Pengelolaan strategi konten Kompasiana fokus pada penyajian konten yang relevan, menarik, dan sesuai dengan tren pembaca.
Dengan kekuatan storytelling dan kolaborasi dengan komunitas penulis, Marcia Audita berupaya memperluas jangkauan dan memperkuat posisi Kompasiana sebagai platform berbagi gagasan yang berkualitas.
Berawal sebagai jurnalis di Kumparan, Marcia terhitung telah sembilan tahun menyelami dunia penulisan dan konten digital. Ia beralih dari dunia jurnalis ke bidang digital content curation dengan menjadi content editor di Line Today.
Alumnus Ilmu Sejarah UI ini juga sempat menjadi editor di KUY Media Group dan content operation specialist di salah satu aplikasi milik ByteDance Indonesia, induk perusahaan TikTok.
Marcia kemudian menjadi Head of Content & Social Media di Kompasiana sejak Juli 2024 hingga saat ini.
Strategi Konten Kompasiana
RadVoice Indonesia telah mewawancarai Marcia terkait strategi konten di Kompasiana. Berikut selengkapnya.
Apa yang membedakan Kompasiana dengan media berita lainnya?
“Sebagai platform User-Generated Content (UGC), semua artikel di Kompasiana datang dari para pengguna, yang disebut Kompasianer.
“Jadi, Kompasiana bukan media berita yang dikelola redaksi. Di sini, suara pengguna adalah nyawa utamanya.
Baca juga: Ingin Fokus Menulis Konten? Coba Ikuti 3 Tips Ini!

(Semua foto oleh narasumber)
“Awalnya, user memang datang hanya untuk menulis dan berbagi opini. Tapi karena tema yang beragam dan interaksi terus tumbuh, mereka mulai saling berkomentar di dalam artikel, berdiskusi, hingga akhirnya membentuk komunitas sendiri.
“Dari sinilah lahir berbagai komunitas—mulai dari komunitas penulis cerpen, pecinta film, pengajar, pegiat isu perempuan, penggemar olahraga, pecinta budaya Korea, dan masih banyak lagi, tentunya banyak event komunitas juga.”
Bagaimana strategi dalam mengkurasi konten dari pengguna dan sejauh mana tim Kompasiana terlibat?
“Setiap user bisa langsung menerbitkan tulisannya sendiri, maka moderasi menjadi elemen penting untuk menjaga kualitas dan kepatuhan terhadap aturan platform.
“Di Kompasiana, pascamoderasi dilakukan dalam tiga tahap setelah artikel tayang, yaitu kurasi yakni mengecek apakah artikel melanggar syarat dan ketentuan serta eksekusi yakni memutuskan tindakan yang harus diambil, seperti memberikan peringatan jika ada pelanggaran atau justru sebaliknya, apresiasi untuk artikel berkualitas yang layak masuk halaman depan Kompasiana.
“Kemudian yang terakhir adalah penyuntingan yaitu memastikan artikel layak baca tanpa mengubah esensi dan gaya khas penulisnya.

“Jika ada potensi pelanggaran, kami akan memberi notifikasi kepada Kompasianer.
“Tujuannya bukan untuk membatasi, tapi membangun lingkungan menulis yang sehat dan bertanggung jawab, serta user bisa memperbaiki kontennya ke depan.
“Seperti media sosial lainnya, tanggung jawab atas konten dan seluruh aktivitas di Kompasiana sepenuhnya ada di tangan si pembuat konten.”
Dalam strategi konten di media sosial, bagaimana menentukan konten mana yang layak dipromosikan?
“Banyak artikel di Kompasiana yang berkualitas dan layak menjangkau lebih banyak orang.
“Oleh karena itu, kami aktif melakukan alih wahana konten ke berbagai format selain artikel, seperti buku, antologi, hingga berbagai publikasi lainnya, termasuk di media sosial.
Baca juga: Blogging untuk Bisnis di Era Media Sosial: Kebutuhan atau Sudah Ketinggalan?
“Akun media sosial Kompasiana bukan sekadar tempat promosi artikel, tapi juga mencerminkan aktivitas komunitas di dalamnya.
“Kami ingin menyajikan konten yang sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari, relevan dengan tren, inklusif, merefleksikan interaksi para Kompasianer dan kegiatan komunitas, anak muda, milenial, dan seluruh kalangan dalam berbagai format, seperti carousel feed, video, hingga podcast.”
Apa pelajaran terpenting yang Anda dapatkan selama sembilan tahun di industri konten digital?
“Sembilan tahun di industri konten digital mengajarkan satu hal penting: konten bukan cuma soal menulis atau membuat sesuatu yang viral lalu hilang begitu saja.
“Lebih dari itu, konten yang baik harus punya nilai.
“Nggak melulu konten yang berat-berat, tapi bisa menginspirasi, mengedukasi, atau membuat orang merasa terhubung dan bilang ‘oh, ini konten buat gue banget!’

“Dunia digital terus berubah. Cara orang mengonsumsi informasi semakin beragam dan unik.
“Teknologi berkembang, tren terus bergeser, dan platform atau medium bisa terus berganti. Tapi satu hal yang pasti: konten berkualitas akan selalu punya tempat di hati semua orang.
“Dari jadi jurnalis sampai mengelola platform UGC, saya belajar bahwa konten bukan cuma soal merangkai kata.
“Konten adalah how to: cara kita bercerita, cara kita storytelling, cara kita bersuara, cara kita berbagi perspektif, cara kita membangun koneksi.”
Kesimpulan
Strategi konten Kompasiana fokus pada kualitas tulisan yang relevan dan menarik serta pemberdayaan komunitas.
Sebagai platform UGC, Kompasiana memberikan kebebasan bagi pengguna untuk berbagi opini, namun tetap menerapkan moderasi melalui kurasi, eksekusi, dan penyuntingan agar konten tetap relevan dan bertanggung jawab.
Untuk memperluas jangkauan, Kompasiana menerapkan strategi alih wahana konten dengan mengadaptasi artikel ke berbagai format seperti buku, antologi, hingga konten media sosial.
Konten yang dipromosikan pun tidak hanya soal artikel, tetapi juga aktivitas dari komunitas yang mengikuti tren dan isu-isu terkini.
Wawancara dengan Marcia Audita dilakukan pada Jumat, 28 Februari 2025. Percakapan ini telah diedit agar lebih ringkas.