Hujan yang mengguyur Abu Dhabi di awal tahun 2025 bukan hanya kejutan bagi pengunjung dan penduduk lokal, namun juga para jurnalis yang bersiap meliput salah satu proyek energi terbarukan terbesar di dunia: Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Al Dhafra seluas 20-21 km persegi.
Putu Indah Savitri, jurnalis media Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) ANTARA, mewakili Indonesia untuk liputan PLTS di Abu Dhabi.
Ia berangkat membawa nama media pemerintah Indonesia ke dua forum penting tingkat global: IRENA (International Renewable Energy Agency) Assembly 2025 dan Abu Dhabi Sustainability Week.
Selama sepekan di Uni Emirat Arab (UEA), Putu mengumpulkan data langsung dari hasil liputan PLTS di Abu Dhabi, dan menelisik relevansi energi terbarukan dunia bagi Indonesia.
Dalam wawancaranya bersama RadVoice Indonesia, Putu berbagi pengalaman liputan PLTS di Abu Dhabi. Simak kisah lengkapnya berikut ini.
Proses Persiapan Liputan PLTS di Abu Dhabi Hingga Hari H
Sebelum menginjakkan kaki di Abu Dhabi, Putu melakukan sejumlah persiapan. Salah satunya, melakukan riset, mulai dari seluk-beluk organisasi IRENA hingga Abu Dhabi Sustainability Week.
“Aku berangkat dari mencari tahu IRENA Assembly itu apa, sih? Siapa saja yang ikut assembly itu? Sejauh apa IRENA memengaruhi kebijakan negara-negara anggotanya dan apakah ada gebrakan-gebrakan notable dari IRENA itu?” tutur Putu.

Bersama koordinator liputan (korlip), Putu berdiskusi isu-isu yang akan diangkat sebagai rencana liputan PLTS di Abu Dhabi.
“Jadi sewaktu berangkat, aku sudah ada gambaran selama seminggu di Abu Dhabi mau prioritasin liputan isu apa saja,” katanya.
Baca juga: Liputan Jurnalis Azhfar Muhammad di Kantor Berita ANTARA
Proses Liputan
Dalam proses wawancara, Putu menyiasati pertanyaan agar arah diskusinya tetap relevan dengan konteks Indonesia.
“Aku selalu berusaha membumikan atau mengaitkan artikel dan berita yang kutulis ke Indonesia,” kata Putu.
“Misalkan, nggak ada kaitannya sama Indonesia, seperti artikelku soal kota hijau di tengah gurun pasir, aku tetap berusaha memetik lesson learned yang bisa diambil dari Abu Dhabi”.
Pendekatan ini penting, mengingat pada forum sebesar itu, hanya ada segelintir jurnalis dari Asia Tenggara.
“Waktu itu aku satu-satunya jurnalis dari Indonesia. Dari ASEAN pun cuma bareng jurnalis Singapura, satu orang juga. Jadi, bener-bener berita tentang Indonesia di liputan itu tergantung sama aku,” tambahnya.
Perbedaan waktu antara Abu Dhabi dan Jakarta selama empat jam membuat koordinasi dengan tim di Tanah Air harus dilakukan secara cermat.
“Sebagian besar koordinasi lebih ke arah aku ngasih rencana liputan, terus besok paginya aku lihat tanggapan dan catatan dari korlip,” katanya.
Tantangan Liputan PLTS di Abu Dhabi: Dari Hujan di Gurun Hingga ‘Akrobat’ Saat Liputan
Fenomena hujan yang langka mengejutkan semua pihak, bahkan narasumber yang diwawancarainya juga kaget.
“Pas itu unexpectedly hujan. Hal yang bener-bener langka: hujan di gurun,” ceritanya.

Akibatnya, seluruh jadwal liputan di lapangan harus dipadatkan. Di balik kondisi yang tak ideal itu, Putu justru menemukan celah produktif.
“Hujan itu yang akhirnya motong durasi liputan ke lapangan PLTS-nya. Semua akhirnya dilakukan dengan terburu-buru, termasuk take video,” terang Putu.
“Untungnya, jadi punya waktu yang lebih lama untuk mengulik soal PLTS itu. Alhasil, data yang terkumpul nggak cuma dari riset sebelum berangkat, tapi juga dari wawancara yang lebih banyak karena nunggu hujan reda,” tambahnya.
Perubahan Jadwal Wawancara
Dengan rundown acara resmi di tangan, Putu menyusun prioritas isu untuk diberitakan selama mengikuti IRENA Assembly dan ADSW 2025.
Namun, rencana yang rapi tidak menjamin. Ketika agenda berjalan, satu per satu jadwal yang sudah disiapkan justru bergeser.
“Jadi, Kementerian ESDM batal datang, padahal sebelumnya confirm akan datang dan Sudah membuat janji wawancara,” ungkapnya.
“Selain itu, ada selipan agenda-agenda tambahan dari pihak penyelenggara, sehingga agenda-agenda yang mau diliput jadi tidak bisa diliput. Akhirnya harus banyak ‘akrobat’ di lapangan,” tambahnya.
Lessons Learned saat Liputan PLTS di Abu Dubai

Tantangan cuaca, perbedaan waktu, hingga dinamika agenda liputan membuatnya belajar untuk beradaptasi selama liputan PLTS di Abu Dhabi.
“Harus adaptif, harus banget. Nggak boleh panikan, nggak boleh gampang nyerah,” ujar Putu.
“Kalau ada perubahan agenda atau narsum, langsung cari alternatif. Karena apa pun kondisinya, harus tetap berproduksi,” tambahnya.
Putu menekankan pentingnya riset sebelum berangkat, tapi kepekaan terhadap lingkungan sekitar jauh lebih krusial.
“Riset itu penting, tapi lebih penting lagi peka sama lingkungan sekitar. Apa yang tertulis di internet kadang nggak se-update situasi yang sesungguhnya,” pungkasnya.
Kesimpulan
Cerita Putu liputan ke Abu Dhabi menunjukkan pentingnya kesiapan, riset, dan kemampuan adaptasi.
Meski dihadapkan pada tantangan perubahan jadwal, cuaca hujan yang mendadak, dan tekanan waktu, ia berhasil menulis artikel berita tentang proyek PLTS terbesar di dunia.
Putu juga menekankan pentingnya riset sebelum berangkat, namun kepekaan terhadap lingkungan sekitar jauh lebih krusial.
Wawancara dengan Putu Indah Savitri dilakukan pada Minggu, 1 Juni 2025. Percakapan ini telah diedit agar lebih ringkas.