Ikhsan Mahar, jurnalis Harian Kompas, memiliki cara unik dalam membuat artikel olahraga.
Setelah enam tahun bergelut dengan isu politik dan keamanan, ia mulai menekuni isu olahraga pada 2020.
Sejak saat itu berbagai pertandingan besar telah diliput, mulai dari Pekan Olahraga Nasional (PON) Papua 2021, FIFA U-17 World Cup, hingga pertandingan Piala Dunia 2022 di Qatar.
Kejeliannya dalam memilih diksi yang menarik membuat artikel olahraga yang dibuat terasa lebih hidup dan berbeda.
Tak hanya membuat artikel olahraga, keahlian Ikhsan meramu diksi juga tertuang dalam buku ‘Risalah dari Qatar: Tentang Dominasi Lionel Messi dan Wajah Islam Majemuk’ yang terbit Februari tahun ini.
Buku yang menceritakan kesuksesan Qatar dalam menggelar Piala Dunia ini menjadi buku ketiga yang ia tulis setelah ‘Tangismu’ dan ‘Merekam Jejak Teror ISIS di Indonesia’.
Bagaimana Ikhsan Mahar Memilih Diksi Menarik?
RadVoice Indonesia mewawancarai Ikhsan tentang bagaimana ia menemukan diksi menarik ketika membuat artikel olahraga.
Bagaimana Anda memilih diksi saat membuat artikel olahraga sehingga mampu menggambarkan intensitas pertandingan atau penampilan atlet?
“Menulis artikel olahraga sesungguhnya bisa memberikan jebakan. Sebab semua pertandingan olahraga atau penampilan atlet hanya menghadirkan dua hal: menang atau kalah. Juga ada seri untuk cabang olahraga tertentu.
“Jadi, itu bisa membuat jurnalis sering terjebak dengan kata-kata yang monoton untuk menggambarkan laporan hasil pertandingan atau preview laga yang terjadi hampir setiap hari.
“Demi mengatasi itu, saya berusaha rutin untuk menyegarkan perbendaharaan kata saya untuk memperkaya diksi dalam penulisan. Setidaknya, dalam sebulan saya menggunakan tiga kata baru yang umumnya adalah sinonim dari kata-kata yang sudah jamak digunakan.
“Dalam satu bulan terakhir, misalnya, saya kerap mengganti kata ‘pertarungan’ menjadi ‘palagan’. Lalu, saya mengadopsi istilah permainan kartu, yaitu ‘remis’ untuk mengganti istilah ‘seri’ atau ‘imbang’. Juga mengartikan bahasa Inggris, ‘winless’ menjadi ‘nirmenang‘.
“Meskipun kerap bisa menghadirkan penulisan yang monoton, artikel olahraga sejatinya menyajikan keleluasaan bagi jurnalis untuk lebih ekspresif dalam penggunaan kata.
“Keistimewaan ini tidak saya temukan dalam penulisan artikel tema lain, seperti politik, humaniora, atau ekonomi.”
Bagaimana cara Anda menyeimbangkan gaya bahasa formal dan santai dalam membuat artikel olahraga?
“Artikel olahraga bernuansa soft news. Prinsip itu yang membuat saya harus beradaptasi ketika awal menjadi wartawan olahraga.
“Sebelumnya, saya bertugas selama lebih dari lima tahun untuk isu-isu keamanan dan politik yang membutuhkan penulisan to the point dan tidak berbelit-belit, lalu terkesan formal.
“Saya perlu mengasah kembali kemampuan membuat tulisan narasi dan deskripsi lebih baik ketika bertugas di bidang olahraga.
“Tidak seperti politik dan keamanan, artikel olahraga memberikan kebebasan kepada penulis untuk ‘lebih’ bertele-tele dalam menyampaikan pesan dari tulisan.
“Bahkan, tak jarang, saya memberikan pesan tersirat untuk memprediksi pertandingan dalam tulisan preview laga demi menarik minat dan diskusi pembaca.
“Jadi, selama pengalaman saya membuat artikel olahraga, gaya narasi dan deskripsi menjadi kunci bagi jurnalis untuk memberikan nuansa ke dalam tulisan.
“Penulis juga diberikan kebebasan untuk terkadang menyelipkan ‘perasaan’ tanpa harus menciptakan opini untuk melaporkan peristiwa olahraga.”
Bagaimana Anda menjelaskan penggunaan istilah yang terlalu teknis dalam artikel olahraga?
“Setiap cabang olahraga memiliki istilah teknis yang tidak banyak diketahui khalayak.
“Saya adalah jurnalis yang senang menyisipkan istilah-istilah teknis itu, terutama istilah sepak bola yang menjadi tanggung jawab liputan saya.
“Dalam beberapa tahun terakhir mulai dikenal frasa expected goals (xG) untuk menilai performa menyerang tim di sebuah pertandingan sepak bola.
“Kemudian, ada juga take-ons untuk mengganti istilah dribel sukses yang sudah lebih dulu berkaitan dengan sepak bola.
“Dalam penggunaan kata-kata teknis itu saya selalu memberikan penjelasan singkat tentang makna istilah itu. Setidaknya penjelasan itu sepanjang satu kalimat, tidak lebih.
“Kenapa saya membiarkan istilah teknis itu? Saya berprinsip dalam menciptakan artikel seorang jurnalis juga memiliki peran untuk mengedukasi pembaca.
“Penggunaan kata teknis itu adalah upaya saya membantu edukasi para pecinta sepak bola untuk lebih mengenal istilah teknis yang sudah terbiasa digunakan para pelatih olahraga.”
Kesalahan apa yang sering dilakukan penulis olahraga dalam memilih kata-kata?
“Penulis olahraga saat ini kerap menyepelekan kata-kata khusus yang berkaitan dengan olahraga tertentu.
“Di sepak bola, misalnya, kata ‘tiang’ dan ‘mistar’ adalah dua kata berbeda yang menggambarkan bagian berbeda untuk gawang. Tetapi, kata itu kerap salah digunakan atau sering dianggap bermakna setara.
“Selain itu, saya juga merasa rekan-rekan jurnalis lain kurang memperkaya tulisan dengan deskripsi. Itu kerap terlihat dalam laporan pertandingan yang hanya menuliskan hasil dan peristiwa penting, sehingga hal-hal kecil yang sebenarnya bisa memberikan warna dań nyawa ke dalam tulisan, seperti raut wajah pemain, gaya pelatih, hingga antusiasme suporter, kerap ditinggalkan.”
Apa tips Anda untuk menciptakan narasi yang menarik dari sebuah pertandingan atau peristiwa olahraga?
“Harus perbanyak riset dan lebih mencintai sejarah.
“Dalam hal riset, saya senang mengulik pemberitaan lampau untuk memberikan konteks kepada peristiwa olahraga yang terjadi di masa kini.
“Selain itu, jika mengetahui duel dua tim di masa lalu, saya juga merasa bisa memberikan warna dan makna yang berbeda dibandingkan teman-teman penulis lainnya.
“Riset juga perlu untuk lebih terbiasa membaca data dalam olahraga. Terkadang, hanya dari melihat data, penulis sejatinya bisa memberikan konteks dan memahami jalannya pertandingan, meski tidak menyaksikan laga dari sepak mula hingga peluit akhir.
“Satu hal lagi adalah mencintai sejarah. Pertandingan di segala cabang olahraga merupakan pengulangan peristiwa bersejarah di masa lalu.
“Bisa juga laga itu menjadi ajang sebuah tim untuk memperbaiki sejarah rekor pertemuan mereka dengan sebuah tim. Tapi di luar itu, sejarah juga bisa memberikan makna yang unik dalam tulisan.
“Sebagai contoh, saya pernah menulis tentang tim nasional Italia yang juara Piala Eropa 2020 di masa pelik pandemi Covid-19 dengan membandingkannya kejayaan Timnas Italia meraih dua gelar Piala Dunia pada masa kelam rezim fasisme di periode 1930-an.
“Jadi, menulis olahraga bukan sekadar melaporkan hasil pertandingan yang sudah bisa disaksikan oleh para pembaca.
“Tugas utama jurnalis olahraga, menurut saya, adalah memberikan makna beyond the game alias yang melampaui dari apa yang bisa dialami panca indera pembaca dari menyaksikan pertandingan itu di layar kaca atau gawai mereka.”
Kesimpulan
Membuat artikel olahraga kerap kali membuat jurnalis terjebak dengan kata-kata monoton untuk menggambarkan laporan hasil pertandingan.
Ikhsan berupaya selalu memperkaya perbendaharaan kata untuk memperkaya diksi saat membuat artikel olahraga. Ia menggunakan beberapa kata baru yang merupakan sinonim dari kata-kata yang sudah umum digunakan.
Ikhsan yang telah menjalani kariernya selama sepuluh tahun di Harian Kompas ini juga berusaha untuk selalu memberi penjelasan tentang istilah teknis saat membuat artikel olahraga.
Wawancara dengan Ikhsan Mahar dilakukan pada Selasa, 3 Desember 2024. Percakapan ini telah diedit agar lebih ringkas.