Pengalaman dan Kesulitan Jurnalis TV menurut Sandra Insana Sari

Sandra Insana Sari membagikan pengalamannya bertransisi dari jurnalis TV ke humas perusahaan.

Once a journalist, always a journalist. Itulah moto profesional Sandra Insana Sari, mantan jurnalis TV CNN Indonesia yang sekarang berprofesi sebagai humas sebuah perusahaan IT di Jakarta dan freelance moderator dan MC.

Sebelumnya, Sandra merupakan produser lapangan CNN Indonesia selama lebih dari lima tahun. Ia terlibat dalam segala proses peliputan jurnalis TV, mulai dari meriset tema liputan, menentukan dan menghubungi narasumber, melakukan peliputan, serta mengolahnya bersama para videografer.

Sandra berkesempatan meliput berbagai hal seperti ekonomi, teknologi, politik, sosial, budaya, dan lainnya.

Ia juga pernah berkontribusi untuk beragam program CNN Indonesia yang di antaranya acara pagi Good Morning, Heroes (mengangkat sosok-sosok inspiratif), Inside Indonesia (menghadirkan keindahan Indonesia), serta Berbuat Baik (reality show tentang kisah masyarakat kurang mampu dan penggalangan dana).

Bagi Sandra, menjadi pembelajar merupakan hal paling pertama yang ia lakukan selama berprofesi sebagai jurnalis TV. Pola pikir itulah yang ia bawa ke dalam kehidupan profesionalnya hingga saat ini.

“Banyak hal yang dipelajari, baik sebelum liputan maupun setelah liputan. Bukan hanya tentang politik di Indonesia, apa saja faktor yang mempengaruhi IHSG, misalnya, atau bagaimana wisata di Indonesia, tapi saya belajar bagaimana berkehidupan, perbedaan, dan nilai-nilai dari proses liputan tersebut,” ujarnya kepada RadVoice Indonesia.

Berbekal pengalamannya sebagai jurnalis TV, Sandra kini juga bekerja sebagai freelance moderator dan MC. (Foto oleh narasumber)

Sandra membagikan pengalaman, kesulitan, dan pembelajarannya selama berkarya sebagai jurnalis TV.

Apa sajakah kesulitan dan tantangan yang Anda alami selama bertugas sebagai jurnalis TV?

“Setiap liputan memiliki tantangan tersendiri. Baik dari segi materi liputan yang terkadang cukup berat dan harus dimengerti dalam waktu cepat, tantangan mendapatkan narsum, medan liputan saat ke pelosok, cuaca, dan hal-hal eksternal lainnya yang tidak bisa dikontrol.

“Saat membuat dokumenter Inside Indonesia, saya terkendala cuaca dan narasumber sekaligus. Cuaca hujan dan bentroknya waktu narasumber saat liputan di Sumatera Barat, membuat saya kehilangan item liputan dan waktu liputan lapangan yang tidak bisa di-extend.

“Belum lagi ditambah kendala hilangnya beberapa visual di card reader yang error, dan harus tetap ditayangkan dalam durasi 25-28 menit.

“Namun hal tersebut dapat teratasi, dengan cepat mencari item menarik lainnya, dan menyesuaikan naskah dengan gambar, walau membuat naskahnya memakan waktu cukup lama.

Sandra (tengah) berhasil beradaptasi di segala situasi dalam berbagai penugasannya bersama CNN Indonesia TV. (Foto oleh narasumber)

“Liputan lainnya yakni dokumenter di Kalimantan. Saya mendaki, berkemah, sampai diving. Semua itu merupakan hal baru untuk saya dan menjadi tantangan karena medannya yang tidak biasa, cukup berbahaya, dan saya belum pernah melakukan itu sebelumnya. Namun setelah dilalui, itu menjadi pengalaman yang luar biasa, dan saya ingin melakukannya lagi.

“Tidak lupa juga liputan demo buruh di Tangerang, di mana terjadi kerusuhan, dengan lemparan batu, gas air mata, dan petasan. Namun saya harus tetap fokus dan menyampaikan berita live, sambil menjaga keamanan diri dan tim.”

Anda sering keliling Indonesia untuk liputan. Apa sajakah pengalaman yang menyenangkan dan berkesan itu?

“Pengalaman berkesan sangat banyak didapat, terutama untuk liputan Inside Indonesia dan Heroes. Mulai dari mendapatkan ilmu baru, teman baru, cerita baru, dan kesempatan yang belum tentu bisa terulang lagi.

Sandra berkesempatan mengelilingi Indonesia sebagai jurnalis TV CNN Indonesia. (Foto oleh narasumber)

“Liputan ‘Membumi di Tanah Merabu’ untuk Inside Indonesia. menjadi salah satu hal yang sangat berkesan. Perjalanan udara, ditambah menyeberangi sungai dan darat, ditempuh kurang lebih dalam 12 jam ke Merabu, Kalimantan.

“Menjelajahi gua di hutan inti Kalimantan, dan bertemu hewan berbisa di gua yang jika tersentuh manusia dalam hitungan detik, akan membunuh manusia. Medan yang tidak biasa, menyusuri hutan Kalimantan, dan gua yang menanjak dan juga curam, nyatanya worth it dengan pengalaman dan temuan jejak telapak dan kehidupan nenek moyang manusia.

“Liputan ‘Melepas Jiwa di Toraja’ untuk Inside Indonesia tidak kalah berkesan. Meliput bagaimana proses pemakaman termahal dengan biaya milliaran rupiah dan berbagai rangkaian upacara.

“Merasakan langsung bagaimana atmosfer upacara pemakaman yang membuat bulu kuduk berdiri; melihat jenazah yang belum dikubur beberapa bulan, dan bagaimana mereka memperlakukannya; melihat bagaimana kebersamaan dan kekeluargaan orang Toraja yang begitu kuat; dan lainnya.

“Liputan Heroes berjudul ‘Abdi Veterinarian Sejati’ menceritakan perjuangan dokter dalam membantu petani Salatiga bertahan di kala penyakit mulut dan kuku. Yang menjadi berkesan adalah bagaimana idealisme dan kecintaan akan profesi sebagai dokter hewan membantu petani dan peternak bertahan dari PMK dengan berbagai keterbatasan, dan lainnya.”

Bagaimana PR membantu profesi Anda sebagai jurnalis TV di lapangan waktu itu?

“Sebagai lulusan ilmu komunikasi PR, tentu skill PR juga digunakan saat menjadi seorang jurnalis.

“Teknik lobby and negotiation yang ada di dunia PR juga dapat digunakan saat meminta kesediaan narasumber liputan untuk memberikan wawancara kepada wartawan.

Personal appearance seorang PR juga dapat diterapkan di dunia jurnalis, terutama sebagai jurnalis TV yang juga mengutamakan penampilan.

Ilmu PR yang Sandra peroleh semasa kuliah juga membantu kariernya sebagai jurnalis TV selama lebih dari lima tahun. (Foto oleh narasumber)

“Bagaimana membangun relasi di PR juga menjadi salah satu hal penting dalam dunia jurnalis TV.

“Namun tentu, batasan kedekatan tetap dibangun untuk memastikan profesionalitas. Ini menjadi seni bagaimana menjadi jurnalis kredibel, namun tetap fleksibel menghadapi tantangan tanpa keluar dari etika jurnalistik.”

Wawancara dengan Sandra Insana Sari dilakukan pada Minggu, 28 April 2024. Percakapan ini telah diedit agar lebih ringkas.