Bagaimana Slow Journalism Bertahan di Tengah Persaingan Media Online?

slow journalism

Slow journalism atau jurnalisme telaten hadir di tengah media online yang kini berlomba untuk segera mempublikasikan berita.

Jurnalisme ini mengambil waktu lebih lama untuk riset, wawancara, verifikasi data, hingga melaporkannya. 

Namun proses ini yang membuat jurnalis bisa mengeksplorasi lebih jauh dari berbagai sisi cerita yang sering terabaikan dalam pemberitaan cepat. 

Seperti apa penerapan slow journalism saat ini? Berikut ulasan RadVoice Indonesia.

Apa Itu Slow Journalism?

Slow journalism pertama kali diusulkan pada tahun 2007 oleh Susan Greenberg, seorang akademisi jurnalisme yang bekerja sebagai reporter untuk organisasi-organisasi seperti Reuters dan The Guardian. 

Mengutip News Lab Turkey, slow journalism bertujuan memperlambat waktu dalam jurnalisme di mana menit dan detik sangat penting. 

slow journalism
Jurnalisme jenis ini mengambil waktu lebih lama untuk riset, wawancara, verifikasi data, hingga melaporkannya. (Foto oleh Freepik)

Tak dapat dipungkiri bahwa selalu ada kebutuhan agar informasi dapat disampaikan dengan cepat, misalnya seperti berita tentang bencana alam atau informasi keuangan. 

Namun slow journalism tidak memperlambat kecepatan breaking news.

Jurnalisme telaten cenderung menceritakan berita sebagai sebuah kisah alih-alih sekadar informasi umum, menggunakan berbagai sumber, diteliti secara menyeluruh, dan tidak mengejar kecepatan.  

Jurnalisme jenis ini juga disebut-sebut sebagai alternatif untuk mengatasi kejenuhan atas membanjirnya berita atau informasi.

Erik Neveu, pakar di Pusat Penelitian Ilmiah Nasional Prancis, menjelaskan delapan elemen dalam slow journalism sebagai berikut.

  • Lambat;
  • Bersifat investigatif;
  • Berjumlah lebih sedikit;
  • Naratif;
  • Adil;
  • Melibatkan komunitas;
  • Terdapat partisipasi;
  • Mendalam.

Meski demikian, tak semua hasil karya jurnalisme harus memenuhi seluruh delapan elemen tersebut untuk disebut sebagai slow journalism.

Jurnalisme investigasi dan jurnalisme sastrawi termasuk beberapa bentuk slow journalism.

Mengapa Penting?

Sejumlah alasan mengapa slow journalism penting di tengah kecepatan pemberitaan di media online. 

Membangun Kepercayaan Terhadap Media

Masifnya clickbait hingga berita hoaks membuat publik semakin skeptis terhadap media.

Slow journalism menjadi alternatif pemberitaan yang lebih mendalam, sehingga dapat membantu mengembalikan kepercayaan publik terhadap media.

Menyajikan Berita yang Lengkap dan Komprehensif

Berita yang dipublikasikan di media online kini cenderung singkat tanpa menjelaskan unsur mengapa atau bagaimana.

Sedangkan pada jurnalisme telaten, publik akan memahami latar belakang, dampak, maupun kronologi dari suatu peristiwa yang diberitakan.

slow journalism
Berita disajikan lebih lengkap dan komprehensif ketimbang pemberitaan pada umumnya yang mengejar kecepatan. (Foto oleh Freepik)

Mengurangi Informasi yang Membludak

Banyaknya berita singkat yang muncul membuat publik kebingungan hingga jenuh.

Pada konsep slow journalism, media memberikan pengalaman membaca yang lebih fokus dan bermakna. 

Dengan demikian, publik pun dapat memahami informasi yang dibagikan dengan lebih bijak.  

Mengangkat Kisah yang Terpinggirkan

Dalam model berita cepat, isu-isu penting seperti hak asasi manusia, persoalan lingkungan, dan isu lainnya kerap luput karena dianggap tak menarik untuk mendongkrak traffic pembaca. 

Sementara pada jurnalisme telaten justru memberi ruang untuk kisah-kisah yang terpinggirkan. 

Perbedaan dengan Jurnalisme Cepat

Segi Kecepatan

Jurnalisme cepat tentu fokus pada kecepatan dalam memberitakan.

Media online biasanya saling berlomba untuk lebih dulu menyajikan informasi. Di sisi lain, slow journalism fokus pada kedalaman dan kualitas sehingga tak memperhatikan kecepatan.

Proses Peliputan

Proses liputan jurnalisme cepat biasanya singkat karena jurnalis mengandalkan sumber seperti siaran pers, kutipan pendek narasumber, maupun sumber lain yang dianggap relevan. 

Sedangkan dalam jurnalisme telaten membutuhkan waktu yang lebih lama untuk riset, wawancara, yang butuh waktu bulanan hingga tahunan. 

slow journalism
Butuh waktu yang lebih lama untuk riset dan wawancara dalam jurnalisme telaten. (Foto oleh Freepik)

Hubungan dengan Audiens

Untuk jurnalisme cepat umumnya mementingkan jumlah klik, pembaca, maupun isu-isu yang viral.

Sedangkan jurnalisme telaten berupaya membangun hubungan jangka panjang, misalnya dengan membentuk komunitas. 

Model Pendanaan

Jurnalisme cepat biasanya mengandalkan iklan yang berbasis pada traffic. Semakin banyak klik pada berita yang disajikan, maka akan semakin besar pemasukan.

Sementara jurnalisme telaten sering mengandalkan langganan, donasi pembaca, atau crowdfunding.

Praktik Slow Journalism di Media

Beberapa media di Indonesia telah mulai menerapkan praktik slow journalism dalam pemberitaannya. 

Salah satunya adalah Project Multatuli. Mereka fokus pada laporan mendalam, terutama pada isu-isu yang jarang mendapat perhatian seperti hak asasi manusia dan suara kelompok yang terpinggirkan. 

Proses peliputannya biasanya membutuhkan waktu yang panjang, penuh riset, dan wawancara mendalam. 

Berita yang disajikan cenderung panjang, tidak mengejar klik, dan hanya mengeluarkan berita kurang lebih tiga kali dalam seminggu.

Hal tersebut dilakukan karena Project Multatuli lebih ingin mengejar dampak dari berita yang disajikan daripada sekadar klik. 

Sementara sebuah majalah dari Inggris, Delayed Gratification, sejak 2011 telah mendefinisikan dirinya sebagai media yang mengusung konsep slow journalism. Majalah ini terbit tiga bulan sekali untuk mengangkat berbagai isu. 

Prinsip Delayed Gratification adalah menghadirkan jurnalisme berkualitas yang penuh dengan akurasi, kedalaman, konteks, analisis, hingga pendapat ahli. 

Kesimpulan

Slow journalism hadir sebagai alternatif di tengah dominasi pemberitaan cepat yang sering kali mengedepankan kecepatan dan viralitas. 

Dengan mengutamakan riset mendalam dan analisis yang komprehensif, slow journalism memberikan ruang bagi cerita-cerita yang lebih bermakna. 

Pendekatan ini memungkinkan jurnalis untuk mengeksplorasi berbagai sisi dari sebuah isu yang sering terabaikan oleh media yang lebih cepat.

Contact Us!
Contact Us!
RadVoice Indonesia
Hello
Can we help you?