Mengintervensi tulisan jurnalis sering menjadi dilema bagi praktisi PR.
Di satu sisi, PR bertanggung jawab untuk memastikan informasi tentang perusahaan atau klien disampaikan dengan akurat. Di sisi lain, jurnalis memiliki kebebasan dalam menulis berita berdasarkan data yang mereka peroleh.
Dalam dunia komunikasi, hubungan antara PR dan jurnalis seharusnya saling mendukung, bukan berlawanan.
Namun, ada situasi tertentu di mana PR perlu mengajukan koreksi, terutama jika terjadi kesalahan faktual yang bisa berdampak pada reputasi perusahaan atau individu.
RadVoice Indonesia akan membahas batasan profesional di antara PR dan jurnalis, serta kapan saja PR berhak mengintervensi tulisan jurnalis secara etis.
Peran PR dan Jurnalis dalam Pemberitaan
PR dan jurnalis memiliki peran yang berbeda, tetapi saling berhubungan dalam dunia komunikasi, seperti yang disampaikan Pan Communications.
PR bertugas membangun citra positif bagi perusahaan, merek, atau individu. Di sisi lain, jurnalis berfokus pada pencarian fakta dan penyampaian berita yang objektif kepada publik.
Meskipun seringkali memiliki kepentingan yang berbeda, PR dan jurnalis sebenarnya dapat bekerja sama untuk memastikan informasi yang disampaikan akurat dan bermanfaat.
PR dapat memberikan data yang relevan kepada jurnalis, sedangkan jurnalis bertanggung jawab menyajikan berita yang kredibel.

Dalam beberapa kasus, PR mungkin merasa perlu mengintervensi tulisan jurnalis jika ada kesalahan faktual. Akan tetapi, hal ini harus dilakukan dengan pendekatan profesional dan menghormati independensi pers.
Batasan Peran PR dalam Pemberitaan
PR memiliki peran penting dalam menyediakan informasi kepada media, tetapi mereka tidak memiliki kendali penuh atas isi pemberitaan.
Apabila ada kesalahan dalam berita, PR bisa mengajukan klarifikasi, tetapi tidak bisa memaksakan perubahan terhadap sudut pandang atau opini yang disampaikan oleh jurnalis.
Jurnalis tetap memiliki independensi dalam menulis berita sesuai dengan kode etik jurnalistik.
Oleh karena itu, dalam upaya mengoreksi tulisan jurnalis, PR harus memahami batasan profesional dan memastikan komunikasi yang dilakukan tetap etis, transparan, dan menghormati kebebasan pers.
Baca juga: 3 Etika PR saat Menghubungi Wartawan, Jangan Salah Langkah!
Kapan PR Berhak Mengintervensi Tulisan Jurnalis?
Mengintervensi tulisan jurnalis bukanlah sesuatu yang bisa dilakukan sembarangan oleh PR.
Meskipun PR bertanggung jawab memastikan informasi yang beredar tentang perusahaan atau klien akurat, mereka tidak memiliki hak untuk mengubah isi berita sesuka hati.
Namun, ada situasi tertentu di mana PR berhak mengajukan koreksi demi menjaga keakuratan informasi.
Berikut beberapa situasi yang memungkinkan PR untuk mengintervensi tulisan jurnalis.
Kesalahan Faktual yang Harus Diperbaiki
Salah satu alasan utama PR boleh mengintervensi tulisan jurnalis adalah ketika terjadi kesalahan faktual dalam berita. Kesalahan ini bisa berdampak pada reputasi perusahaan atau individu yang diberitakan.

Beberapa kesalahan faktual yang perlu diperbaiki meliputi:
- Nama perusahaan, produk, atau individu yang salah. Misalnya, penulisan nama CEO yang keliru atau penyebutan produk yang tidak sesuai.
- Data, angka, atau informasi spesifik yang keliru. Kesalahan dalam menyebutkan jumlah pendapatan, persentase pertumbuhan, atau statistik lainnya dapat memberikan gambaran yang tidak akurat kepada publik.
Dalam kasus seperti ini, PR berhak menghubungi jurnalis atau redaksi untuk meminta koreksi agar informasi yang beredar tidak menyesatkan.
Baca juga: Ingin Menjalin Hubungan dengan Media? Hindari 5 Kesalahan Ini!
Misinterpretasi Pernyataan atau Konteks yang Salah
Terkadang, sebuah berita bisa memberikan makna yang berbeda dari yang dimaksud karena adanya kesalahan dalam penyampaian konteks.
Beberapa situasi yang memerlukan koreksi antara lain:
- Kutipan yang dipotong sehingga mengubah makna: Apabila pernyataan seorang juru bicara atau eksekutif perusahaan dipotong sehingga terdengar berbeda dari maksud aslinya, PR berhak meminta klarifikasi atau revisi.
- Narasi yang tidak sesuai dengan kenyataan: Jika berita menggambarkan situasi yang tidak akurat, PR bisa memberikan tambahan informasi atau bukti untuk meluruskan narasi tersebut.
Koreksi dalam kasus ini harus dilakukan dengan pendekatan yang bijak, sebab jurnalis tetap memiliki hak untuk menulis berdasarkan interpretasi mereka terhadap data yang ada.
Berita Berisi Informasi Rahasia atau Berpotensi Menimbulkan Dampak Hukum
Selain kesalahan faktual dan misinterpretasi, ada situasi tertentu di mana PR dapat berupaya mengintervensi isi berita, misalnya:
- Ketika berita dapat menimbulkan dampak hukum: Jika pemberitaan mengandung tuduhan yang tidak berdasar atau berpotensi mencemarkan nama baik, PR dapat meminta hak jawab atau mengajukan keberatan resmi.
- Jika berita berisi informasi rahasia atau tidak untuk dipublikasikan: Misalnya, data internal perusahaan yang belum dirilis atau informasi yang seharusnya bersifat off the record.
Intervensi ini harus dilakukan dengan pendekatan yang profesional dan didukung dengan alasan yang jelas. Tujuannya agar tidak menimbulkan konflik dengan media.

Baca juga: Apa Itu Hak Jawab dan Hak Koreksi di Media?
Kesimpulan
PR dan jurnalis memiliki peran berbeda tetapi saling berhubungan dalam penyebaran informasi.
PR bertugas membangun citra positif, sementara jurnalis mencari fakta dan menyajikan berita secara objektif.
PR berhak mengajukan intervensi hanya dalam kasus kesalahan faktual, misinterpretasi pernyataan, atau informasi rahasia yang tidak seharusnya dipublikasikan.
Namun, intervensi harus dilakukan secara profesional, dengan menghormati independensi jurnalis dan kebebasan pers.
Hubungan yang sehat antara PR dan jurnalis dapat memastikan informasi yang akurat tanpa mengorbankan integritas jurnalistik.