Amy Sood telah meniti kariernya sebagai jurnalis South China Morning Post (SCMP) sejak September 2022.
Namun langkahnya di dunia jurnalistik dimulai jauh sebelum itu di beberapa media internasional lainnya, seperti Agence France-Presse, NBC News, dan CNN.
Dari jenjang SMA di Bandung hingga menempuh kuliah di Christchurch, Selandia Baru, kecintaannya pada bahasa Inggris dan dorongan untuk bercerita perlahan menuntunnya ke jurnalisme internasional.
Di balik itu, ada lika-liku pengalaman dan keberanian yang membentuk angle liputan berita hingga saat ini.
Perjalanan Amy Menjadi Jurnalis South China Morning Post
Dalam wawancaranya bersama RadVoice Indonesia, Amy Sood berbagi perjalanannya berkarir sebagai jurnalis SCMP. Simak kisah lengkapnya berikut ini.

Dilema Karier hingga Titik Balik di Christchurch
Seperti banyak remaja lain, Amy Sood melewati masa SMA dengan kebingungan soal masa depannya.
Ia tertarik pada berbagai bidang sekaligus: di satu sisi, dunia kedokteran terlihat menjanjikan. Namun di sisi lain, ada minat menulis yang telah tumbuh sejak kecil.
Setelah melalui proses pencarian jati diri dan diskusi bersama keluarga dan guru, Amy lulus sekolah di Bandung untuk melanjutkan studi di University of Canterbury, Selandia Baru.
Ia mengambil jurusan Sastra Inggris dan Media dan Komunikasi.
Di lingkungan akademik yang mendukung, Amy mulai mengeksplorasi berbagai minat, termasuk ilmu politik dan penulisan berita.
Perlahan namun pasti, arah kariernya mulai terlihat lebih jelas: ia ingin menjadi jurnalis.
Titik balik keputusan karier datang di tahun terakhir kuliahnya ketika kota Christchurch diguncang serangan teroris pada 2019.
“Kejadian itu benar-benar mengguncang saya secara emosional, tapi juga membuka mata saya akan pentingnya peran jurnalisme,” ujar Amy.
“Saya sadar meskipun pekerjaan ini menantang, ada tujuan yang mendalam dan bermakna,” tambahnya.
Baca juga: Cerita Elisa Valenta Menjadi Koresponden Media Singapura
Pengalaman Jurnalis di Media Internasional: Agence France-Presse, NBC News, dan CNN
Karier Amy bermula dari magang di Agence France-Presse (AFP), kantor berita global, tepatnya di divisi video pada akhir tahun 2020.
Kesempatan ini menjadi kali pertamanya tinggal di Hong Kong.
“Awalnya cukup menegangkan, tapi para jurnalis AFP sangat berdedikasi membimbing jurnalis muda. Itu sangat membantu saya menemukan pijakan awal di industri ini,” kenangnya.
Selama magang, tim fact-checking AFP juga menghubungi Amy, karena Amy bisa membantu liputan dengan kemampuan bahasa Hindi dan Indonesia.
“Saya tetap stay in touch dengan tim, lalu bergabung full time setelah menyelesaikan gelar S2 jurnalisme di University of Hong Kong,” jelas Amy.
Ia mengasah skill-nya dalam riset, verifikasi data, dan membaca pola penyebaran misinformasi di media sosial.
“Saya belajar menganalisis peristiwa secara retrospektif, dan memahami bagaimana misinformasi menyebar. Keahlian itu terbukti sangat berguna dalam peran saya sekarang di SCMP, terutama dalam liputan investigatif dan analitis,” ceritanya.
Saat bekerja di CNN dan NBC News, Amy belajar menyusun pitch berita yang tajam dan relevan.
Salah satu pengalaman yang paling membekas datang dari CNN, saat Amy ditantang menulis laporan in-depth tentang kasus kematian akibat mahar (dowry deaths) di Kerala, India.
Amy meliput kasus seorang suami yang dilaporkan membunuh istrinya sebab keluarga sang istri dianggap belum memenuhi tuntutan mahar.
Praktik mahar yang disalahgunakan terus menimbulkan korban, dengan ribuan wanita tewas setiap tahun.
“Itu topik yang berat dan kompleks, tapi editor mendorong dan mendampingi saya selama proses penulisan. Itu jadi cerita besar pertama saya, dan masih menjadi salah satu yang paling saya banggakan,” ungkap Amy.
Cerita Amy Sebagai Jurnalis South China Morning Post

Melihat Asia dengan Perspektif Global: Pendekatan Jurnalisme Lintas Negara
Sebagai jurnalis South China Morning Post, posisi Asia Reporter yang dijalani Amy mencakup hampir seluruh kawasan Asia, kecuali Hong Kong, Taiwan, dan Tiongkok.
“Saat pertama kali mendengar tentang peran ini, saya merasa antara terintimidasi dan sangat bersemangat,” kata Amy.
“Membayangkan bisa meliput berbagai negara terasa sangat membebaskan, tapi di saat yang sama juga menantang karena saya harus cepat jadi ‘ahli dadakan’ dalam konteks politik dan sosial yang belum familiar,” jelasnya.
Di tengah arus cepat berita kawasan, ia juga kerap terlibat dalam peliputan isu-isu besar dari negara lain di Asia.
“Saya rasa kuncinya adalah tetap penasaran dan terus mengikuti perkembangan informasi di seluruh wilayah. Tapi tentu saja, mustahil tahu segalanya tentang semua tempat,” ungkap Amy.
“Penting untuk menjadi quick learner dan bisa menulis topik baru dengan percaya diri dan jelas,” tambahnya.
Liputan Pemilu Malaysia 2022 dan Pemilu Indonesia 2024
Ketika bergabung dengan SCMP pada akhir 2022, Amy langsung ditugaskan untuk meliput pemilu Malaysia.
“Saya fokus membuat explainer yang bisa membantu pembaca memahami apa yang terjadi, terutama bagi mereka yang tidak familiar dengan situasi politik Malaysia,” ujar Amy.
“Beberapa hari sebelum pemilu, saya menulis artikel berjudul ‘Malaysia election 2022: A quick guide to what you need to know’. Responsnya sangat positif karena pembaca merasa diberi akses berita kompleks seperti ini di saat momen krusial,” jelasnya.
Setelah itu, Amy meliput pemilu Indonesia 2024 yang menjadi pengalaman sangat personal, apalagi ia berkesempatan untuk turun langsung ke Jakarta.
“Saya sudah cukup lama mengikuti perkembangan politik Indonesia, jadi bisa meliputnya secara langsung untuk SCMP, terutama berada di Jakarta menjelang hari pemilu, terasa sangat memuaskan,” katanya.
Namun, meliput dari luar negeri tentu tak tanpa tantangan.
Salah satu kendala utama adalah soal akses langsung ke lapangan dan sumber informasi primer.
“Ketika saya tidak berada di lapangan, saya bisa sangat bergantung pada informasi sekunder. Butuh waktu untuk membangun jaringan kontak yang kuat, dan itu sangat membantu saya sekarang,” jelasnya.
Saran untuk Jurnalis Muda yang Ingin Berkiprah di Media Internasional

Bagi Amy, perjalanan menuju jurnalisme internasional bukan hanya soal bakat menulis atau keberanian turun ke lapangan, tapi juga ketekunan membangun perspektif global dan relasi profesional yang kuat.
“Menurut saya, penting untuk banyak membaca dan belajar dari jurnalis serta penulis lain supaya kita bisa memperluas cara pandang kita,” ungkap Amy.
Ia juga menegaskan setiap jurnalis perlu menemukan niche atau fokus liputan sendiri.
“Kita juga perlu menemukan bidang kita sendiri, isu apa, topik apa, atau negara mana yang ingin benar-benar kita pahami dan kuasai,” ujar Amy.
“Hubungi jurnalis senior dan lihat apakah mereka bersedia membantu. Bangun hubungan baik dengan narasumber atau kontak. Bersikap profesional tapi juga ramah, itu yang membuat orang nyaman berbagi cerita dan perspektif,” lanjutnya.
Bagi jurnalis muda, membangun fondasi ini sejak awal bisa membuka pintu ke peluang internasional yang lebih luas.
Kesimpulan
Perjalanan Amy Sood sebagai jurnalis internasional bukanlah proses yang instan.
Ia memulai langkahnya setelah melalui dilema karier di bangku sekolah.
Pengalaman di media-media besar seperti CNN, NBC News, dan AFP menjadi fondasi penting dalam membentuk kepekaan, ketangguhan, dan perspektif globalnya sebagai jurnalis.
Amy menekankan pengalaman langsung dan bimbingan dari jurnalis senior sangat berperan dalam mengasah keahliannya.
Untuk bisa berkiprah di media internasional, penting untuk terus membangun keterampilan, belajar dari sesama jurnalis, serta menjaga hubungan yang baik dengan narasumber.
Wawancara dengan Amy Sood dilakukan pada Kamis, 5 Juni 2025. Percakapan ini telah diedit agar lebih ringkas.