Artificial intelligence atau AI telah menjadi bagian dari kehidupan modern, termasuk untuk membantu kerja jurnalistik.
Namun perlu dipahami bagaimana batasan AI dalam karya jurnalistik diterapkan.
Riset yang dilakukan oleh Amaya Noain-Sánchez dari Universidad Rey Juan Carlos membenarkan bahwa AI akan meningkatkan kemampuan jurnalis, efisiensi proses pembuatan berita, dan produktivitas industri media massa.
Akan tetapi, perubahan pola pikir di lingkungan media diperlukan. Pelatihan tentang pemakaiab alat-alat AI harus menjadi prioritas. Hal ini mengingat kurangnya pengetahuan yang dimiliki penggunanya.
Hal ini seiring dengan munculnya masalah etika, menekankan perlunya kontrol, dan pengawasan berkelanjutan terhadap proses yang dilakukan oleh AI.
Nenden Sekar Arum, direktur eksekutif Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet), berbagi pandangannya dengan RadVoice Indonesia mengenai seberapa jauh batasan AI dalam produksi jurnalistik dan distribusi berita.

Nenden Sekar Arum saat menjadi pembicara. (Semua foto oleh Nenden Sekar Arum)
AI di Jurnalistik: Dari Perencanaan hingga Sampai ke Pembaca
Saat ini, AI sudah banyak digunakan dalam proses produksi berita.
“Sekarang AI dipakai di seluruh tahapan produk jurnalistik, dari setiap tahapan produksi sampai distribusi produk jurnalistik,” kata Nenden.
Nenden membandingkan dengan waktu sebelum berkembangnya AI. Produk jurnalistik berupa koran atau majalah cukup dijual di kios, lapak, atau lampu merah. Siapa saja yang merasa butuh akan menghampiri penjual.
Sedangkan hari ini, informasi berita yang disajikan online bisa sampai ke tangan konsumen atau pembaca melalui smartphone masing-masing.
Redaksi bisa memanfaatkan dan mengembangkan AI dalam produk jurnalistik, termasuk untuk menggunakan algoritma tertentu, sehingga berita sampai ke pembaca secara personal.
Ini dilakukan dengan memanfaatkan data dan jenis berita yang sering diklik oleh pembaca. Data pelanggan juga bisa diolah untuk memberikan rekomendasi bacaan yang lebih baik.
AI untuk Internal Redaksi
Selain itu, di dalam redaksi, AI bisa dikembangkan juga secara internal.
“Misalnya, untuk kebutuhan perencanaan di rapat redaksi atau meningkatkan kualitas pembuatan ilustrasi, pemilihan diksi, serta mengembangkan isu,” tutur Nenden.
Kemudian, di tahapan distribusi berita, AI dapat dipakai untuk memperluas basis pembaca melalui algoritma media sosial. Ini membuat rekomendasi bacaan menarik dengan data yang dipilih.
Sehingga newsroom dan perusahaan juga bisa mengetahui jumlah pembaca media mereka, seperti apa demografinya, hingga usia dan minat topik bacaan.
“Dari situ bisa diolah dan disegmentasi tujuan tiap berita ke sasaran tertentu, dipush melalui notifikasi atau email,” kata Nenden.

Nenden Sekar Arum (tengah) berbicara mengenai kebebasan beropini di ruang digital.
Pedoman Batasan AI oleh Dewan Pers
Pada Peraturan Dewan Pers Nomor 1 Tahun 2025 tentang Pedoman Penggunaan Kecerdasan Buatan dalam Karya Jurnalistik, salah satunya disebutkan proses pemakaiannya tidak boleh otomasi 100%.
Menurut peraturan tersebut, setiap langkah proses pembuatan produk jurnalistik harus ada supervisi manusia.
Recheck, verifikasi, dan konfirmasi tetap menjadi langkah yang harus dilakukan jurnalis maupun redaksi di ruang pembuatan berita.
“Pedoman ini seharusnya minimal sudah diketahui keberadaannya, bahwa ada guidance. Tapi mungkin memang masih atau baru di level redaksi yang besar, misalnya di Jakarta,” kata Nenden.
“Saya belum cek apakah sosialisasinya sudah dilakukan Dewan Pers sampai ke level daerah. Tapi untuk di nasional, pedomannya sudah ada melalui peluncuran press release dan lain-lain,” kata Nenden.

Nenden saat mengikuti demonstrasi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Batasan AI di Produk Jurnalistik: Harus Ada Supervisi Manusia
Secara garis besar, terdapat beberapa poin yang menjadi batasan AI menurut pedoman penggunaan kecerdasan buatan dalam karya jurnalistik.
Petunjuk ini diharapkan dapat diikuti oleh jurnalis dan newsroom dalam memproduksi berita. Berikut pemaparan Nenden.
Tidak Percaya 100%
Pekerjaan jurnalistik memang sangat terbantu oleh AI, seperti transkrip otomatis rekaman suara dan video ke dalam bentuk naskah.
Namun jurnalis tetap harus mengecek ulang kemungkinan kesalahan yang dilakukan oleh alat ini. Mereka pun harus mengecek naskah jurnalistik yang dikerjakan menggunakan kecerdasan buatan.
Penggunaannya untuk Belakang Layar
Kecerdasan buatan bisa dipakai untuk membantu brainstorming, tetapi tidak untuk memproduksi keseluruhan produk jurnalistik.
Alasannya, sangat mungkin terjadi manipulasi produk yang bermula dari prompt yang diminta oleh pengguna.
Perhatikan Etika Jurnalistik
Prinsip dasarnya: karya jurnalistik yang dihasilkan dengan AI harus selalu berpedoman pada Kode Etik Jurnalistik.
Supervisi Manusia
Penggunaan kecerdasan buatan dalam karya jurnalistik wajib berada di bawah kendali atau supervisi manusia dari awal hingga akhir.
Pasalnya, tanggung jawab atas produk jurnalistik tetap berada di tangan perusahaan pers.
Tidak Mengandung SARA
Produk jurnalistik yang dihasilkan AI dilarang mengandung unsur cabul, manipulasi, dan diskriminasi terkait SARA.
Transparansi
Redaksi dan perusahaan media wajib menginformasikan secara terbuka apabila produk jurnalistiknya dibuat menggunakan bantuan AI.
Sayangnya, karena bentuk pedoman masih berupa panduan dan imbauan, maka tidak ada payung hukum yang memperkuat batasan AI ini.
Baca juga: Tantangan Baru Jurnalis: Jawaban Narasumber Berlandaskan AI
Kesimpulan
AI telah menjadi alat bantu dalam pekerjaan termasuk di dunia jurnalistik.
Penggunaannya mulai dari perencanaan isu, membentuk artikel dan naskah, mengumpulkan dan mendistribusikan konten, hingga sampai ke tangan konsumen.
Alat kecerdasan buatan sebaiknya digunakan oleh redaksi untuk untuk membantu di balik layar, dengan tetap ada peran manusia yang melakukan supervisi.
Batasan AI tersebut juga telah dicantumkan pada pedoman Dewan Pers, sehingga setiap karya yang menggunakan AI tidak melanggar kode etik jurnalistik.
Wawancara dengan Nenden Sekar Arum dilakukan pada Sabtu, 10 Mei 2025. Percakapan ini telah diedit agar lebih ringkas.