Table of Contents
Subscribe to Insights and Updates

Dimas Jarot Bicara Jurnalisme Data: Mengolah Angka Jadi Cerita

Jurnalisme Data Dimas Jarot

Sejak bergabung dengan media online Katadata pada 2017, Dimas Jarot Bayu menaruh minat besar pada jurnalisme data.

Ketertarikannya semakin mendalam saat melanjutkan studi S2 Komunikasi dan Kajian Media di Universitas Indonesia.

Setelah hampir lima tahun menjalani karier sebagai jurnalis di Katadata, Jarot menjadi editor data di DataIndonesia.id hingga awal 2024.

Ia kemudian menjadi editor di Tech in Asia Indonesia hingga saat ini.

Bagaimana mengolah jurnalisme data guna menghadirkan wawasan mendalam bagi audiens?

Jurnalisme Data: Bagaimana Mengolah Angka Jadi Cerita

RadVoice Indonesia melakukan wawancara kepada Jarot tentang jurnalisme data.

Bagaimana proses Anda dalam membuat laporan berbasis data?

“Proses untuk laporan artikel berbasis data biasanya dimulai melalui dua cara.

“Pertama, menggali tren data, yakni dengan melihat kenaikan atau penurunan dari suatu data, proporsi sebuah variabel (dominan atau minoritas), maupun menemukan anomali.

“Contohnya, ketika data tenaga kerja GoTo dan Bukalapak terus berkurang, sementara jumlah karyawan Blibli malah terus bertambah.

“Kedua, mencari data yang relevan dengan isu aktual. Misalnya, mencari keterkaitan antara penutupan operasional Gojek di Vietnam-Thailand dan data pangsa pasarnya di kedua negara tersebut.

Salah satu hasil visualisasi data yang diolah Jarot. (Semua foto oleh Dimas Jarot/Tech in Asia Indonesia)

“Langkah berikutnya adalah analisis data yang dapat dilakukan dengan mencari suatu pola yang menarik, serta menyaring bagian data yang dianggap kurang relevan untuk disajikan kepada audiens.

“Bila memungkinkan, saya kerap memberikan tambahan data-data dari sumber sekunder agar informasinya bisa lebih lengkap.

“Data ini kemudian akan diverifikasi kembali lewat pendapat dari narasumber, baik pakar, otoritas, atau pihak terkait lainnya.

“Setelah itu, saya akan membuat visualisasi dari data yang telah dianalisis. Jenis data serta tujuan visualisasi akan sangat memengaruhi bentuk grafik yang digunakan.

“Dalam proses ini, ada sejumlah aplikasi pihak ketiga yang bisa digunakan untuk visualisasi, mulai dari Flourish, DataWrapper, Tableau, Lookers Studio, hingga amChart.”

Dari mana sumber data yang biasanya Anda gunakan?

“Sumber data yang digunakan sangat bervariasi. Kebanyakan dari survei dan riset internal perusahaan media tempat saya bekerja.

“Ada juga data yang bersumber dari kolaborasi dengan lembaga riset pihak ketiga, seperti YouGov.

“Kemudian, terdapat data yang diolah dari kinerja keuangan sejumlah perusahaan terbuka, serta perusahaan yang laporan keuangannya diwajibkan untuk dipublikasikan oleh OJK, seperti bank atau fintech lending.

“Di samping itu, beberapa data yang digunakan berasal dari sumber sekunder. Misalnya, dari Badan Pusat Statistik (BPS), kementerian atau lembaga, lembaga riset dan think tank, hingga jurnal penelitian.”

Bagaimana memastikan data yang digunakan akurat?

“Data dari survei dan riset internal biasanya sudah memiliki metodologi yang jelas, dengan tingkat toleransi kesalahan masih dalam ambang batas.

“Namun, untuk memastikan akurasi lebih baik, khususnya yang berasal dari sumber sekunder, biasanya data tersebut akan disandingkan dengan sumber lainnya.

“Anda juga bisa memverifikasi akurasi mengenai suatu data kepada pihak terkait atau pakar.

“Hal itu sekaligus dapat memperkuat analisis mengenai suatu tren atau pola data.”

Apa pertimbangan Anda memilih format visual yang akan disajikan ke pembaca?

“Pertimbangan dalam memilih format visual akan sangat bergantung dengan jenis data yang digunakan.

“Jika data yang digunakan berbentuk numerik dan historis, saya mungkin menyajikannya dalam bentuk column chart, line chart, atau kombinasi keduanya.

“Jika data yang diberikan mencakup bentuk spasial, format peta akan mempermudah visualisasi.

“Data historis non-numerik akan lebih mudah divisualisasikan dalam bentuk timeline.

“Data dengan banyak variabel numerik dan historis bisa divisualisasikan melalui Hans Rosling scatter plot.

Hasil visualisasi olah data tentang lanskap perbankan di Indonesia.

“Sementara, data numerik dengan rentang tertentu bisa menggunakan format connected dot plot.

“Pertimbangan lainnya dalam memilih format adalah tujuan visualisasi data.

“Untuk menunjukkan tren kinerja, misalnya, saya akan lebih memilih format column chart, line chart, atau kombinasi keduanya.

“Jika saya ingin menunjukkan komparasi dan pemeringkatan, format bar chart akan lebih memudahkan visualisasi.

“Visualisasi data yang bertujuan menunjukkan distribusi dapat menggunakan format beeswarm. Untuk memperlihatkan kategorisasi data, saya biasanya menggunakan format bubble, treemap, hingga sunburst.

“Sedangkan, visualisasi data dengan tujuan menunjukkan keterkaitan satu pihak dengan pihak lain dapat menggunakan format network graph.”

Seberapa penting narasi menjadi pelengkap dalam visualisasi data yang Anda buat?

“Narasi akan menjadi penting untuk ‘membimbing’ audiens atas apa yang ingin ditunjukkan dalam visualisasi data.

“Belum tentu semua audiens memahami apa yang ingin Anda sampaikan ketika menampilkan sebuah visualisasi data.

Hasil visualisasi olah data tentang jejaring CVC dan induk korporasinya di Indonesia yang diolah Jarot berkolaborasi dengan jurnalis Tech in Asia Indonesia, Abidah Naqiya.

“Terlebih ketika data yang digunakan terlampau besar dan visualisasi mungkin terlalu rumit dan tidak membantu menyampaikan maksud dari analisis data Anda.

“Selain itu, narasi akan memberikan pemahaman lebih lanjut atas suatu analisis data kepada audiens.

“Apalagi jika narasi tersebut merupakan pendapat dari pakar yang menguasai bidang terkait data yang Anda sampaikan.”

Bagaimana Anda menangani keterbatasan data saat menyusun tulisan?

“Jawaban paling mudahnya adalah mencari data dari sumber sekunder, seperti BPS, kementerian atau lembaga, lembaga riset dan think tank, hingga jurnal penelitian.

“Selain itu, keterbatasan data dapat diatasi dengan mencari dari portal agregasi data yang merupakan sumber tersier, seperti Databoks, DataIndonesia.id, hingga Statista.

“Jika berlangganan, portal agregasi data biasanya akan memberikan rujukan dari mana mereka mengambil data. Saya kemudian akan mencari lebih lanjut data tersebut dari sumber utamanya.

“Tentu saja ini tidak mudah dan membutuhkan biaya lebih mahal.

“Hanya saja, langkah ini saya pikir dapat mendorong semakin banyaknya data berkualitas, sehingga pada akhirnya dapat menghasilkan tulisan yang baik pula.”

Kesulitan meriset data dan menulis artikel? Hubungi RadVoice sekarang.

Kesimpulan

Wawancara dengan Jarot menegaskan pentingnya jurnalisme data di tengah derasnya arus informasi saat ini.

Dari pengalamannya di Katadata hingga perannya sebagai editor di Tech in Asia Indonesia saat ini, jurnalisme data dapat digunakan untuk menyampaikan informasi atau cerita yang menarik.

Menurut Jarot, menerapkan jurnalisme data dapat dimulai dengan menggali tren data dengan cermat dan melakukan visualisasi dari hasil analisis data tersebut.

Sumber data yang valid diyakini Jarot akan mendorong data yang berkualitas, sehingga pada akhirnya dapat menghasilkan tulisan yang baik pula.

Wawancara dengan Dimas Jarot Bayu dilakukan pada Jumat, 22 November 2024. Percakapan ini telah diedit agar lebih ringkas.

Get the latest updates delivered right to your inbox!
Having a problem? Email Us: hello@radvoice.id