Etika public relations (PR) diperlukan agar hubungan dengan wartawan dan media tetap terjaga. Anda pun merekrut agensi PR agar terhubung pada wartawan dan media, yang memiliki kesempatan penuh mengatur publikasi, media relations untuk bisnis, sekaligus monitoring kompetitor.
Merekrut agensi PR pun tidak sembarangan. Tidak sedikit praktisi yang lupa terhadap etika public relations pada wartawan dan media. Melakukan pendekatan yang salah dapat menimbulkan efek dua mata pisau. Khususnya ketika agensi tersebut belum berpengalaman berjejaring dengan awak media.
Masih banyak yang melakukan kesalahan saat menghubungi wartawan. Sesimpel soal membombardir wartawan setiap saat. Lantas, apa sajakah etika PR ketika menghubungi wartawan?
Etika PR saat Menghubungi Wartawan
Etika PR saat menghubungi wartawan diperlukan agar kerja wartawan dan media tetap efektif, objektif, dan rasional. Walau agensi PR menjadi jembatan antara perusahaan atau brand Anda, Anda tetap perlu mengetahui etika-etika berikut ini.
RadVoice Indonesia merangkum kesalahan saat menerapkan tiga etika public relations ketika menghubungi awak media.
1. Meminta Topik Wawancara yang Terlalu Detail
Kesalahan yang pertama saat menerapkan etika PR adalah meminta topik wawancara secara detail. Ketika berhasil melakukan kontak dengan wartawan, Anda mungkin merasa kurang persiapan. Haruskah Anda meminta topik wawancara pada wartawan?
Menurut laman Kompas.com, pada dasarnya Anda dan praktisi PR tidak bisa memilih tipe wartawan yang akan mewawancarai narasumber. Bahkan Anda pun juga tidak bisa mengetahui secara detail topik atau pertanyaan yang akan dilontarkan. Mengapa demikian?
Alasannya, wartawan tetap melakukan tugas untuk mengorek informasi, mendesak, atau mungkin banyak memberi pertanyaan relevan agar layak muat untuk ditayangkan ke publik.
Proses wawancara akan berjalan dengan alami jika Anda menjawab secara singkat, padat, jelas. Agar tidak grogi dan overthinking terhadap pertanyaan mereka, jelaskan atau berceritalah pada wartawan yang fokus pada key message supaya layak menjadi berita.
Anda juga dapat bertanya pada wartawan terkait topik wawancara secara garis besar, tidak perlu detail hingga ke list pertanyaannya. Dengan begitu, baik Anda atau praktisi PR masih berpegangan pada etika PR.
2. Kurang Riset Latar Belakang Wartawan dan Media
Kesalahan kedua saat menerapkan etika PR adalah kurang riset latar belakang wartawan atau media yang dikontak. Laman IndonesiaPR menyatakan, kurang riset akan berisiko merusak hubungan Anda dengan wartawan, baik itu dari segi kesalahan penyebutan nama, asal media, hingga tenggat waktu publikasi.
Penting untuk mengetahui bahwa wartawan memiliki basic knowlege atau wawasan dasar, menurut laman Communicate Media, meski wartawan juga memiliki spesialisasi pada bidang tertentu.
Melalui asumsi ini, Anda dapat mengobrol banyak dan bertukar informasi dengan wartawan sebelum wawancara. Anda pun dapat memperoleh fakta-fakta baru dan menambah koneksi.
Cara ini dapat Anda lakukan ketika Anda meriset latar belakang wartawan yang ingin Anda tuju. Hal ini juga berlaku jika Anda ingin mengirim artikel yang dapat memikat media untuk diterbitkan.
“Jurnalis juga manusia yang memiliki perspektif dan minatnya masing-masing.”
– RadVoice Indonesia
3. Follow Up Wartawan secara Berlebihan
Mungkin Anda akan bertanya-tanya, “apakah surat elektronik (email) saya masuk?” Jawabannya, tentu saja. Namun, dari ratusan atau ribuan surat elektronik yang masuk, hanya beberapa saja yang dapat menarik minat wartawan dan editor.
Di kondisi inilah Anda perlu menerapkan etika PR pada wartawan, yakni melakukan follow-up sewajarnya. Selain surat elektronik, Anda dapat follow up melalui pesan chat atau telepon. Namun, perhatikan juga jeda atau jarak waktu ketika menghubunginya.
Laman Entrepreneur sendiri menyebutkan bahwa melakukan follow-up lebih dari tiga kali adalah berlebihan dan kemungkinan Anda masuk ke daftar hitam wartawan dan editor.
Kesimpulan
Secara umum, kerja agensi dan praktisi public relations serta wartawan dan media adalah sebuah support system yang baik untuk publisitas perusahaan atau brand Anda. Meski begitu, Anda tetap perlu memperhatikan etika PR agar hubungan dengan media dan agensi tetap erat terjaga.
Terdapat tiga kesalahan saat menerapkan etika PR pada wartawan sebagai berikut.
- Meminta topik wawancara secara detail
- Kurang riset latar belakang wartawan dan media yang Anda kontak
- Melakukan follow-up pada wartawan secara berlebihan
Semoga dengan tiga paparan soal etika PR di atas, kesalahan-kesalahan tersebut tidak terulang di proyek selanjutnya. Tetap semangat!