Cerita Jurnalis Investor Trust Sasya Ramadhani: Berlayar antar Media, Adaptasi Perjalanan Karier

Dalam dunia jurnalistik yang cepat berubah, keputusan untuk berlayar antar media atau berpindah dari satu tempat ke perusahaan lain, sering dianggap sebagai pertaruhan besar.

Tapi bagi Sasya Ramadhani, seorang jurnalis dengan pengalaman hampir delapan tahun, berpindah bukan sekadar melompat dari satu perusahaan ke perusahaan lain.

Perjalanan karier itu adalah upaya untuk terus berkembang, beradaptasi, menantang diri sendiri, dan bertahan di tengah tantangan profesional.

Sasya berbagi cerita dengan RadVoice Indonesia mengenai langkah-langkah dia dalam mengambil keputusan untuk terus berkembang di dunia jurnalistik ini. Berikut selengkapnya.

Sasya Ramadhani saat liputan Asean Summit. (Semua foto oleh Sasya)

Berlayar antar Media: Menanam Akar di Perusahaan Baru

Karier Sasya dalam berlayar antar media dimulai dengan keyakinan akan pentingnya self-development. Dia memulai dari Validnews, sebuah media yang menerapkan jurnalisme data dan mengusung prinsip konvergensi media.

Di sana, Sasya belajar menulis dengan cara bertutur yang kuat. Namun, seperti banyak anak muda yang penuh semangat, dia menyadari bahwa stagnasi adalah musuh utama kemajuan.

“Kalau aku merasa tidak berkembang, ya aku better cari tempat lain,” ujarnya.

Keputusannya untuk pindah merupakan akumulasi dari banyak hal yang ia simpan sendiri. “Pindah media juga sebuah proses internal yang panjang dan berat,” cerita Sasya.

Dalam pikirannya, hubungan karyawan dan perusahaan layaknya hubungan romantis. Ketika tidak lagi sejalan, perpisahan mungkin adalah jalan terbaik.

Pindah untuk Bertumbuh, Bukan Kabur

Perjalanan berlayar antar media selanjutnya, Sasya berpindah ke sebuah perusahaan teknologi finansial sebagai content writer dengan gaji yang meningkat 50%.

Sebuah lompatan yang menggiurkan, namun tak semata soal uang. Pengalaman di sektor korporasi mengajarkan Sasya tentang ritme kerja yang lebih manusiawi dan struktur kerja yang lebih rapi.

Namun, ketika pandemi datang dan ekonomi terguncang, dia kembali ke kantor lama. Ini bukan tentang “balik ke mantan” tanpa alasan, melainkan keputusan pragmatis demi keberlangsungan hidup.

Baca juga: Empati dalam Komunikasi Krisis: Pelajaran dari Blunder Menteri Jepang

Dari Investor Daily ke Investor Trust Perlu Membangun Ulang Reputasi

Setelah kembali ke “kapal lama” dan bertahan hampir dua tahun, Sasya mendapat tawaran dari Investor
Daily. Perjalanan dia berlayar antar media pun berlanjut.

Nama besar media menjadi daya tarik tersendiri baginya. Di sana, Sasya menghadapi tantangan baru, yaitu desk pasar modal. Dunia yang sebelumnya asing kini harus ia kuasai.

Tapi kemudian, dia menemukan adanya konflik internal di perusahaan, perubahan kepemilikan, hingga penugasan yang menurutnya bertentangan dengan nilai jurnalistik. Kembali, Sasya harus menimbang.

Akhirnya, Sasya menerima tawaran dari Investor Trust. Keputusan yang diambil setelah lima bulan
pertimbangan panjang. Dia pun melanjutkan berlayar antar media ke “sekoci” baru.

Sasya sadar, setiap perpindahan berarti membangun ulang reputasi dari nol. Tapi bagi dia itu lebih baik daripada menahan diri di tempat yang tidak lagi selaras dengan prinsip.

berlayar antar media

Sasya saat liputan mengenai bursa karbon

Baca juga: Dari Pilates hingga Padel: Bagaimana Jurnalis Tempo Friski Riana Meliput Tren Gaya Hidup Kekinian

Pindah Itu Risiko, Tapi Kadang Perlu

Sasya tidak pernah asal pindah. Ia selalu memastikan ada tempat baru sebelum meninggalkan yang
lama. Ia juga tidak pernah semata mengejar gaji.

Prioritas utama dia adalah pertumbuhan diri, lalu gaji, dan kemudian suasana kerja.

Baginya, ketidakstabilan akibat sering berpindah bukanlah hal yang menakutkan, selama dilakukan
dengan alasan yang jelas dan strategi yang matang. Ia bahkan menyusun daftar pro-kontra sebelum mengambil keputusan besar.

“Saya tidak akan keluar hanya karena baper. Saya hanya keluar kalau saya sudah punya “sekoci”,” ujarnya
dengan tegas.

Sasya berpose di tengah peliputan

Kultur, Adaptasi, dan Tantangan Baru

Salah satu tantangan terbesar dalam berlayar antar media yaitu adaptasi terhadap kultur baru. Di beberapa tempat, ia merasakan kekompakan antar sesama reporter.

Di tempat lain, suasana justru terlalu nyaman. Sehingga solidaritas antar karyawan menjadi
renggang.

Sasya merasa dirinya seorang observer dan pekerja yang patuh. Dia memilih untuk diam, mengamati, dan mencari celah untuk berkontribusi.

Namun, dia sadar bahwa menjadi terlalu penurut bisa membuat seseorang dimanfaatkan. Itu dilema yang sering ia hadapi, yaitu antara menjaga kenyamanan tim dan menjaga batas pribadi.

Sasya juga berpesan kepada jurnalis muda agar masuk ke media besar di awal karier. Hal ini bukan karena gaji, melainkan nama besar perusahaan bisa membuka ke pintu lainnya.

Brand media itu sangat mempengaruhi nilai SDM. Kadang, kualitas bagus dari media kecil tidak
kelihatan. Tapi kualitas biasa dari media besar bisa terlihat istimewa,” katanya.

Kesimpulan

Sasya melihat melihat bahwa dunia kerja tidak pernah benar-benar stabil. Tapi dengan niat
kuat, prinsip yang dijaga, dan evaluasi yang jujur terhadap diri sendiri, berlayar antar media bisa menjadi langkah maju, bukan kemunduran.

Dia juga tidak pernah menyesali keputusan berlayar antar media yang dilakukannya. Bagi Sasya, setiap tempat adalah ruang belajar, dan setiap tantangan adalah peluang untuk mengasah ketahanan diri.

Wawancara dengan Sasya Ramadhani dilakukan pada Rabu, 3 Juni 2025. Percakapan ini telah diedit agar lebih ringkas.

Let's Amplify Your Voice Together

Tell us about your project, and we will get back to you within one business day.

Contact Us!
Contact Us!
RadVoice Indonesia
Hello
Can we help you?