir semua.”
Pertajam Perspektif
“Semua keahlian itu menurut saya punya keunikan sendiri-sendiri. Kemudian, bagaimana Anda bisa memunculkan keunikan itu di tulisan? Balik lagi, berdasarkan penelitian yang Anda lakukan. Data apa yang Anda punya? Interaksi Anda dengan narasumber seperti apa?
“Sama saja seperti menulis feature. Anda juga harus melakukan wawancara sebagai jurnalis. Saya pun juga bisa menjadi spesialis untuk isu itu setelah melakukan wawancara, setelah turun ke lapangan, setelah mengumpulkan data. Kemudian, saya olah dan kemudian saya tulis.
“Setelah membaca, melakukan literasi, terjun ke lapangan, dapat data, ternyata literasi mengatakan demikian. Datanya mengatakan demikian. Ini yang saya ambil: keunikan ini yang akan saya tawarkan ke media.”
Perjelas Isu yang Ada
“Terkadang, beberapa media massa juga mencari explainer atau penjelasan.
“Apa itu Kebijakan Satu Tiongkok, misalkan? Anda juga bisa kontribusi di situ, jadi Anda menjelaskan sesuatu yang sangat kompleks ke dalam bahasa sehari-hari.
“Itu bisa jadi bahan untuk menulis bagaimana hasil-hasil riset akademik Anda yang menggunakan bahasa akademik super susah untuk dibuat bahasa sangat sederhana.”
Kesimpulan
Sebagai pakar hubungan internasional, Dr. Ratih Kabinawa menerbitkan opininya di berbagai media guna mempertajam analisis dan memperluas jejaringnya.
Dr. Ratih rutin menulis analisis tentang hubungan Taiwan dengan Asia Tenggara. Baginya, segala tulisan opini wajib didasari peristiwa terkini dan dampaknya terhadap kawasan yang ia teliti.
Menurutnya, menerbitkan opini di media juga perlu didasari oleh keahlian dan ketajaman perspektif. Seorang penulis opini juga diharapkan untuk dapat memperjelaskan berbagai isu yang beredar menggunakan bahasa yang membumi.
Wawancara dengan Dr. Ratih Kabinawa dilakukan pada Rabu, 8 Januari 2025. Wawancara ini telah diedit agar lebih ringkas.