Konsultan PR Atiqa Hanum

Konsultan PR harus memiliki strategi tersendiri ketika menghadapi opini negatif dari publik.

Perkembangan media sosial mempermudah seseorang mengemukakan pendapat, termasuk memberikan komentar negatif terhadap produk atau jasa dari perusahaan dan lembaga.

Ini kemudian menjadi tantangan baru untuk para konsultan PR, khususnya ketika menerima komentar negatif baik di artikel berita atau konten media sosial.

Matias Rodsevich, konsultan PR di Belanda, mengatakan bahwa memonitor laporan media, umpan balik dari konsumen, serta dampak terhadap bisnis menjadi krusial sebelum menyampaikan kepada para pemangku kepentingan.

Atiqa Hanum, konsultan PR independen, memiliki berbagai cara untuk mengatasi komentar negatif yang diterima oleh kliennya. Berikut petikan wawancaranya dengan RadVoice Indonesia.

Apa tantangan terbesar seorang konsultan PR?

“Tantangannya yakni memahami kondisi masing-masing dari klien yang berasal dari berbagai macam bidang. 

“Strategi yang dibuat untuk bank tentu tidak akan sama dengan strategi perusahaan pertambangan. 

“Untuk itu, konsultan PR harus mendalami karakter klien lebih luas lagi guna menentukan langkah-langkah apa yang harus dijalani.

Baca juga: Prospek Karier Konsultan PR Independen: 3+ Tips Atiqa Hanum

“Selain itu, tantangan humas juga ditemukan saat menghadapi opini-opini yang berkembang, apalagi di era digital seperti ini membuat PR harus lebih hati-hati dalam bertindak maupun memberikan statement.”

Apakah Atiqa Hanum pernah menangani klien yang sering mendapatkan komentar negatif?

“Pernah, bahkan sering menerima isu negatif. Itu biasanya karena memang perusahaan itu cukup berpengaruh, sehingga isu negatif tidak terhindarkan.

“Setiap muncul isu negatif, konsultan PR harus selalu aware dan selalu sigap dalam menangani hal tersebut.

“Ada pula yang memang kesalahan klien namun hendak diperbaiki, jadinya butuh jasa konsultan PR.”

Bagaimana Atiqa Hanum mengetahui adanya komentar negatif dari publik?

“Klien biasanya punya vendor untuk media monitoring sendiri. Banyak konsultan PR pun kadang juga menawarkan layanan media monitoring apabila memang belum dimiliki klien.

“Saya melihat layanan ini seperti harus wajib. Tidak hanya media massa saja, tetapi media sosial monitoring juga ada. Hal ini berbeda dengan sekadar memantau isu di mesin pencari.

“Biasanya kami akan melakukan monitoring pemberitaan setiap hari dan akan dilaporkan ke klien setiap pagi.

“Untuk monitoring media sosial, terkadang suka ditemukan komentar miring. Namun dilihat juga tingkat pengaruh dari komentar tersebut apakah cukup berdampak atau tidak.

“Terlebih lagi, saat ini peran media sosial menjadi lebih luas. Postingan di media sosial bisa langsung dijadikan berita juga.

“Monitoring media sosial juga perlu antisipasi agar tidak sampai viral. Kalau sudah viral, biasanya jadi berita yang harus segera diatasi. 

“Di luar itu, isu krisis juga bisa berasal dari internal klien sendiri. Ada macam-macam hal yang menyebabkan isu negatif bisa muncul dan berdampak terhadap brand awareness klien. Saat ini ada banyak tools media monitoring, ya, untuk media massa dan media sosial.”

Bagaimana strategi Atiqa Hanum menghadapi komentar negatif dari publik? 

“Opini publik saat ini memang sulit untuk dikendalikan, apalagi yang bentuknya negatif. 

“Apabila positif, tentu akan sangat menguntungkan. Apabila negatif, konsultan PR tidak boleh menghindar, bahkan harus meminimalisir meminimalisir dampak dari opini negatif publik tersebut. 

“Contohnya, dengan terus konsisten memberikan informasi yang positif kepada publik apa pun responnya. Namun tidak gegabah dalam merespon opini negatif tersebut.

Baca juga: Insight Gadizsa Zselamart Menjadi Praktisi Komunikasi

“Karena lambat laun, opini negatif akan teredam dengan hal-hal baik yang telah dan akan dilakukan. 

“Berkomitmen untuk berubah menjadi lebih baik ke depannya bisa dilakukan apabila sudah terlanjur negatif.”

Jika terdapat opini negatif seperti ini, bagaimana respon dari klien Anda?

“Klien akan panik, apalagi kalau nasabahnya mengeluhkan pelayanan sampai membagikan ceritanya ke media sosial dan viral.

“Hal ini tentu akan mencoreng brand awareness klien sendiri. Namun dengan adanya tindakan yang tepat seperti membenahi layanan, tentu akan membuat opini negatif meredam.

“Karena apabila isu negatif terus menerus didiamkan, malah akan membuat opini negatif tersebut berkembang lebih tidak karuan. 

“Untuk itu, diperlukan konsistensi dalam mengembangkan suatu strategi PR yang bisa mengantisipasi krisis public relations yang tidak terduga.”

Wawancara dengan Atiqa Hanum dilakukan pada Selasa, 30 Januari 2024. Percakapan ini telah diedit agar lebih ringkas.