Dalam era digital yang penuh dengan banjir informasi, hoaks atau informasi palsu menyebar lebih cepat dari sebelumnya.
Satu pesan teks atau gambar yang keliru bisa menjangkau ribuan bahkan jutaan orang dalam hitungan jam.
Indonesia, sebagai salah satu negara dengan pengguna internet dan media sosial terbanyak di dunia, menjadi ladang subur penyebaran hoaks.
Namun, setiap hoaks populer yang menjadi viral sebetulnya bisa menjadi pelajaran berharga.
RadVoice Indonesia menelusuri beberapa kasus hoaks populer di Indonesia. Di sini akan terlihat bagaimana hoaks tersebut bisa menyebar luas.
Kita pun bisa memetik pelajaran dari ramainya hoaks populer ini demi masa depan publik yang lebih kritis dan cerdas secara digital.

Publik harus kritis terhadap mudahnya penyebaran hoaks melalui digital. (Foto oleh mego-studio/Freepik)
Baca juga: Tantangan Baru Jurnalis: Jawaban Narasumber Berlandaskan AI
Sejumlah Hoaks Populer
Hoaks 1: “Kebangkitan PKI”
Salah satu hoaks yang berulang kali muncul menjelang momentum politik adalah isu kebangkitan Partai Komunis Indonesia (PKI).
Narasi ini biasanya disertai dengan foto bendera palu arit, video lama dari luar negeri, atau tuduhan bahwa tokoh tertentu merupakan “keturunan PKI”.
Mengapa Bisa Viral?
Hoaks ini menyentuh trauma sejarah yang masih membekas di sebagian masyarakat Indonesia.
Ketakutan kolektif dan minimnya pemahaman sejarah menciptakan ruang bagi hoaks ini untuk terus direproduksi.
Media sosial menjadi wadah penyebarannya, terutama lewat grup-grup tertutup seperti WhatsApp atau Facebook.
Pelajarannya: hoaks yang menyentuh emosi seperti rasa takut mudah menyebar. Pendidikan sejarah yang menyeluruh dan faktual penting untuk mencegah manipulasi emosional.
Hoaks 2: “Vaksin Covid-19 Mengandung Mikrochip”
Saat pandemi Covid-19 melanda dunia, muncul berbagai narasi konspiratif tentang vaksin.
Salah satu yang hoaks populer dan yang paling viral di Indonesia adalah klaim bahwa vaksin mengandung mikrochip untuk mengontrol manusia.
Narasi ini diperkuat oleh potongan video Bill Gates dengan konteks menyesatkan.
Mengapa Bisa Viral?
Ketidakpastian dan kecemasan publik selama pandemi menciptakan kondisi ideal bagi teori konspirasi.
Hal ini ditambah dengan rendahnya literasi sains di sebagian masyarakat, serta tokoh publik yang menyuarakan pandangan anti-vaksin.
Pelajaran yang bisa kita petik yaitu bahwa di tengah krisis, kebutuhan informasi yang akurat sangat penting. Pemerintah dan media perlu menyampaikan edukasi sains secara sederhana dan konsisten.
Hoaks 3: “Uang Baru Bisa Disinari untuk Lihat Lambang Tersembunyi”
Ketika Bank Indonesia mengeluarkan uang kertas baru, tersebar video yang menunjukkan bahwa jika disinari, akan muncul simbol-simbol tertentu yang dikaitkan dengan teori konspirasi internasional.
Banyak orang menjadi curiga dan menolak menggunakan uang baru.
Mengapa Bisa Viral?
Fenomena ini menampilkan sesuatu yang “ajaib” secara visual dan memicu rasa ingin tahu.
Hal ini didukung dengan ketidakpercayaan masyarakat terhadap lembaga negara dan kepercayaan terhadap narasi-narasi konspirasi global.
Akibatnya, hoaks ini cepat menyebar.
Pelajaran yang bisa kita ambil yaitu bahwa visual yang mengejutkan sering lebih dipercaya daripada penjelasan logis.
Oleh karena itu penting untuk meningkatkan kemampuan publik dalam mengevaluasi sumber visual.
Baca juga: Mandiri Mengidentifikasi Hoaks Bersama Pantau Hoaks, Berikut Caranya

Seseorang harus belajar menahan diri sebelum membagikan sebuah informasi. (Foto oleh airdone/Freepik)
Mengapa Hoaks Begitu Meyakinkan?
Dari berbagai contoh tersebut, kita bisa melihat bahwa hoaks tidak selalu terlihat seperti kebohongan.
Sebaliknya, hoaks seringkali disusun dengan strategi komunikasi yang kuat.
Hoaks umumnya memainkan emosi publik. Ketakutan, marah, atau harapan mampu membuat orang bereaksi tanpa berpikir panjang.
Hoaks populer seringkali memakai elemen “fakta setengah jadi”, mengandung potongan informasi yang benar dengan konteks yang salah.
Publik akan mudah percaya bila sebuah kabar palsu tersebut mengandalkan tokoh atau sumber anonim. Misalnya, “dokter terkenal dari luar negeri,” atau “sumber intelijen terpercaya”.
Berita palsu sering dianggap benar ketika didukung visual yang mencolok, yaitu gambar atau video yang dramatis dan disampaikan oleh tokoh publik.
Baca juga: 3 Tips Mengenali Berita Hoax, Wajib Cek Domain!
Lesson Learned dari Hoaks Populer
Menghadapi realitas hoaks yang kompleks, masyarakat perlu dibekali keterampilan untuk berpikir kritis dan bertindak bijak.
Beberapa langkah konkret yang bisa dilakukan antara lain selalu cek sumber informasi.
Publik bisa menggunakan sumber berita resmi untuk memverifikasi klaim yang mencurigakan.
Sebaiknya, masyarakat mulai belajar menahan diri sebelum membagikan sebuah informasi yang belum pasti kebenarannya.
Jika ragu, lebih baik diam daripada ikut menyebarkan hoaks.
Publik juga harus berani mengoreksi dan mengklarifikasi jika ada kerabat atau teman yang menyebarkan hoaks.
Tingkatkan literasi media. Pelajari bagaimana informasi diproduksi dan bagaimana hoaks populer bekerja.
Kesimpulan
Kita harus sama-sama menyadari bahwa melawan hoaks populer maupun yang tidak adalah tugas bersama.
Masyarakat harus sadar di dalam dunia yang bising, kebenaran tetap perlu diperjuangkan.
Hoaks bukan sekadar persoalan digital. Ia bisa memecah belah masyarakat, memicu konflik, dan membahayakan nyawa.
Setiap kasus hoaks yang viral adalah peringatan bahwa masyarakat Indonesia masih rawan terhadap manipulasi informasi.
Namun dengan kolaborasi antara media resmi, platform situs verifikasi, dan masyarakat sipil, kita bisa menciptakan ruang informasi yang lebih sehat, jujur, serta bertanggung jawab.